Bab 42. Tunangan PalsuRupanya Bella tidak menyerah begitu saja meskipun ia sudah berkali-kali ditolak Rendra. "Aku tidak yakin dia memiliki kekasih, bahkan sudah bertunangan. Itu pasti hanya alibinya saja untuk menjauhiku," gumamnya sebelum turun dari mobil mewahnya."Selamat pagi, Nona. Maaf Anda tidak diperkenankan masuk ke dalam perusahaan ini lagi," sapa resepsionis dengan ramah, begitu melihat Bella mulai melangkahkan kaki menuju tempat di mana Rendra berada."Heh! Anda siapa berani-beraninya mengatur saya?" skak Bella dengan nada angkuh."Saya hanya menjalankan tugas, Nona. Jika ingin bertemu silakan tunggu di sana." Resepsionis itu kemudian melakukan tugasnya yang lain.Bella melihat sekelilingnya, ada dua bodyguard yang berjaga di sana."Sialan sekali. Awas yah kamu Rendra. Semakin kamu jual mahal, semakin aku gencar ingin memilikimu."Bosan. Itulah yang sekarang Bella rasakan, ia memainkan gawainya. "Kalau bukan karena Rendra, aku tak sudi menunggu seperti ini."Sedangkan di
Bab 43. Konsekuensi Sebuah KebohonganBella mendengus kasar. Sungguh bukan ini yang ia harapkan. "Kamu jahat Rendra!" pekik Bella. "Dan kamu!" Tunjuknya pada Aisyah, "aku tidak yakin ternyata sekarang selera Rendra sepertimu. Sangat rendahan!" cibirnya lagi."Tutup mulutmu Bella, Anda tidak berhak menghakimi pilihan saya. Dan mulai sekarang saya harap Anda sadar diri dan menjaga sikap Anda terhadap saya!" jawab Rendra membuat Bella terdiam. "Silakan pergi sekarang juga, sebelum saya kehilangan kesabaran melihat tingkahmu yang sangat menyebalkan.""Rendra kam---""Pergi!" usirnya dengan cepat.Bella menatap sinis ke arah Aisyah, ia juga menghentak-hentakkan kakinya saat pergi dari hadapan mereka berdua."Hufttttttt ...." Rendra menghembuskan napas lega melihat kepergian Bella."Sudah selesai?" tanya Aisyah tiba-tiba mengejutkannya."Sepertinya sudah. Saya harap dia kapok setelah ini," jawabnya dengan wajah datar."Sampai lupa menawarkan Anda duduk." Rendra terkekeh pelan, kemudian ia
Bab 44. Rencana Penculikan AisyahFarah, Arman dan Hendra sedang berdiskusi di rumah Farah. Mereka semua merencanakan cara untuk menculik Aisyah. "Paman sudah yakin akan melakukan hal itu?" tanya Farah kembali memastikan."Apa kamu tidak yakin?" Hendra membalikkan pertanyaan itu pada keponakannya."Bukan begitu, Paman ... aku hanya takut ...." Farah terlihat cemas."Apa yang kamu takutkan, Sayang?" tanya Arman."Ahhh, lupakan saja. Aku setuju juga kok dengan usulan Paman. Jadi kapan kita akan melangsungkan rencana itu?""Lebih cepat lebih baik. Paman sudah sangat muak dengan tingkah dia, dan kalau kita menunda waktu memangnya kalian punya uang untuk membayar kerugian yang diminta wanita sialan itu?""Justru itu, Paman. Aku sangat tidak rela jika uang hasil jerih payahku diberikan begitu saja padanya.""Nah, betul itu. Jadi paman rasa, rencana ini harus berjalan dalam waktu dekat.""Aku setuju. Bila perlu kita harus turun tangan untuk menyiksa dia," ujar Arman menggebu-gebu. Arman adal
Bab1. BerceraiBu Ratna mendengus. "Rencana? Lima tahun adalah rencana? Kalau kamu nggak bisa kasih anak, mungkin suami kamu butuh... ya, bantuan dari orang lain."Malam itu di meja makan, Aisyah hanya bisa menunduk, berusaha menahan air mata yang menggumpal di pelupuk. Kata-kata Bu Ratna tadi terasa seperti belati yang terus-menerus menusuk hatinya. Sudah lima tahun dia mencoba segalanya demi impian memiliki anak, tapi usahanya seolah tak pernah cukup. Sementara di sekelilingnya, pandangan sinis dan tatapan tajam dari mertuanya tak henti menghakimi.Setiap bisikan dan lirikan dari mereka seperti menuntut penjelasan, seakan-akan kekurangannya adalah kesalahan yang tak termaafkan. Mertuanya terus mengkritik dan menghina, sementara suaminya hanya diam, membiarkan Aisyah menanggung semuanya sendiri. Rasa sakit itu kian menyesakkan, membuat hatinya tergores semakin dalam tiap kali ia menyaksikan kekecewaan mereka yang tak kunjung berhenti."Aku tahu kamu dengar semuanya, Man," Bu Ratna me
Bab 2. Cantik Setelah Bercerai"Bu Aisyah," salah seorang pria berjas hitam yang duduk di depannya angkat bicara. "Kami sudah mengatur semuanya sesuai perintah Anda. Rapat dengan dewan direksi akan dimulai besok pagi pukul sembilan. Apakah Anda ingin mengubah jadwal atau menambah permintaan?"Malam itu, mobil hitam melaju perlahan meninggalkan perkampungan kecil yang selama lima tahun menjadi tempat Aisyah mencoba bertahan. Perjalanan terasa sunyi, hanya suara roda yang berputar di atas aspal yang terdengar. Aisyah duduk diam di kursi belakang, tatapannya kosong, tetapi di dalam dadanya menyala sesuatu—amarah yang ia tahan selama bertahun-tahun kini mencari jalan keluar.Aisyah memandang pria itu dengan mata yang tajam, seolah menunjukkan sisi dirinya yang selama ini terkubur. "Tidak perlu. Pastikan semua berjalan sesuai rencana. Aku ingin ini selesai secepatnya.""Baik, Bu."Mobil berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit yang menjulang megah di pusat kota. Dengan gerakan anggu
Bab 3. Pertemuan yang Membuka LukaArman maju beberapa langkah, mengabaikan kehadiran Farah yang mengekor di belakangnya. “Jangan main-main, Aisyah. Kamu datang ke sini untuk apa? Menguntitku? Atau kamu sengaja ingin mencari masalah?”Mata mereka bertemu. Ada luka yang tersembunyi dalam tatapan, tapi bibir Aisyah berhasil melengkung dalam senyum tipis yang dingin. “Aku di sini bukan urusanmu, Arman. Tidak perlu khawatir, lagipula ini kantor orang tua__""Pergilah, Aisyah. Jangan mempermalukan diriku." Arman memotong kalimat Aisyah yang belum selesai. Aisyah terpaksa mengatupkan kembali bibirnya. "Farah, sudah berusaha keras agar aku diterima bekerja di tempat ini. Jangan membuatku terlibat masalah karena dirimu!" Arman menuding. "Apa maksudmu?" Rasanya Aisyah ingin tertawa mendengar pernyataan konyol Arman. Bahkan saat wanita itu menoleh ke arah Farah, wajah wanita yang sudah merebut suaminya itu tampak congkak. "Kau benar-benar tidak tau apa-apa, Arman." Suara tawa Aisyah terdenga
Bab 4. Pengungkapan yang Menggetarkan"Apa yang kau icarakan, bodoh. Wanita macam apa yang berani mengklaim hal konyol seperti itu?" Suara tawa Farah menggema di pelataran kantor, memancing lebih banyak bisik-bisik dari kerumunan yang sudah berkumpul.Aisyah menelan rasa sakit di kakinya, berusaha keras untuk tetap berdiri dengan sisa tenaga yang ia miliki. Mata-mata penuh ejekan dari orang-orang di sekitarnya membuat dadanya terasa sesak."Berhenti menertawakanku!" Aisyah berteriak, suaranya pecah oleh emosi.Namun, bukannya berhenti, Farah justru melangkah mendekat dengan tatapan penuh cemooh. "Kau ini apa? Mau mencoba membuktikan sesuatu? Hei, lihatlah dirimu! Bahkan berjalan saja kau kesulitan."Aisyah menatap Farah dengan mata berkaca-kaca, namun tak ada air mata yang ia biarkan jatuh. "Kau pikir kau sudah menang, Farah?" katanya dengan suara gemetar.Arman menyeringai. "Kau sudah kalah, Aisyah. Jangan membuat dirimu semakin menyedihkan."Aisyah ingin melawan, tetapi rasa sakit d
Bab 5. ManipulatifFarah menggebrak meja kecil di ruangannya dengan keras. Suara hantaman itu memantul di dinding ruang kerja yang dihiasi lukisan abstrak berwarna gelap. Matanya memerah, napasnya tersengal, sementara dada naik-turun seperti sedang membakar emosi yang tak tertahan.“Kenapa dia selalu mendapatkan perhatian? Bahkan setelah semua penghinaan tadi, dia masih diperlakukan seperti seorang ratu!” Suaranya nyaring, menggema, hingga membuat Hendra, pamannya, yang duduk santai di sofa kulit hitam di sudut ruangan, menoleh dengan alis terangkat.Hendra hanya menyeringai kecil, seolah menikmati pemandangan kemarahan Farah. Ia mengangkat cangkir kopinya dengan gerakan tenang, menyeruput sedikit, lalu meletakkannya kembali di meja kecil di hadapannya. “Tenang, Farah. Tidak ada yang abadi. Bahkan perhatian seorang Hermawan bisa kita belokkan.”Farah menoleh tajam. Matanya menyipit, kilatan penuh rasa ingin tahu muncul di balik amarahnya. “Apa maksud Paman?” tanyanya, suaranya lebih r
Bab 44. Rencana Penculikan AisyahFarah, Arman dan Hendra sedang berdiskusi di rumah Farah. Mereka semua merencanakan cara untuk menculik Aisyah. "Paman sudah yakin akan melakukan hal itu?" tanya Farah kembali memastikan."Apa kamu tidak yakin?" Hendra membalikkan pertanyaan itu pada keponakannya."Bukan begitu, Paman ... aku hanya takut ...." Farah terlihat cemas."Apa yang kamu takutkan, Sayang?" tanya Arman."Ahhh, lupakan saja. Aku setuju juga kok dengan usulan Paman. Jadi kapan kita akan melangsungkan rencana itu?""Lebih cepat lebih baik. Paman sudah sangat muak dengan tingkah dia, dan kalau kita menunda waktu memangnya kalian punya uang untuk membayar kerugian yang diminta wanita sialan itu?""Justru itu, Paman. Aku sangat tidak rela jika uang hasil jerih payahku diberikan begitu saja padanya.""Nah, betul itu. Jadi paman rasa, rencana ini harus berjalan dalam waktu dekat.""Aku setuju. Bila perlu kita harus turun tangan untuk menyiksa dia," ujar Arman menggebu-gebu. Arman adal
Bab 43. Konsekuensi Sebuah KebohonganBella mendengus kasar. Sungguh bukan ini yang ia harapkan. "Kamu jahat Rendra!" pekik Bella. "Dan kamu!" Tunjuknya pada Aisyah, "aku tidak yakin ternyata sekarang selera Rendra sepertimu. Sangat rendahan!" cibirnya lagi."Tutup mulutmu Bella, Anda tidak berhak menghakimi pilihan saya. Dan mulai sekarang saya harap Anda sadar diri dan menjaga sikap Anda terhadap saya!" jawab Rendra membuat Bella terdiam. "Silakan pergi sekarang juga, sebelum saya kehilangan kesabaran melihat tingkahmu yang sangat menyebalkan.""Rendra kam---""Pergi!" usirnya dengan cepat.Bella menatap sinis ke arah Aisyah, ia juga menghentak-hentakkan kakinya saat pergi dari hadapan mereka berdua."Hufttttttt ...." Rendra menghembuskan napas lega melihat kepergian Bella."Sudah selesai?" tanya Aisyah tiba-tiba mengejutkannya."Sepertinya sudah. Saya harap dia kapok setelah ini," jawabnya dengan wajah datar."Sampai lupa menawarkan Anda duduk." Rendra terkekeh pelan, kemudian ia
Bab 42. Tunangan PalsuRupanya Bella tidak menyerah begitu saja meskipun ia sudah berkali-kali ditolak Rendra. "Aku tidak yakin dia memiliki kekasih, bahkan sudah bertunangan. Itu pasti hanya alibinya saja untuk menjauhiku," gumamnya sebelum turun dari mobil mewahnya."Selamat pagi, Nona. Maaf Anda tidak diperkenankan masuk ke dalam perusahaan ini lagi," sapa resepsionis dengan ramah, begitu melihat Bella mulai melangkahkan kaki menuju tempat di mana Rendra berada."Heh! Anda siapa berani-beraninya mengatur saya?" skak Bella dengan nada angkuh."Saya hanya menjalankan tugas, Nona. Jika ingin bertemu silakan tunggu di sana." Resepsionis itu kemudian melakukan tugasnya yang lain.Bella melihat sekelilingnya, ada dua bodyguard yang berjaga di sana."Sialan sekali. Awas yah kamu Rendra. Semakin kamu jual mahal, semakin aku gencar ingin memilikimu."Bosan. Itulah yang sekarang Bella rasakan, ia memainkan gawainya. "Kalau bukan karena Rendra, aku tak sudi menunggu seperti ini."Sedangkan di
Bab 41. Rencana Jahat Hendra"Akhirnya aku bisa mengambil keputusan besar ini. Terima kasih Ya Tuhan karena engkau sudah mempermudah segala jalannya," gumam Aisyah pelan. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Padahal hari masih pagi, tapi masalah sudah muncul tanpa permisi."Aku sangat yakin ada dalang di balik semua kejadian ini. Tapi siapa?" Ia mencoba memejamkan matany sebentar untuk menghilangkan penat. Namun, belum sempat terpejam di luar sudah terdengar suara keributan antara Rani dan seseorang. Karena penasaran akhirnya Aisyah membuka pintu ruangannya."Maafkan saya, Bu. Pak Hendra sedari tadi memaksa bertemu Ibu, padahal saya sudah menjelaskan baik-baik Ibu sedang tidak bisa diganggu," jelas Rani."Tidak apa, Rani. Itu bukan salahmu," jawab Aisyah. "Silakan masuk Pak Hendra, barangkali ada hal penting yang ingin Anda sampaikan kepada saya," lanjutnya sambil membuka pintu lebih lebar lagi. Dengan angkuh Hendra melanglang masuk begitu saja."Anda tidak bisa berbuat seenaknya, Bu A
Bab 40. Pemecatan dan Pengungkapan"Apa, Paman?! Bagaimana bisa?" teriak Farah di ujung telepon.'Paman juga tidak tahu. Kamu lihat sendiri saja di media sosial,' ujar Hendra. Ya, ia memberi tahu Farah tentang video yang tersebar luas."Dasar brengsek! Paman lakukan sesuatu. Makin ke sini, dia semakin berbuat semaunya."'Kamu yakin pelakunya Aisyah?'"Kalau bukan dia lalu siapa lagi? Yang tahu video itu cuma dia seorang, Paman."'Baiklah. Besok pagi kita bicarakan hal ini. Jika benar dia, paman akan melaporkan tindakan ini pada papanya.'"Aku tidak mau tahu. Pokonya aku mau wanita sialan itu dipecat!" Klik! Farah mematikan telepon itu secara sepihak. Dengan segera ia membuka link yang diberikan Hendra, dan ternyata benar saja video itu sudah viral di mana-mana dan mendapatkan ribuan like dan komen."Akhhhhhh ... ini benar-benar gila! Bagaimana mungkin dalam hitungan menit seviral ini?!" teriak Farah. Sungguh ia sangat malu. "Apa yang akan terjadi selanjutnya. Akhhhhhhh ...." Ia melem
Bab 39. Aisyah dan Pusaran KonspirasiMeta berjalan dengan anggun menuju ruangan Aisyah. Namun, langkahnya harus terhenti ketika Rani menodongnya."Jangan bilang itu ulahmu juga, Bu Meta?" "Memangnya kenapa? Toh mereka selama ini jahat menghasut karyawan di sini. Aku tidak berbuat curang ataupun menuduh tanpa bukti. Semua yang aku perlihatkan pada mereka adalah sesuatu yang benar adanya.""Tapi, Bu. Saya merasa bersalah, karena saya yang mengirimkan video itu pada mereka.""Kamu tenang saja. Saya yang akan bertanggungjawab semuanya, karena kamu mengirimkan video itu atas saran saja. Sudah ya, saya mau ke ruangan Bu Aisyah dulu."Meta berlalu dari hadapan Rani, tak lupa ia mengetuk pintu ruangan Aisyah. Saat sudah terdengar suara pemilik ruangan mengizinkan masuk, Meta segera masuk dan duduk di depan Aisyah."Ada apa? Sepertinya terjadi keributan lagi?" tanya Aisyah."Begitulah, Bu. Semua karyawan di sini sudah mengetahui semua kebusukan mereka," jawab Meta dengan santai."Bagaimana
Bab 38. Vidio SkandalJam pulang kantor telah tiba. Semua karyawan telah pulang, tapi anehnya mereka tidak pulang ke rumah masing-masing melainkan berkumpul di depan pos satpam dengan tatapan yang sulit diartikan."Bu Meta, di luar ada apa rame-rame?" tanya Aisyah, melihat dari cctv."Saya tidak tahu, Bu.""Aduh ...," keluh Aisyah. "Apa ada gosip miring lagi tentang saya?" Wajahnya mulai terlihat cemas."Hmmm, baiknya Bu Aisyah tunggu di sini saja dulu. Biar saya pastikan ke depan." Meta memberikan usulan."Terima kasih, Bu Meta." Aisyah menghembuskan napas penuh kelegaan."Saya permisi dulu, Bu," pamit Meta keluar dari ruangan Aisyah.Di dalam ruangannya Aisyah terus memantau kerumunan orang-orang di luar. "Sampai kapan karyawan ini merubah sikap, supaya tidak mudah terprovokasi oleh gosip Ya Tuhan?" gumamnya mulai lelah melihat tingkah bawahnya yang mudah terbawa arus.****Farah dan Arman berjalan bergandengan tangan dengan sangat mesra, mereka memang terbiasa pulang terakhir. "Ma
Bab 37. Perubahan Sikap di Lingkungan Kerja. [Jangan melupakan janji temu kita. Sore nanti saya jemput.]"Aduh!" Aisyah menepuk jidatnya. Saking sibuknya mengurus masalah Arman dan Farah, ia sampai melupakan janjinya dengan Rendra.[Kita mau ke mana?] Aisyah membalas pesan itu.[Bertemu dengan wanita yang mengejar-ngejar aku. Ingat misi kita.]"Ya Allah ... bagaimana ini?" Mendadak Aisyah menjadi panik, ia tidak mungkin tampil biasa saja. "Dia pasti menginginkan aku tampil beda, tapi ...'' Aisyah mengigit kukunya.[Jam berapa acaranya?][Jam 3 sore aku jemput.]"Tidak! Satu jam lagi dong. Aduh!" Aisyah langsung panik banget. "Aku belum nyalon, belum memilih baju, belum ... ahhh, aku tidak bisa prepare dalam waktu satu jam."[Dua jam ya. Aku perlu bersiap-siap dulu.] Aisyah mencoba bernegosiasi pada Rendra.[Tidak bisa. Satu jam lagi aku sudah sampai di kantormu.]"Astaghfirullah. Rani, ahh, iya, Rani." Aisyah setengah berlari keluar memanggil Rani."Ada apa, Bu. Kenapa Ibu panik sep
Bab 36. Sistem Keamanan"Dasar bodoh!" Hendra memaki Arman dan Farah. Saat ini ketiganya sudah berada di ruangan Hendra. "Apa yang kalian pikirkan.Hah?""Paman, maafkan aku," ujar Farah terisak pilu."Kalau sudah seperti ini kalian bisa apa? Kamu juga Arman, harusnya sebagai laki-laki kamu bisa menahan nafsumu.""Tapi Farah yang sudah menggoda saya, Paman." Arman membela diri, ia tak ingin disalahkan sendiri."Kalian berdua sama-sama bodoh.""Paman maafkan aku," rengek Farah."Sudahlah, untuk ke depannya kalian lebih wasapada lagi.""Baik, Paman," jawab Farah dan Arman secara bersamaan. "Paman, aku ingin kita melakukan sesuatu.""Sesuatu apa, Farah?!""Kita laporkan saja tindakan ini ke polisi, Paman. Ini kan sudah termasuk pencemaran nama baik dan juga melanggar kode etik privasi orang lain.""Kamu pikir polisi sebodoh itu? Kalian melakukan hal gila itu di ruangan kantor di jam kantor dan juga Arman__" Hendra menjeda ucapannya. "Kalau sampai kasus ini tembus ke polisi, kalian berdua