Semua Bab Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa: Bab 1 - Bab 10

26 Bab

BAB 1. Bercerai

Bab1. BerceraiBu Ratna mendengus. "Rencana? Lima tahun adalah rencana? Kalau kamu nggak bisa kasih anak, mungkin suami kamu butuh... ya, bantuan dari orang lain."Malam itu di meja makan, Aisyah hanya bisa menunduk, berusaha menahan air mata yang menggumpal di pelupuk. Kata-kata Bu Ratna tadi terasa seperti belati yang terus-menerus menusuk hatinya. Sudah lima tahun dia mencoba segalanya demi impian memiliki anak, tapi usahanya seolah tak pernah cukup. Sementara di sekelilingnya, pandangan sinis dan tatapan tajam dari mertuanya tak henti menghakimi.Setiap bisikan dan lirikan dari mereka seperti menuntut penjelasan, seakan-akan kekurangannya adalah kesalahan yang tak termaafkan. Mertuanya terus mengkritik dan menghina, sementara suaminya hanya diam, membiarkan Aisyah menanggung semuanya sendiri. Rasa sakit itu kian menyesakkan, membuat hatinya tergores semakin dalam tiap kali ia menyaksikan kekecewaan mereka yang tak kunjung berhenti."Aku tahu kamu dengar semuanya, Man," Bu Ratna me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 2. Cantik Setelah Bercerai

Bab 2. Cantik Setelah Bercerai"Bu Aisyah," salah seorang pria berjas hitam yang duduk di depannya angkat bicara. "Kami sudah mengatur semuanya sesuai perintah Anda. Rapat dengan dewan direksi akan dimulai besok pagi pukul sembilan. Apakah Anda ingin mengubah jadwal atau menambah permintaan?"Malam itu, mobil hitam melaju perlahan meninggalkan perkampungan kecil yang selama lima tahun menjadi tempat Aisyah mencoba bertahan. Perjalanan terasa sunyi, hanya suara roda yang berputar di atas aspal yang terdengar. Aisyah duduk diam di kursi belakang, tatapannya kosong, tetapi di dalam dadanya menyala sesuatu—amarah yang ia tahan selama bertahun-tahun kini mencari jalan keluar.Aisyah memandang pria itu dengan mata yang tajam, seolah menunjukkan sisi dirinya yang selama ini terkubur. "Tidak perlu. Pastikan semua berjalan sesuai rencana. Aku ingin ini selesai secepatnya.""Baik, Bu."Mobil berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit yang menjulang megah di pusat kota. Dengan gerakan anggu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 3. Pertemuan yang Membuka Luka

Bab 3. Pertemuan yang Membuka LukaArman maju beberapa langkah, mengabaikan kehadiran Farah yang mengekor di belakangnya. “Jangan main-main, Aisyah. Kamu datang ke sini untuk apa? Menguntitku? Atau kamu sengaja ingin mencari masalah?”Mata mereka bertemu. Ada luka yang tersembunyi dalam tatapan, tapi bibir Aisyah berhasil melengkung dalam senyum tipis yang dingin. “Aku di sini bukan urusanmu, Arman. Tidak perlu khawatir, lagipula ini kantor orang tua__""Pergilah, Aisyah. Jangan mempermalukan diriku." Arman memotong kalimat Aisyah yang belum selesai. Aisyah terpaksa mengatupkan kembali bibirnya. "Farah, sudah berusaha keras agar aku diterima bekerja di tempat ini. Jangan membuatku terlibat masalah karena dirimu!" Arman menuding. "Apa maksudmu?" Rasanya Aisyah ingin tertawa mendengar pernyataan konyol Arman. Bahkan saat wanita itu menoleh ke arah Farah, wajah wanita yang sudah merebut suaminya itu tampak congkak. "Kau benar-benar tidak tau apa-apa, Arman." Suara tawa Aisyah terdenga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 4. Pengungkapan yang Menggetarkan

Bab 4. Pengungkapan yang Menggetarkan"Apa yang kau icarakan, bodoh. Wanita macam apa yang berani mengklaim hal konyol seperti itu?" Suara tawa Farah menggema di pelataran kantor, memancing lebih banyak bisik-bisik dari kerumunan yang sudah berkumpul.Aisyah menelan rasa sakit di kakinya, berusaha keras untuk tetap berdiri dengan sisa tenaga yang ia miliki. Mata-mata penuh ejekan dari orang-orang di sekitarnya membuat dadanya terasa sesak."Berhenti menertawakanku!" Aisyah berteriak, suaranya pecah oleh emosi.Namun, bukannya berhenti, Farah justru melangkah mendekat dengan tatapan penuh cemooh. "Kau ini apa? Mau mencoba membuktikan sesuatu? Hei, lihatlah dirimu! Bahkan berjalan saja kau kesulitan."Aisyah menatap Farah dengan mata berkaca-kaca, namun tak ada air mata yang ia biarkan jatuh. "Kau pikir kau sudah menang, Farah?" katanya dengan suara gemetar.Arman menyeringai. "Kau sudah kalah, Aisyah. Jangan membuat dirimu semakin menyedihkan."Aisyah ingin melawan, tetapi rasa sakit d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

BAB 5. Manipulatif

Bab 5. ManipulatifFarah menggebrak meja kecil di ruangannya dengan keras. Suara hantaman itu memantul di dinding ruang kerja yang dihiasi lukisan abstrak berwarna gelap. Matanya memerah, napasnya tersengal, sementara dada naik-turun seperti sedang membakar emosi yang tak tertahan.“Kenapa dia selalu mendapatkan perhatian? Bahkan setelah semua penghinaan tadi, dia masih diperlakukan seperti seorang ratu!” Suaranya nyaring, menggema, hingga membuat Hendra, pamannya, yang duduk santai di sofa kulit hitam di sudut ruangan, menoleh dengan alis terangkat.Hendra hanya menyeringai kecil, seolah menikmati pemandangan kemarahan Farah. Ia mengangkat cangkir kopinya dengan gerakan tenang, menyeruput sedikit, lalu meletakkannya kembali di meja kecil di hadapannya. “Tenang, Farah. Tidak ada yang abadi. Bahkan perhatian seorang Hermawan bisa kita belokkan.”Farah menoleh tajam. Matanya menyipit, kilatan penuh rasa ingin tahu muncul di balik amarahnya. “Apa maksud Paman?” tanyanya, suaranya lebih r
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 6. Drama di Kantor

Bab 6. Drama di kantorMirna melangkah cepat keluar dari mobilnya, sepatu hak tingginya mengetuk lantai lobi kantor dengan ritme yang tegas. Tatapan matanya tajam, seolah menembus siapa pun yang berani menghalangi jalannya. Di tangannya, sebuah tas kulit mewah terayun ringan, kontras dengan atmosfer panas yang mulai terasa dari amarah yang ia pendam.Farah berdiri di sudut lobi, pura-pura terkejut melihat kedatangan Mirna yang mendadak. Ia segera melangkah mendekat dengan ekspresi cemas yang sudah dipoles sempurna. "Bu Mirna! Astaga, saya tidak menyangka Ibu akan datang langsung."Mirna menatap Farah dingin. "Bawa saya ke tempat suami saya sekarang."Farah menunduk, menunjukkan kesopanan palsu. "Tentu, Bu. Mari ikut saya." Ia memimpin jalan menuju ruang kerja Hermawan, sesekali melirik ke belakang untuk memastikan Mirna masih mengikutinya. Senyum kecil muncul di bibirnya—sangat tipis, tetapi penuh kemenangan.Di ruang kesehatan, Pak Hermawan berdiri dengan tangan di pinggang, berhadap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-04
Baca selengkapnya

Bab 7. Kemarahan Farah

Bab 7. Kemarahan FarahFarah melangkah masuk ke ruang kerjanya dengan penuh amarah. Tumit sepatu tingginya menghentak lantai marmer, suaranya menggema di sepanjang lorong. Begitu pintu tertutup, ia menatap Arman yang ada di belakangnya. "Arman!" serunya dengan nada tinggi. "Apa yang kau katakan waktu itu? Bahwa Aisyah hanya gadis sederhana yang tidak jelas asal-usulnya?"Arman tampak bingung sekaligus tegang mendengar nada Farah. "Farah, Tenang dulu—""Tenang?" Farah mendengus sinis, wajahnya memerah karena marah. "Kau pikir aku bisa tenang setelah ini? Kau tahu siapa Aisyah? Dia anak Pak Hermawan dan Bu Mirna! Kau sadar betapa bodohnya aku sekarang? Aku dan paman terancam di pecat!""Saat aku menikahinya, dia hanya gadis sederhana yang sangat mencintaiku. Bahkan wali nikahnya saja dulu ayahnya, dan itu lewat telepon. Aku tidak tahu apa-apa soal keluarganya." Ucapnya sambil mengingat -ingat. Farah melangkah mendekat, menatap Arman dengan penuh kekesalan. "Kau menikahi seorang wanita
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 8. Direktur Utama

Bab 8. Direktur UtamaSetelah Farah, Hendra, dan Arman meninggalkan ruangan, suasana di dalam menjadi sangat tegang. Aisyah berdiri mematung, matanya tertuju ke lantai, mencoba menghindari tatapan tajam dari Mama, ibu Mirna. Ibu Mirna melangkah mendekat, suaranya langsung menghentak. “Jadi, puas kamu sekarang? Sudah Mama bilang, Arman itu bukan pria yang pantas untukmu! Tapi apa? Kamu malah merajuk, melawan kami, bahkan rela menyembunyikan identitasmu demi pria itu! Sekarang apa yang kamu dapat, hah? Dibuang? Direndahkan?!”Aisyah hanya diam, menunduk lebih dalam. Tenggorokannya tercekat, tetapi ia tidak bisa membalas.Ibu Mirna, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Amarah dan kecewa terpancar dari setiap kata yang keluar. “Kamu itu pintar, kamu kaya, kamu punya segalanya, Aisyah. Tapi kamu malah memilih jadi lemah dan miskin demi pria seperti Arman. Demi cinta? Kamu kira cinta itu cukup?”“Mama...” Aisyah akhirnya berbisik, suaranya lirih. “ Dulu aku hanya ingin dicintai dengan tulu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 9. Fakta Yang Mengejutkan

Bab 9. Fakta yang MengejutkanSesampainya di rumah, Bu Mirna sudah menunggu mereka di ruang tamu, dengan secangkir teh di tangan dan ekspresi angkuh yang menjadi ciri khasnya. Ketika melihat Farah dan Arman masuk, dia segera meletakkan cangkirnya."Kalian sudah pulang?" tanya Bu Mirna dengan senyuman.Farah langsung duduk di sofa tanpa diundang, sementara Arman berdiri di dekat pintu, masih tampak ragu. "Bu," kata Farah pelan. Bu Mirna menaikkan alisnya. "Ada apa?"Sambil memegang lengan Bu Mirna, Farah mencondongkan sedikit wajahnya "Direktur utama perusahaan tempat saya bekerja adalah Aisyah. Mendengar nama itu, ekspresi Bu Mirna berubah seketika. Bibirnya mengerucut, dan matanya menyipit tajam. "Aisyah? Apa urusannya dia dengan perusahaanmu?"Farah menelan ludah sebelum menjawab. "Dia... direktur utama Amarta Group, Bu. Dan dia... anak keluarga Hermawan."Untuk beberapa detik, waktu seolah berhenti. Matanya membelalak, menatap Farah seperti tidak percaya. "Apa... apa kamu bilang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya

Bab 10. Langkah Pertama

Bab 10. Langkah Pertama Setelah pengumuman besar itu, suasana di ruang rapat perlahan kembali tenang. Namun, Aisyah dapat merasakan adanya sikap dingin yang terpendam pada beberapa anggota keluarga besar Amarta Group, terutama dari Farah dan Hendra. Mereka jelas tidak senang dengan keputusan ini, tetapi tidak ada seorang pun yang berani menentang Pak Hermawan secara langsung.Setelah pertemuan berakhir, para peserta mulai meninggalkan ruangan. Beberapa karyawan menghampiri Aisyah dan mengucapkan selamat dengan senyuman formal. Namun, dia tahu bahwa banyak dari mereka masih meragukan kemampuannya.“Selamat ya, Presiden Direktur,” sapa Farah dengan nada sinis saat mereka berpapasan di pintu keluar. "Tetapi jangan lupa, ini baru permulaan. Posisinya berat, dan tidak semua orang cukup kuat untuk mempertahankannya.”Aisyah menatap Farah sambil tersenyum tenang. "Terima kasih atas pengingatnya, Farah." Saya yakin bahwa dengan kerja keras dan dukungan tim, saya dapat melalui ini. Oh, dan te
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status