Fara Kinara (32) menjalani kehidupan pernikahan yang tampak sempurna bersama suaminya, Damian (35). Selama dua tahun, mereka berbagi kebahagiaan dan saling mendukung. Namun, di balik keharmonisan itu, Fara merasa ada kekosongan yang tidak bisa diabaikan. Kehidupan ranjang mereka mulai terasa monoton, dan meskipun telah mencoba mencari solusi melalui konseling dengan psikolog, masalah tersebut tetap tak terselesaikan. Ketegangan dalam rumah tangga Fara semakin memuncak saat seorang tetangga baru, Juan (28), pindah ke lingkungan mereka. Dengan penampilan yang cenderung nerd dan kaca mata yang menyembunyikan ketampanannya, Juan awalnya tidak terlalu mencuri perhatian. Namun, satu hal yang membuat Fara sulit mengalihkan pandangan adalah sesuatu yang menonjol di balik celana pria itu. Rasa bosan dan hasrat terpendam mendorong Fara untuk melakukan berbagai cara agar bisa mendekati Juan, meskipun ia sadar tindakannya berisiko besar. Di sisi lain, pernikahannya dengan Damian berada di ambang kehancuran. Fara kini terjebak di antara keinginan yang membara dan kenyataan pernikahan yang mulai retak. Apakah Fara akan mampu menyelamatkan rumah tangganya, ataukah ia akan menyerah pada godaan yang mengguncang hidupnya?
View MoreDamian telah tertidur pulas, sementara Fara masih terjaga dalam kegelapan kamar. Matanya menatap langit-langit tanpa benar-benar melihat apa pun. Ada perasaan mengganjal dalam dadanya, perasaan yang sejak tadi berusaha ia abaikan, tapi tetap mendesak untuk diakui.Ia membalikkan badan, mencoba mencari posisi nyaman, tetapi tetap saja gelisah. Napasnya berat, pikirannya terus berputar seperti kaset yang diputar ulang.Akhirnya, dengan gerakan pelan agar tidak membangunkan Damian, Fara bangkit dari tempat tidur. Ia menyambar jaket tipis, kemudian melangkah keluar kamar. Rumah terasa sunyi, hanya terdengar dengkuran halus dari Damian yang seakan menjadi bukti bahwa hanya dia yang tersiksa oleh pikirannya sendiri.Tanpa ragu, Fara berjalan menuju garasi, mengambil sepeda listrik yang selama ini jarang ia gunakan. Udara malam m
Begitu mobil berhenti di garasi, Fara segera membuka pintu dan turun tanpa menunggu Damian. Ia melangkah cepat ke dalam rumah, berusaha menghindari pembicaraan yang masih menggantung di udara. Namun, Damian tidak membiarkannya begitu saja. Ia menyusul ke dalam, menutup pintu dengan lembut, lalu mendekati istrinya yang kini berdiri di ruang tengah, memunggunginya.“Fara,” suara Damian terdengar tenang tapi sarat dengan ketegasan. “Dengar aku dulu.”Fara mengusap wajahnya dengan kasar, menahan isakan yang ingin pecah. “Aku lelah, Damian. Aku nggak mau mendengar alasanmu lagi.”“Tapi kamu harus dengar.” Damian berjalan mendekat dan berdiri di belakangnya. “Aku ngerti kamu sakit hati karena omongan Mama tadi. Aku tahu kamu ingin membuktikan sesuatu. Tapi Fara, kita nggak bis
Damian meraih tangan Fara yang gemetar di pangkuannya, mencoba menenangkannya. Mata istrinya masih berkaca-kaca, bibirnya terkatup rapat seolah menahan emosi yang nyaris meluap. Damian tahu betul bagaimana perasaan Fara saat ini—terluka, terhina, dan mungkin juga kecewa.“Fara…” suaranya pelan, penuh kehati-hatian.Fara menggeleng, berusaha menarik tangannya dari genggaman Damian, tapi suaminya menahannya. “Jangan dengarkan omongan Ibu,” lanjut Damian. “Dia nggak punya hak buat ngomong kayak tadi.”Tapi Fara hanya menunduk, air matanya jatuh ke pangkuannya. “Kamu dengar sendiri, kan?” suaranya nyaris berbisik. “Dia bilang aku nggak berguna sebagai istri karena aku nggak bisa kasih kamu anak.”Damian menghela n
Halimah menatap Damian dengan ekspresi tidak puas, tapi akhirnya menghela napas dan memilih diam.Namun, Fara bisa merasakan ketidaksetujuan mertuanya. Bagi Halimah, seorang istri yang sudah menikah selama lebih dari dua tahun tapi belum memberikan cucu adalah sesuatu yang patut dipertanyakan.Di sisi lain, Hartono—ayah Damian—yang sedari tadi lebih banyak diam akhirnya bersuara."Kalian tidak perlu terburu-buru," katanya dengan suara berat namun tenang. "Setiap pasangan punya waktunya masing-masing. Asal kalian bahagia, itu sudah cukup."Damian tersenyum tipis, sedikit lega karena setidaknya ayahnya tidak ikut menekan mereka.Namun, sebelum suasana benar-benar kembali santai, Halimah tiba-tiba b
Fara menatap bayangannya di cermin, menghela napas panjang sebelum merapikan blus sutra yang ia kenakan. Meski sudah berusaha tampak rapi, matanya tetap terlihat lesu, seakan ada beban yang terus menghimpit dadanya.Damian yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya, perlahan mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggang Fara. Ia mengecup pelan puncak kepala istrinya, suaranya lembut ketika berbisik, "Semua akan baik-baik saja."Fara hanya tersenyum tipis. Ia ingin percaya, ingin berpikir bahwa malam ini akan berlalu tanpa insiden, tanpa komentar yang menekan, tanpa tatapan yang menusuk. Namun, pengalaman selama ini mengajarinya untuk tidak berharap terlalu banyak.Mereka tiba di restoran tepat waktu. Cahaya keemasan dari lampu gantung memberikan kesan elegan pada ruangan. Pelayan berseragam hitam putih berjalan dengan anggun, menyajikan hidangan kepada tamu-tamu istimewa.Di sebuah meja besar, keluarga besar Damian sudah berkumpul.Halimah, mertuanya, duduk anggun di samping suamin
Setelah kepergian Juan, Fara masih berdiri di dekat pintu, jemarinya memainkan ujung kaosnya tanpa sadar. Jantungnya masih berdebar pelan, mengingat tatapan Juan sebelum pria itu pergi terburu-buru."Kenapa dia mendadak jadi aneh begitu?" pikirnya.Fara menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya sendiri. Ia harus berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak. Ini bukan pertama kalinya ia bertemu Juan, tapi entah kenapa kali ini rasanya berbeda.Saat malam tiba, Damian pulang kerja lebih awal dari biasanya. Fara yang tengah sibuk di dapur mendengar suara langkah kaki suaminya mendekat."Hei," sapa Damian sambil mencium keningnya sekilas sebelum duduk di meja makan.Fara tersenyum kecil. "Tumben cepat pulang?""Rapatnya selesai lebih cepat," jawab Damian sambil membuka kancing kerah bajunya. Ia lalu m
Fara mendorong troli perlahan di antara rak-rak supermarket, matanya menyapu deretan barang yang tersusun rapi. Ia hanya berniat membeli beberapa kebutuhan dapur, tapi tanpa sadar, daftar belanjaannya bertambah panjang.Saat hendak mengambil sekotak susu, suara familiar menyapanya dari samping. "Kamu lagi borong persediaan sebulan?"Fara menoleh cepat. Juan berdiri di sana, masih dengan penampilan uniknya—kemeja sedikit kebesaran dengan jaket hitam yang tampak tidak serasi, dan rambut acak-acakan seolah baru bangun tidur. Namun, berbeda dari sebelumnya, kali ini ekspresinya lebih ramah.Fara menghela napas. "Nggak juga, cuma… kayaknya aku terlalu impulsif kalau belanja."Juan melirik isi troli yang sudah cukup penuh. "Jelas banget. Kalau kamu butuh saran, aku bisa bantu milihin. Aku lumayan ngerti soal bahan makanan."Fara tersenyum tipis. "Boleh juga."Mereka mulai berjalan beriringan, memilih sayur dan buah dengan lebih selektif. Juan sesekali memberikan komentar tentang kualitas pro
Fara yang tersipu malu hanya bisa tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Dengan langkah sedikit terburu-buru, ia berjalan menuju kasir terlebih dahulu, sementara Juan mengikuti dari belakang.Di meja kasir, Juan dengan cekatan melayani pembayaran Fara. Tangannya dengan luwes memasukkan croissant cokelat ke dalam kantong kertas, lalu menyerahkannya dengan senyum tipis yang masih menghiasi wajahnya. “Ini pesanannya. Semoga suka,” ujarnya dengan suara hangat.Fara menerima kantong roti itu dengan hati yang masih berdebar. “Terima kasih,” ucapnya pelan, lalu segera berbalik sebelum kegugupannya semakin terlihat. Kiara yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka, hanya menahan tawa geli sebelum akhirnya ikut melangkah keluar dari toko.Saat mereka berjalan pulang, Kiara tak bisa menahan diri untuk menggoda sahabatnya. “Astaga, Fara, tadi itu apa?” tanyanya sambil menyeringai, matanya berbinar penuh rasa jahil.
Kiara tiba di rumah Fara dengan wajah penuh antusias, matanya bersinar cerah. "Ayo ikut aku! Ada toko roti baru di dekat kompleks, katanya enak banget!" serunya tanpa basa-basi, suaranya riang dan penuh semangat.Fara yang sedang bersantai di sofa mengernyit, memandang sahabatnya yang begitu bersemangat. "Toko roti? Kenapa tiba-tiba?" tanyanya dengan nada bingung, tak tahu harus menanggapi bagaimana."Ya, penasaran aja! Lagian kamu juga lagi nganggur kan? Ayo, jangan banyak alasan!" Kiara menjawab cepat, menarik tangan Fara dengan penuh semangat, memaksanya bangkit dari tempat duduknya.Dengan sedikit keluhan dan senyum terpaksa, Fara akhirnya mengikutinya. Mereka berjalan santai menuju toko roti yang baru buka beberapa minggu lalu. Suasana pagi yang cerah membuat langkah mereka ringan, dan tidak lama setelah itu, mereka pun tiba di depan toko yang kecil namun terlihat hangat. Saat melangkah masuk, aroma roti yang baru matang langsung menyambut mereka. Udara di
Fara Kinara duduk di tepi ranjang, matanya memandangi langit Jakarta yang terhampar luas, dipenuhi bintang-bintang yang samar, seolah ikut merasakan kesepiannya. Malam ini terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun kota itu tak pernah tidur.Lampu-lampu kota memantulkan cahaya lembut, namun tidak cukup untuk menerangi perasaannya yang semakin gelap. Suaminya, Damian, baru saja selesai dengan rapat panjang yang memakan hampir seluruh waktunya.Namun, ketika dia kembali ke rumah, ia tidak terlihat sedikit pun meluangkan waktu untuk Fara. Fara merasa terabaikan, meskipun di dalam ruangan yang sama, di dalam rumah yang sama."Damian..." suara Fara terdengar lembut, hampir seperti bisikan, berharap suaminya akan mendengarnya.Namun, Damian tetap terfokus pada laptopnya, jari-jarinya cepat mengetik, tampaknya sibuk dengan pekerjaan yang tak ada habisnya. "Sebentar, Fara. Aku hampir selesai," jawabnya tanpa mengangkat wajah, suaranya terdengar datar, seperti bia...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments