“Terima wanita itu sebagai madu atau bercerai!” Kalimat bagai sambaran petir di siang bolong yang dilontarkan Arman. Aisyah, wanita sederhana rela berkorban demi menikahi Arman. Namun, kebahagiaannya diuji ketika ibu mertua dan iparnya, terus merendahkannya karena dianggap tidak bisa memberikan keturunan. Bahkan menuduhnya sebagai pelacur. Tidak berhenti di situ, Aisyah semakin terpuruk dalam pengkhianatan dan penghinaan dengan kehadiran Farah, wanita licik yang menjadi pelakor, memperburuk keadaan. Dengan tipu daya dan manipulasi, Farah berusaha merebut Arman. Aisyah dihadapkan dalam perceraian, lalu beberapa mobil menghampiri dan orang-orang berjas hitam memberi hormat pada Aisyah. Siapa orang-orang itu? Apakah Aisyah akan merebut Arman kembali atau memilih melepasnya?
View MoreBab 25. BellaBella duduk di meja kerjanya, menyilangkan kaki dengan anggun sementara matanya yang tajam memperhatikan ruangan luas tempatnya bekerja. Sejak awal, Bella tahu dia punya keuntungan besar dibandingkan karyawan lain. Dia tidak perlu bekerja terlalu keras, dan semua orang di kantor tahu dia "istimewa." Tidak ada yang berani menentangnya, terutama karena rumor yang beredar—bahwa orang tua Bella dan keluarga Rendra menginginkan mereka bersama.Bella bukan wanita biasa. Dia tahu apa yang diinginkannya, dan dia tahu bagaimana cara mendapatkannya. Sejak dulu, dia sudah terbiasa hidup dalam kemewahan. Pergaulannya selalu terbatas pada orang-orang kelas atas—miliuner muda, pengusaha sukses, dan pria-pria berkuasa yang bisa membukakan jalan baginya untuk hidup tanpa perlu bersusah payah.Sebagai seorang sosialita, Bella menguasai seni berbicara, menggoda, dan membuat dirinya selalu menjadi pusat perhatian. Penampilannya selalu sempurna—gaun mahal yang pas di tubuh rampingnya, tas
Bab 24. Bukan Wanita LemahRendra duduk tegak di kursinya, telinganya masih menempel pada ponsel. Suara berat dari seberang terdengar tegas namun berhati-hati.“Tuan, situasi di Amarta Grup semakin buruk. Direktur utamanya, Aisyah, sedang dihujani fitnah dari berbagai arah.”Rendra menyipitkan mata. “Fitnah apa?”“Beberapa direksi senior dan pemegang saham menudingnya sebagai hasil nepotisme. Mereka beranggapan Aisyah tidak pantas memimpin, hanya dipilih karena dia putri Pak Hermawan. Padahal, kemampuan Aisyah sebenarnya cukup baik, hanya saja dia tidak pernah benar-benar menonjol sebelum ini.”Rendra mendengus pelan, mengetukkan jarinya ke meja. “Dan siapa yang paling vokal menentangnya?”“Farah dan pamannya, Hendra. Hendra merasa dia lebih berhak atas posisi itu dibandingkan Aisyah. Mereka berusaha mempengaruhi pemegang saham agar mencabut kepercayaan terhadap Aisyah.”Mata Rendra semakin tajam. “Ada alasan konkret atau hanya sekadar ambisi?”“Mereka memanfaatkan skandal. Ada dugaan
Bab 23. Omong Kosong"Sayur.. sayur.." ucap seorang bapak-bapak pedagang yang sedang berjalan sambil mendorong gerobak sayur.Bu Ratna keluar dari rumah "Beli, pak" menutup pintu rumah dan mendekati tukang sayur dengan senyuman ramahnya.Tukang sayur menghentikan langkahnya "Akhirnya ada yang beli juga. Mau beli apa, Bu?" Mengusap keringat yang ada di pelipisnya dengan handuk kecil di lehernya.Bu Ratna mulai memilih sayuran yang ada di gerobaknya "Sebentar, pak, mau pilih dulu biar enak nanti."Tukang sayur tersenyum "Oh, silahkan atuh.""Lagi beli sayur juga, bu Ratna?"Suara familiar itu membuat gerakan Bu Ratna terhenti di ikuti raut wajah yang sedikit terlihat tidak ramah "Iya." Melirik Bu Siti sesaat "Beli juga, Bu?" Tersenyum tipis.Bu Siti mengambil sebungkus sayur asem mentahan dan memperhatikannya "Iya, Bu, biasa kan kita harus masak buat keluarga" tertawa kecil. "Dan Bu Ratna juga ya? Dulu biasanya Aisyah yang beli keperluan dapur ke pasar atau ke bapak ini, benar kan pak?"
Bab 22. GosipKeesokan harinya, Bu Ratna dan Rina memutuskan untuk berbicara dengan Arman. Mereka tahu mereka harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat."Arman, kita harus bicara," kata Bu Ratna dengan suara tegas.Arman yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, merasa terganggu. "Apa lagi, Bu? Aku sedang sibuk."Bu Ratna tidak peduli. "Ini tentang Aisyah. Kita harus melakukan sesuatu sebelum dia menghancurkan kita."Arman menghela napas, "Bu, Farah dan aku sudah punya rencana. Ibu nggak perlu khawatir.""Rencana? Rencana apa? Apa yang bisa kalian lakukan sekarang? Aisyah sudah jadi direktur utama, Arman." Jawabnya penuh kekhawatiran.Arman menggelengkan kepala, mencoba menenangkan ibunya. "Ibu, Farah sudah punya strategi. Dia bilang kita harus bermain cerdas. Aisyah mungkin punya kekuatan, tapi dia juga punya kelemahan. Farah sudah tahu cara memanfaatkan itu."Rina yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. "Bang, apa rencananya? Apa yang bisa Farah lakukan? Dia cuma bawahannya
Bab 21. Nasi Sudah Menjadi BuburRina, adik Arman, sedang asyik menonton serial drama favoritnya di ruang keluarga ketika Bu Ratna tiba-tiba masuk dengan wajah pucat dan langkah yang terburu-buru. Rina segera mematikan televisi, merasa ada sesuatu yang tidak beres."Bu, kenapa? Ada apa?" tanya Rina dengan suara penuh kekhawatiran.Bu Ratna duduk di sebelah Rina, tangannya gemetar saat mencoba meraih tangan putrinya. "Rina, ada sesuatu yang harus Ibu sampaikan. Ini penting."Rina mengerutkan kening, merasa semakin cemas. "Apa itu, Bu? Ibu terlihat sangat terguncang."Bu Ratna menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. "Kamu tahu Aisyah, kan? Mantan istri Arman?"Rina mengangguk pelan. "Tentu, Bu. Tapi dia sudah pergi dari keluarga kita. Kenapa tiba-tiba membicarakannya?"Bu Ratna menatap Rina dengan mata yang penuh emosi—marah, bingung, dan takut bercampur jadi satu. "Rina, ternyata Aisyah adalah anak dari keluarga Hermawan."Rina terkejut, matanya membelalak. "Apa? Keluarga He
Bab 20. Kamu Itu Tidak SendiriSementara itu, di kantor, Aisyah sedang duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptopnya dengan tatapan kosong. Pikirannya dipenuhi oleh kejadian di rapat tadi. Dia tahu bahwa Arman dan Farah tidak akan tinggal diam setelah dihadapkan pada bukti-bukti yang ia tunjukkan. Tapi dia juga tidak bisa membiarkan mereka merusak perusahaan ini lebih jauh.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Aisyah melihat layar ponselnya dan melihat nama "Papa" terpampang di sana. Dia menghela napas sebelum akhirnya mengangkat telepon."Halo, Papa," sapa Aisyah, mencoba menyembunyikan kelelahan dalam suaranya."Aisyah, kamu masih di kantor?" tanya Hermawan, suaranya terdengar tegas."Ya, Papa. Ada apa?" tanya Aisyah, mulai merasa tidak nyaman."Kamu harus pulang sekarang. Ada sesuatu yang perlu kita bicarakan," perintah Hermawan.Aisyah mengerutkan kening. "Papa, aku masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Bisakah kita bicara nanti?""Tidak, Aisyah. Ini penting. Pulang sekarang
Bab 19. Rencana BaruFarah terdiam sesaat "Sebentar, biarkan aku berfikir dulu""Jangan sampai kita di pecat, aku baru saja bekerja disini!"Farah menghela nafas kencang "Aku juga sudah bekerja disini cukup lama, Arman! Jangan kamu pikir aku bisa tenang setelah mendengar ucapan Aisyah tadi.""Pokoknya, kita harus cari cara supaya kita selamat. Tapi bagaimana caranya?" Ucap Arman berusaha memikirkan solusi.Farah yang baru sadar terpikirkan sesuatu langsung tersenyum "Aku tau bagaimana caranya."Langkah Arman terhenti dan langsung menoleh padanya dengan penasaran "Apa itu?"Farah melipat tangannya di depan dada dan mengangkat dagunya "Minta bantuan pamanku. Dia pasti akan memberikan kita solusi."Arman berpikir sesaat "Boleh juga. Kamu benar." Tersenyum miring "semua orang pasti percaya pada kita jika Om Hendra berpihak pada kita""Tentu. Posisi Pamanku lebih tinggi, pastinya semua karyawan menghormati dia" ucap Farah dengan bangga.Arman mengangguk "Kalau begitu, kita harus segera mem
Bab 18. Sedikit PelajaranPak Rahmat mengerutkan dahi "Jadi, bisa di katakan ada oknum yang ingin menghancurkan perusahaan kita?" Aisyah mengangguk "Betul, pak. Orang ini yang memiliki niat untuk menjatuhkan seseorang atau perusahaan kita. Lihat saja?" Menunjuk layar "Bagaimana mungkin orang yang bertanggung jawab atas perusahaan ini berani membuat perusahaan kita rugi? Bahkan lebih parahnya dia melakukan hal yang sangat tidak baik, karena tidak memikirkan nasib perusahaan dan supplier kita" Pak Rahmat terdiam sesaat "Memangnya apa yang telah ia lakukan, Bu Aisyah?" Aisyah menghela nafas panjang "Dia melakukan perubahan terhadap pemesanan bahan baku ke supplier kita yang biasanya dua puluh juta tiap pesanan di rubah menjadi dua ratu juta. Anda bisa memikirkan selanjutnya bukan? Keuangan kita bisa tidak stabil karena harus mengganti rugi bahan yang terbuang." Pak Rahmat terkejut "Ya ampun, itu sangat fatal! Dua puluh juta menjadi dua ratus juta sangatlah besar! Bagaimana bisa dia
Bab 17. Sedikit Titik TerangPak Rahmat menghela nafas. "Baik, Bu Aisyah. Saya akan memberi Anda waktu, untuk membuktikan jika ibu tidak bersalah. Tapi jika ini tidak terselesaikan dengan baik, saya tidak punya pilihan selain melaporkannya."Aisyah mengangguk. "Terima kasih, Pak Rahmat. Saya akan segera menyelidiki ini."Setelah Pak Rahmat pergi, Aisyah duduk di kursinya, mencoba menenangkan diri. Pikirannya berputar cepat. "Siapa yang bisa melakukan ini? Farah? Atau mungkin Arman? Atau bahkan Pak Hendra sendiri?" Ia tahu, ini adalah bagian dari rencana besar untuk menjatuhkannya. Tapi ia tidak bisa membiarkan itu terjadi.Dengan tekad bulat, Aisyah mengambil teleponnya dan menghubungi asisten pribadinya, Rani. "Rani, saya butuh bantuanmu. Cari tahu siapa yang sering mendekati meja Pak Rahmat belakangan ini. Juga, periksa rekaman CCTV di sekitar area itu.""Baik, Bu Aisyah. Saya akan segera mengeceknya," jawab Rani.Aisyah menghela nafas. Ia tahu ini tidak akan mudah, tapi ia harus be
Bab1. BerceraiBu Ratna mendengus. "Rencana? Lima tahun adalah rencana? Kalau kamu nggak bisa kasih anak, mungkin suami kamu butuh... ya, bantuan dari orang lain."Malam itu di meja makan, Aisyah hanya bisa menunduk, berusaha menahan air mata yang menggumpal di pelupuk. Kata-kata Bu Ratna tadi terasa seperti belati yang terus-menerus menusuk hatinya. Sudah lima tahun dia mencoba segalanya demi impian memiliki anak, tapi usahanya seolah tak pernah cukup. Sementara di sekelilingnya, pandangan sinis dan tatapan tajam dari mertuanya tak henti menghakimi.Setiap bisikan dan lirikan dari mereka seperti menuntut penjelasan, seakan-akan kekurangannya adalah kesalahan yang tak termaafkan. Mertuanya terus mengkritik dan menghina, sementara suaminya hanya diam, membiarkan Aisyah menanggung semuanya sendiri. Rasa sakit itu kian menyesakkan, membuat hatinya tergores semakin dalam tiap kali ia menyaksikan kekecewaan mereka yang tak kunjung berhenti."Aku tahu kamu dengar semuanya, Man," Bu Ratna me...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments