Hajatan di Rumah Ibu

Hajatan di Rumah Ibu

last update최신 업데이트 : 2025-03-17
에:  Lia Scorpio방금 업데이트되었습니다.
언어: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
평가가 충분하지 않습니다.
6챕터
8조회수
읽기
서재에 추가

공유:  

보고서
개요
목록
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.

Aku dan ketiga anakku hanya bisa memandang dari kejauhan, melihat hajatan aqiqah mewah di rumah Ibu. Aroma gulai kambing, menu primadona di hajatan itu, tercium samar-samar hingga ke tempat kami berdiri. Tapi, hanya aroma. Tak ada piring, tak ada undangan, hanya jarak yang memisahkan. Padahal, aku adalah anak kandung Ibu. Anak sulung dari empat bersaudara. Namun, di saat acara penting seperti ini, kenapa aku malah diasingkan? Yang lebih menyakitkan, aku bahkan baru tahu tentang hajatan itu dari tetangga yang kebetulan baru pulang dari rumah Ibu.

더 보기

최신 챕터

무료 미리보기

Bab 1

"Tah, kok masih dekil aja?" Suara Bu Marni memecah keheningan pagi ini, menyelinap masuk ke telingaku tanpa permisi. Aku baru saja selesai menyapu halaman depan rumah, berniat merapikan tempat yang akan kujadikan kedai kecil. Tapi, seperti biasa, kata-kata pedas Bu Marni lebih cepat datang daripada niat baik orang lain. Aku hanya bisa menarik napas panjang, mencoba menenangkan hati. "Masih pagi, Bu," jawabku singkat, tanpa menatapnya. Seakan tidak peduli dengan reaksi dinginku, Bu Marni justru mendekat. Tangannya terangkat, menunjukkan kantong plastik bening berisi gulai kambing yang masih panas.. “Nih, lihat! Saya bawa gulai kambing,” Mataku beralih pada plastik itu. Isinya memang gulai kambing, lengkap dengan minyak yang tampak mengkilap di permukaan kuahnya. Aromanya mulai tercium samar. Namun, aku tidak bertanya, tidak juga berkomentar. “Kamu nggak ke rumah Ibumu?” Bu Marni bertanya, nadanya seperti menyindir. “Saya baru pulang dari sana, nih. Dikasih ini. Di sana lagi ada ...

동시간 재미 밌는 책

독자들에게

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

댓글

댓글 없음
6 챕터
Bab 1
"Tah, kok masih dekil aja?" Suara Bu Marni memecah keheningan pagi ini, menyelinap masuk ke telingaku tanpa permisi. Aku baru saja selesai menyapu halaman depan rumah, berniat merapikan tempat yang akan kujadikan kedai kecil. Tapi, seperti biasa, kata-kata pedas Bu Marni lebih cepat datang daripada niat baik orang lain. Aku hanya bisa menarik napas panjang, mencoba menenangkan hati. "Masih pagi, Bu," jawabku singkat, tanpa menatapnya. Seakan tidak peduli dengan reaksi dinginku, Bu Marni justru mendekat. Tangannya terangkat, menunjukkan kantong plastik bening berisi gulai kambing yang masih panas.. “Nih, lihat! Saya bawa gulai kambing,” Mataku beralih pada plastik itu. Isinya memang gulai kambing, lengkap dengan minyak yang tampak mengkilap di permukaan kuahnya. Aromanya mulai tercium samar. Namun, aku tidak bertanya, tidak juga berkomentar. “Kamu nggak ke rumah Ibumu?” Bu Marni bertanya, nadanya seperti menyindir. “Saya baru pulang dari sana, nih. Dikasih ini. Di sana lagi ada
last update최신 업데이트 : 2025-03-04
더 보기
Bab 2
Baru saja aku melangkah masuk ke dalam rumah, pandanganku langsung tertuju pada ketiga anakku yang sudah berpakaian rapi. Mereka tampak bersiap dengan penuh semangat. Meski pakaian mereka jauh dari kata mahal atau bagus, setidaknya masih layak untuk dipakai. Namun, di mataku, mereka selalu tampak istimewa, apa pun yang mereka kenakan. "Mau ke mana?" tanyaku, menghampiri mereka. "Ibu lupa? Kita kan mau ke rumah Nenek? Ayo, Bu!" sahut Ami, si bungsu, sambil menarik tanganku, begitu antusias. Aku terdiam sesaat. Apa yang harus kukatakan? Haruskah aku menjelaskan pada mereka bahwa kami tidak diundang? Tapi, bagaimana nanti perasaan mereka jika tahu kebenarannya? "Bu, ayo!" seru Malik, membuyarkan lamunanku. Aku menatap ketiganya. Wajah penuh harap itu membuatku tidak tega mengecewakan mereka. Akhirnya, dengan berat hati, aku mengangguk pelan. "Ibu ganti pakaian dulu." Langkahku terasa berat saat berjalan menuju kamar kecil yang tidak berpintu, hanya ditutupi tirai lusuh yang s
last update최신 업데이트 : 2025-03-04
더 보기
Bab 3
Kami pulang dengan langkah berat, membawa rasa sesak di dada yang tak terlukiskan. Terik matahari yang membakar kulit seperti tak ada artinya dibandingkan panas amarah dan kecewa yang mendidih di dalam hati. Bukannya sambutan hangat yang aku dapatkan, justru hinaan yang aku terima. Hinaan dari adik kandungku sendiri, yang seharusnya memahami seperti apa perjuanganku selama ini. Setibanya di rumah, aku segera mengajak anak-anakku duduk di lantai yang beralaskan tikar anyaman. Kaki-kaki kecil mereka terlihat lelah, tapi wajah mereka tetap berusaha menunjukkan senyum. "Bu, kok Paman Ramli mendorong Kak Adnan?" tanya Ami, dengan polosny. Matanya menatapku, lalu beralih ke Adnan yang duduk di sampingnya. Aku menoleh ke arah Adnan. Putra sulungku yang baru berusia sebelas tahun itu hanya bisa tersenyum kecil, memaksakan ekspresi yang terlihat kuat di depan adik-adiknya. "Jangan dipikirkan, Mi!" ujarnya pelan, sambil mengusap kepala Ami dengan lembut. Nada suaranya terdengar tenang, ta
last update최신 업데이트 : 2025-03-04
더 보기
Bab 4
Aku bangkit dan melangkah menuju pintu, membuka dengan perlahan. Di depan sana, berdiri seorang perempuan yang begitu kukenal. Sari, istri adik kandungku, Ramli. "Sari? Ada apa?" tanyaku, berusaha menjaga nada suaraku tetap biasa saja. Dia tersenyum tipis, tapi ada ekspresi sinis yang jelas terlihat di wajahnya. "Eh, Kak Sitah. Ini, Kak. Aku bawain sesuatu. Mas Ramli bilang Kakak tadi sempat datang ke rumah Ibu. Pasti mau cari makan gratis, ya?" katanya tanpa basa-basi. Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa. Tapi, dia terus melanjutkan, seolah tak peduli dengan reaksiku. "Karena itu Mas Ramli minta aku bawain ini. Bukan gulai kambing, sih, seperti yang Kakak bayangkan. Cuma nasi putih yang lebihan. Soalnya gulai kambingnya sudah habis Ibu bagi-bagi ke tamu dan tetangga," Dengan cepat dia menyodorkan kantong plastik kecil itu ke tanganku. Aku ingin menolak, tapi dia memaksa, menyelipkan bungkusan itu ke tanganku dengan tergesa. "Terima aja, Kak! Lumayan buat ganjel perut ana
last update최신 업데이트 : 2025-03-04
더 보기
Bab 5
Subuh hari, setelah memastikan semua kebutuhan sekolah ketiga anakku lengkap, aku segera berpamitan pada Adnan dan Malik. Mereka baru saja pulang dari mushola setelah menunaikan sholat subuh berjamaah. Wajah mereka masih terlihat segar, meski udara pagi sangat dingin menusuk. “Mau ke mana sepagi ini, Bu?” tanya Adnan, menatapku yang tengah bersiap dengan raut wajah penasaran. “Ibu ada kerjaan, Nan. Mau bantu Bu Santi di ladang. Katanya mau panen jagung. Jadi Ibu harus bantu nyiapin perlengkapannya dulu di rumah,” sahutku sambil melilitkan selendang ke bahu untuk menghalau dingin. “Oh, ke kebun jagung Bu Santi? Ibu lama di sana?” Malik ikut bertanya. “Belum tahu, Mal. Tapi, kalau kalian sudah pulang sekolah, dan Ibu masih belum pulang, susul saja ke kebun jagung!” Pesanku sambil mengusap kepala mereka. Keduanya mengangguk patuh. Aku tahu mereka anak-anak yang baik dan pengertian. “Nan, tolong bantu Ami bersiap ke sekolah nanti, ya! Ibu minta tolong. Oh iya, tadi Ibu sudah bikin
last update최신 업데이트 : 2025-03-04
더 보기
Bab 6
“Bu Kasmi, beli berasnya lima kilo, ya,” ucapku saat mampir ke warung sembako sepulang dari rumah Bu Santi.Ketiga anakku berdiri tidak jauh dariku. Mereka mengobrol pelan, mungkin membicarakan hal-hal kecil yang mereka temui di jalan tadi.“Tumben beli lima kilo, Tah? Habis dapat rezeki nomplok dari ibumu tempo lalu, ya?” tanya Bu Kasmi sambil sibuk menimbang beras.Keningku berkerut mendengar pertanyaan itu. Rezeki nomplok dari mana? Aku tak tahu apa yang Bu Kasmi maksud. Memangnya ibu ada bagi-bagi uang?“Saya baru pulang dari rumah Bu Santi, Bu Kasmi. Habis bantu panen jagung,” jawabku mencoba menjelaskan.“Oalah… bantu panen jagung Bu Santi? Saya kira dapat dari Ibu Fatma. Soalnya pas acara hajatan aqiqah kemarin, sebelum acaranya dimulai, ibu kamu itu manggil anak-anak yatim. Terus dikasih amplop. Anaknya Bu Sairi saja dapat seratus ribu, katanya,” ujar Bu Kasmi santai sambil merapikan beras ke dalam bungkusan.Aku terdiam. Ibu membagi-bagikan uang kepada anak-anak yatim? Tapi,
last update최신 업데이트 : 2025-03-17
더 보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status