Share

Janji Palsu

Penulis: Mikairin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-05 21:57:11

Tak berselang lama, Damian keluar dari kamar dengan pakaian rapi, mengenakan jas hitam yang tampak terlipat sempurna dan kemeja putih yang terlihat baru saja disetrika. Fara yang masih duduk di sofa memandangi suaminya dengan ekspresi bingung dan kesal. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Damian yang tiba-tiba berubah begitu cepat.

Damian merapikan kemejanya, seolah tidak merasa ada yang salah. Namun, Fara yang memandangi langkahnya tidak bisa menahan perasaan kecewanya. Ia berdiri dan menatap Damian dengan tatapan yang cukup tajam, matanya menyiratkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.

"Mau kemana?" tanyanya dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya, suaranya terdengar penuh rasa kecewa, meskipun ia berusaha mengontrol emosi.

Damian menoleh ke arah Fara, terlihat sedikit terkejut dengan nada suara Fara. "Ada masalah dengan pabrik yang ada di Surabaya," jawab Damian singkat, suaranya datar namun terkesan terburu-buru. Ia berusaha merapikan jasnya seolah itu bisa menutupi kekacauan yang sedang terjadi dalam pikirannya.

Fara mengernyitkan dahi, tatapannya semakin tajam. "Surabaya?" ucapnya, suara Fara terasa seperti mengulang dengan ketidakpercayaan yang semakin menebal. "Kenapa sekarang? Setelah kita baru saja berbicara tentang ini? Bukankah kamu janji akan lebih memperhatikan aku, Damian?"

Damian merasakan sebuah ketegangan baru di udara, namun ia berusaha tetap tenang. "Fara, ini penting. Ini tentang operasional pabrik, aku harus segera pergi," jawabnya, mencoba menjelaskan dengan nada yang tenang. Tetapi semakin ia berbicara, semakin Fara merasa kata-kata itu hanyalah alasan yang tidak cukup untuk menutupi rasa kecewa yang menghimpit hatinya.

Fara berdiri tegak, dengan wajah yang terlihat tegang dan sedikit merah karena menahan amarahnya.

“Bukankah sekarang terlalu malam untuk keluar kota? Ini bukan cara kamu buat melarikan diri dari masalah, kan?” ucap Fara dengan suara yang sedikit meninggi, matanya menatap tajam ke arah Damian. Ia merasa seperti sebuah pintu yang tertutup rapat setiap kali suaminya pergi, dan malam ini rasanya ia ingin benar-benar tahu apa yang ada di balik semua alasan yang diberikan Damian.

Damian terdiam sejenak, wajahnya berubah menjadi cemas. Ia tahu, saat itu, bahwa Fara sudah tidak bisa lagi menahan perasaannya. Suasana yang semula tenang kini terasa tegang, dan ia merasakan ada jarak yang semakin lebar di antara mereka. Ia sudah terbiasa dengan pekerjaan yang menyita waktunya, tapi kali ini, ia tahu bahwa Fara tidak hanya berbicara tentang keberangkatannya ke Surabaya. Ia berbicara tentang perasaan yang sudah lama terabaikan.

"Fara, aku tidak melarikan diri," kata Damian, berusaha mempertahankan ketenangannya. “Ini masalah dengan pabrik yang harus diselesaikan secepatnya. Kamu tahu ini bukan hal yang bisa ditunda.”

Fara memutar matanya, tidak percaya dengan jawaban itu. "Masalah dengan pabrik? Itu alasan yang sudah sering kamu pakai, Damian. Bukankah kamu tahu betapa aku merasa ditinggalkan setiap kali kamu pergi begitu saja? Apakah kamu benar-benar merasa ini penting untuk dilakukan sekarang? Bukankah kita sudah janji untuk lebih sering bersama?"

Fara merasa semakin sakit hati mendengar kata-kata Damian. "Sudah berapa kali aku mendengar kata-kata itu? Bahwa kamu akan lebih perhatian, lebih hadir... tapi kenyataannya, aku hanya menunggu setiap kali kamu pergi."

Damian terdiam, matanya memandang Fara yang membelakanginya. Ia tahu apa yang dirasakan Fara. Ia tahu betapa seringnya ia melanggar janji-janji yang sudah diucapkannya. Dalam pikirannya, ia terjebak di antara kewajibannya sebagai seorang suami dan pekerja yang harus selalu siap sedia. Namun, ia tahu bahwa tidak ada pekerjaan yang seharusnya lebih penting dari keluarga, apalagi istrinya.

"Fara, ini bukan berarti aku tidak peduli padamu," kata Damian, langkahnya mendekat sedikit. "Aku... aku hanya mencoba untuk mengatur semuanya. Aku ingin kamu nyaman, aku ingin kita baik-baik saja."

Fara memutar tubuhnya dengan cepat, wajahnya penuh dengan kekecewaan. "Kenapa kamu selalu mengatakan itu? Aku ingin kamu hadir, Damian. Aku ingin merasakannya, bukan hanya mendengarnya. Aku sudah capek menunggu kamu. Setiap kali kamu pergi, aku merasa semakin tidak ada di dalam hidupmu. Aku ingin kita saling berbagi, bukan saling menghindar, Damian!"

Suara Fara semakin serak, emosinya hampir meledak, namun ia menahannya dengan kuat. Damian hanya berdiri diam, merasa terperangkap antara keinginan untuk menyelesaikan pekerjaannya dan kebutuhan untuk memperbaiki hubungan mereka. "Fara, aku tahu aku banyak salah. Tapi kamu harus percaya, aku tidak pernah berniat meninggalkanmu begitu saja."

Fara menghela napas panjang, matanya yang mulai basah dengan air mata menatap Damian. "Percaya? Apa yang harus aku percayai, Damian? Kata-kata yang selalu terucap tapi tak pernah ada tindakannya? Apa yang bisa aku harapkan lagi dari kamu?"

Damian merasakan dadanya sesak. Kata-kata Fara begitu dalam menusuk hatinya, lebih tajam daripada apapun yang pernah ia dengar sebelumnya. Setiap kalimat terasa seperti cambukan yang mengingatkannya betapa selama ini ia gagal memahami perasaan Fara. Ia tahu bahwa ia telah terlalu lama mengabaikan wanita yang telah mendampinginya, dan kini ia merasa terperangkap oleh kenyataan itu.

"Iya, aku memang sering mengabaikanmu. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, terlalu terfokus pada hal lain," kata Damian pelan, suara penuh penyesalan. "Aku salah, Fara. Dan aku ingin berubah. Aku janji akan lebih memperhatikan kita, lebih hadir dalam hidupmu."

Fara menatapnya dengan tatapan kosong, seolah tidak tahu lagi harus percaya apa. "Janji lagi?" tanyanya, hampir tertawa pahit. "Kamu selalu berjanji, Damian. Tapi janji-janji itu tidak pernah bisa mengubah apapun, tidak bisa menghapus rasa kecewaku. Aku tidak bisa terus menunggu perubahan yang tidak pernah datang."

Damian merasa hatinya hampir patah mendengar kata-kata itu. Ia tahu bahwa setiap janji yang ia ucapkan sudah kehilangan maknanya di mata Fara. "Aku benar-benar ingin berubah, Fara. Aku tidak ingin kita terus seperti ini. Aku akan berusaha lebih baik. Aku akan membuktikan itu, meskipun aku tahu kata-kata ini tidak cukup untuk menyembuhkan luka yang aku buat."

Fara menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh. "Aku tidak tahu lagi, Damian," jawabnya dengan suara hampir tak terdengar. "Aku sudah terlalu lelah berharap. Aku sudah terlalu sering mendengar janji, tapi tidak pernah ada perubahan. Aku tidak bisa terus merasa seperti ini."

Damian merasa seolah ada dinding yang semakin tinggi di antara mereka. Ia ingin meraih Fara, memeluknya, namun ia tahu itu tidak akan menyelesaikan masalah. Fara membutuhkan lebih dari sekadar pelukan atau kata-kata. Ia membutuhkan perubahan nyata, sesuatu yang membuktikan bahwa Damian tidak akan lagi mengabaikannya.

Setelah beberapa saat hening, Fara akhirnya berkata dengan suara yang lebih tenang, meskipun hatinya terasa hancur. "Pergilah, Damian. Tapi ingat, aku tidak akan selalu ada menunggumu. Aku butuh lebih dari apa yang kamu berikan selama ini."

Damian terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Ia menatap Fara, mencoba menyampaikan perasaan yang membebaninya, namun kata-kata itu tetap terbungkam. Dengan langkah berat, ia menuju pintu, meskipun hatinya merasa hancur. Ia tahu ia harus pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya, tetapi ia juga tahu bahwa saat ia kembali, tidak akan ada yang sama lagi.

Ketika pintu tertutup di belakangnya, Fara tetap berdiri di tempatnya, merasakan kesepian yang semakin dalam. Ia tahu bahwa Damian akan kembali, tetapi ia tidak tahu apakah hubungan mereka masih bisa diperbaiki.

Bab terkait

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pernikahan yang Asing

    Fara berdiri di tempatnya, matanya yang basah menatap pintu yang baru saja ditutup Damian.Suasana malam yang sebelumnya terasa hangat kini menjadi dingin dan suram. Di luar, angin malam berhembus perlahan, tetapi di dalam hatinya, badai sedang berlangsung. Setiap detik yang berlalu semakin memperburuk perasaannya. Ia merasa seperti terjebak dalam ruang hampa, tak tahu harus ke mana lagi.Fara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, namun perasaan kecewa itu begitu kuat, seperti sebuah beban yang terus menghimpit dadanya.Fara tidak tahu kapan perasaan ini mulai tumbuh, tetapi seiring berjalannya waktu, ia merasa terperangkap dalam hubungan yang seharusnya menjadi tempat ia bertumbuh dan merasa dicintai.Fara teringat betul bagaimana semuanya dimulai. Pernikahan mereka pada awalnya terasa seperti sebuah perjalanan yang penuh harapan. Damian, dengan segala ketampanannya dan pesonanya yang tak terbantahkan, selalu tampak sempurna di mata ora

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tuntutan Mertua

    Fara terbangun dari tidurnya saat suara bel pintu terdengar nyaring, berbunyi beberapa kali berturut-turut. Dengan mata yang masih berat dan tubuh yang belum sepenuhnya sadar, ia melirik jam di meja nakas. Hampir pukul delapan pagi. Mengernyit bingung, ia berjalan perlahan ke arah pintu depan sambil menguap lebar, rambutnya berantakan, dan langkahnya terasa malas.Ketika mengintip melalui lubang kecil di pintu, Fara langsung terlonjak kaget. Di depan sana, berdiri Halimah, ibu Damian, mertuanya. Wanita itu mengenakan blus krem lembut yang dipadukan dengan rok panjang berwarna senada, serta sepatu datar yang tampak nyaman tapi tetap elegan. Rambutnya sebagian beruban, tetapi ditata dengan sangat rapi, seolah Halimah adalah gambaran sempurna seorang wanita yang menjaga keanggunannya di usia lebih dari enam puluh tahun.Dengan cepat Fara membuka pintu, meski rasa kantuk masih terasa berat di kepalanya. “Ibu? Selamat pagi,” sapanya dengan senyum gugup, mencoba

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Sindiran Tajam Mertua

    Fara menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatinya. Ia tahu suasana ini harus dicairkan. Sekuat tenaga, ia memasang senyuman yang meski tipis tetap terlihat tulus, lalu menatap Halimah yang sedang menyeruput teh di sofa.“Ibu suka tehnya? Saya mencoba merek baru ini. Damian juga bilang aromanya lebih wangi daripada teh yang biasanya kita beli,” ujarnya, mencoba memulai percakapan ringan.Halimah menaruh cangkir tehnya di atas meja dengan gerakan lambat, tatapannya meneliti wajah Fara. “Lumayan,” jawabnya singkat. “Tapi rasanya agak hambar. Kalau Damian di sini, dia pasti langsung bilang teh ini terlalu lemah untuk seleranya.”Fara tersenyum kaku. Kalimat itu terdengar seperti komentar biasa, tapi baginya menyiratkan sindiran yang cukup tajam. Namun, ia tetap menahan diri. “Oh, maaf, Bu. Lain kali saya akan cari teh yang lebih sesuai,” balasnya, mencoba tetap ramah.Halimah hanya mengangguk kecil, lalu m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pelan-pelan Saja

    Dua hari berlalu sejak pertemuannya dengan Halimah, dan perasaan Fara masih berkecamuk. Ia mencoba menepis kata-kata mertuanya yang terus terngiang di kepala, tetapi semakin ia mencoba, semakin dalam kata-kata itu menusuk. Damian pun, seolah sengaja menguatkan kesan bahwa ia tidak peduli. Selama dua hari penuh, hanya sekali Damian menghubunginya, itu pun sebatas obrolan singkat yang berlangsung kurang dari lima menit."Maaf sayang, banyak yang harus aku kerjakan. Nanti aku kabari lagi."Itu saja. Tidak ada nada perhatian, tidak ada pertanyaan tentang bagaimana perasaan Fara setelah pertemuannya dengan Halimah. Hanya nada datar seorang pria yang tenggelam dalam dunianya sendiri.Fara merasa marah, kesal, dan terabaikan. Ia muak duduk sendirian di rumah, mencoba menebak-nebak isi kepala Damian, sambil mengingat ucapan Halimah yang seolah menyalahkan semua padanya. Malam itu, setelah lama menatap pantulan wajahnya di cermin, ia mengambil ponselnya dan menelepon Kia

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Malam Tak Terlupakan

    Di bawah cahaya redup klub malam, alkohol mulai menguasai Fara. Cocktail yang diminumnya barusan seolah membakar semua ragu yang tersisa. Tubuhnya terasa lebih ringan, pikirannya seolah melayang. Irama musik dan dentuman bass yang berulang membenamkan dirinya lebih dalam ke dalam euforia malam itu.Pria yang menari bersamanya, yang kini memperkenalkan dirinya sebagai Arman, tampak menikmati setiap gerakan Fara. Tatapan matanya tidak pernah lepas dari tubuh Fara yang bergerak dengan sensual di bawah sorotan lampu strobo. Fara tersenyum, kali ini senyuman yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya—senyuman nakal yang menyembunyikan rasa percaya diri baru yang muncul dari dalam dirinya."Kamu menari dengan baik," bisik Arman di telinganya, suaranya bergetar nyaris kalah oleh suara musik.Fara mendekat, memiringkan kepalanya dengan gaya menggoda. "Mungkin itu bukan karena aku... mungkin kamu yang membuatku merasa nyaman," balasnya dengan nada yang lembut tapi penuh g

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tak Ingin Punya Anak

    "Jadi begini caramu bersenang-senang?" Suara keras dan penuh kejutan itu menghantam Fara, membuatnya terhenyak. Ia menoleh dengan cepat, dan di sana, berdiri Damian—suaminya. Ekspresinya serius, wajahnya kaku, penuh kerutan kekecewaan yang sulit disembunyikan. Tatapan matanya yang biasa penuh kasih kini berubah tajam, menyorotnya dengan penuh kemarahan.Fara merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti berputar. Damian ada di sana, berdiri tegak di belakangnya, dengan tubuh yang tegang, seolah menunggu penjelasan, atau lebih tepatnya, mencari jawaban atas kekecewaannya yang sudah menggunung.Di belakang Damian, Kiara tampak canggung. Sambil memberikan isyarat dengan tangannya, ia berusaha menenangkan situasi yang semakin memanas. Sepertinya Kiara tahu betul bahwa keadaan ini lebih rumit dari yang Fara duga, tapi yang ia lakukan justru malah membuat suasana menjadi lebih canggung.Fara bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti ruang itu, seperti udara y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Kamu Tidak Mengerti

    Damian terpaku, mulutnya terkatup rapat. Fara bisa melihat kilatan kebingungan dan sedikit rasa bersalah di mata suaminya, namun ia tahu bahwa itu hanya sementara. Keheningan kembali menyelimuti mobil mereka, namun kali ini, terasa lebih berat. Fara merasakan setiap detik berlalu seolah menjadi beban yang tak tertahankan. Ia merasakan ketegangan yang ada di antara mereka, bukan hanya karena kata-kata yang terucap, tetapi karena kenyataan bahwa mereka tidak lagi bisa berhubungan seperti dulu.Fara menatap ke luar jendela, tidak ingin melihat wajah Damian. Ia merasa terperangkap dalam kebisuan yang semakin membangun jarak di antara mereka. Semua kata-kata yang tidak pernah terucapkan selama ini, semuanya terpendam dalam dada Fara, bergejolak, ingin keluar dan menghancurkan segala sesuatu yang mereka bangun. Ia tahu ini bukan hanya tentang apa yang terjadi malam ini—ini adalah akumulasi dari rasa sakit yang telah menumpuk selama bertahun-tahun, saat ia merasa tidak diharga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Desas Desus Tetangga Baru

    Beberapa hari berlalu, suasana di rumah Damian dan Fara tetap terasa dingin. Tak ada percakapan berarti di antara mereka. Damian, seperti biasa, tenggelam dalam pekerjaannya. Ia lebih sering berada di ruang kerjanya, menatap layar laptop seolah semua masalah bisa diselesaikan dengan tenggelam dalam tumpukan dokumen dan rapat online. Fara, di sisi lain, lebih sering duduk di ruang tamu, menatap televisi tanpa benar-benar memperhatikan apa yang ditayangkan. Rutinitas harian mereka berjalan seperti dua orang asing yang tinggal di bawah satu atap. Hanya ada keheningan yang memisahkan, sesekali pecah oleh obrolan singkat yang terasa hambar—lebih mirip kewajiban berbicara daripada komunikasi yang tulus.Fara merasa semakin terasing di rumahnya sendiri. Setiap sudut rumah, yang dulu terasa hangat oleh tawa dan percakapan, kini hanya menyisakan bayangan luka. Sofa di ruang tamu yang dulu menjadi tempat mereka berbincang hangat kini hanya menjadi tempat Fara melamun. Ruang makan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22

Bab terbaru

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Juan?

    Damian telah tertidur pulas, sementara Fara masih terjaga dalam kegelapan kamar. Matanya menatap langit-langit tanpa benar-benar melihat apa pun. Ada perasaan mengganjal dalam dadanya, perasaan yang sejak tadi berusaha ia abaikan, tapi tetap mendesak untuk diakui.Ia membalikkan badan, mencoba mencari posisi nyaman, tetapi tetap saja gelisah. Napasnya berat, pikirannya terus berputar seperti kaset yang diputar ulang.Akhirnya, dengan gerakan pelan agar tidak membangunkan Damian, Fara bangkit dari tempat tidur. Ia menyambar jaket tipis, kemudian melangkah keluar kamar. Rumah terasa sunyi, hanya terdengar dengkuran halus dari Damian yang seakan menjadi bukti bahwa hanya dia yang tersiksa oleh pikirannya sendiri.Tanpa ragu, Fara berjalan menuju garasi, mengambil sepeda listrik yang selama ini jarang ia gunakan. Udara malam m

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Aku Lelah, Damian

    Begitu mobil berhenti di garasi, Fara segera membuka pintu dan turun tanpa menunggu Damian. Ia melangkah cepat ke dalam rumah, berusaha menghindari pembicaraan yang masih menggantung di udara. Namun, Damian tidak membiarkannya begitu saja. Ia menyusul ke dalam, menutup pintu dengan lembut, lalu mendekati istrinya yang kini berdiri di ruang tengah, memunggunginya.“Fara,” suara Damian terdengar tenang tapi sarat dengan ketegasan. “Dengar aku dulu.”Fara mengusap wajahnya dengan kasar, menahan isakan yang ingin pecah. “Aku lelah, Damian. Aku nggak mau mendengar alasanmu lagi.”“Tapi kamu harus dengar.” Damian berjalan mendekat dan berdiri di belakangnya. “Aku ngerti kamu sakit hati karena omongan Mama tadi. Aku tahu kamu ingin membuktikan sesuatu. Tapi Fara, kita nggak bis

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Fara, Jangan Mulai Lagi

    Damian meraih tangan Fara yang gemetar di pangkuannya, mencoba menenangkannya. Mata istrinya masih berkaca-kaca, bibirnya terkatup rapat seolah menahan emosi yang nyaris meluap. Damian tahu betul bagaimana perasaan Fara saat ini—terluka, terhina, dan mungkin juga kecewa.“Fara…” suaranya pelan, penuh kehati-hatian.Fara menggeleng, berusaha menarik tangannya dari genggaman Damian, tapi suaminya menahannya. “Jangan dengarkan omongan Ibu,” lanjut Damian. “Dia nggak punya hak buat ngomong kayak tadi.”Tapi Fara hanya menunduk, air matanya jatuh ke pangkuannya. “Kamu dengar sendiri, kan?” suaranya nyaris berbisik. “Dia bilang aku nggak berguna sebagai istri karena aku nggak bisa kasih kamu anak.”Damian menghela n

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Wanita yang Tidak Jelas

    Halimah menatap Damian dengan ekspresi tidak puas, tapi akhirnya menghela napas dan memilih diam.Namun, Fara bisa merasakan ketidaksetujuan mertuanya. Bagi Halimah, seorang istri yang sudah menikah selama lebih dari dua tahun tapi belum memberikan cucu adalah sesuatu yang patut dipertanyakan.Di sisi lain, Hartono—ayah Damian—yang sedari tadi lebih banyak diam akhirnya bersuara."Kalian tidak perlu terburu-buru," katanya dengan suara berat namun tenang. "Setiap pasangan punya waktunya masing-masing. Asal kalian bahagia, itu sudah cukup."Damian tersenyum tipis, sedikit lega karena setidaknya ayahnya tidak ikut menekan mereka.Namun, sebelum suasana benar-benar kembali santai, Halimah tiba-tiba b

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Kamu Sehatkan, Fara?

    Fara menatap bayangannya di cermin, menghela napas panjang sebelum merapikan blus sutra yang ia kenakan. Meski sudah berusaha tampak rapi, matanya tetap terlihat lesu, seakan ada beban yang terus menghimpit dadanya.Damian yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya, perlahan mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggang Fara. Ia mengecup pelan puncak kepala istrinya, suaranya lembut ketika berbisik, "Semua akan baik-baik saja."Fara hanya tersenyum tipis. Ia ingin percaya, ingin berpikir bahwa malam ini akan berlalu tanpa insiden, tanpa komentar yang menekan, tanpa tatapan yang menusuk. Namun, pengalaman selama ini mengajarinya untuk tidak berharap terlalu banyak.Mereka tiba di restoran tepat waktu. Cahaya keemasan dari lampu gantung memberikan kesan elegan pada ruangan. Pelayan berseragam hitam putih berjalan dengan anggun, menyajikan hidangan kepada tamu-tamu istimewa.Di sebuah meja besar, keluarga besar Damian sudah berkumpul.Halimah, mertuanya, duduk anggun di samping suamin

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tentang Anak

    Setelah kepergian Juan, Fara masih berdiri di dekat pintu, jemarinya memainkan ujung kaosnya tanpa sadar. Jantungnya masih berdebar pelan, mengingat tatapan Juan sebelum pria itu pergi terburu-buru."Kenapa dia mendadak jadi aneh begitu?" pikirnya.Fara menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya sendiri. Ia harus berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak. Ini bukan pertama kalinya ia bertemu Juan, tapi entah kenapa kali ini rasanya berbeda.Saat malam tiba, Damian pulang kerja lebih awal dari biasanya. Fara yang tengah sibuk di dapur mendengar suara langkah kaki suaminya mendekat."Hei," sapa Damian sambil mencium keningnya sekilas sebelum duduk di meja makan.Fara tersenyum kecil. "Tumben cepat pulang?""Rapatnya selesai lebih cepat," jawab Damian sambil membuka kancing kerah bajunya. Ia lalu m

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pegang Aku Aja Kalau Takut Jatuh

    Fara mendorong troli perlahan di antara rak-rak supermarket, matanya menyapu deretan barang yang tersusun rapi. Ia hanya berniat membeli beberapa kebutuhan dapur, tapi tanpa sadar, daftar belanjaannya bertambah panjang.Saat hendak mengambil sekotak susu, suara familiar menyapanya dari samping. "Kamu lagi borong persediaan sebulan?"Fara menoleh cepat. Juan berdiri di sana, masih dengan penampilan uniknya—kemeja sedikit kebesaran dengan jaket hitam yang tampak tidak serasi, dan rambut acak-acakan seolah baru bangun tidur. Namun, berbeda dari sebelumnya, kali ini ekspresinya lebih ramah.Fara menghela napas. "Nggak juga, cuma… kayaknya aku terlalu impulsif kalau belanja."Juan melirik isi troli yang sudah cukup penuh. "Jelas banget. Kalau kamu butuh saran, aku bisa bantu milihin. Aku lumayan ngerti soal bahan makanan."Fara tersenyum tipis. "Boleh juga."Mereka mulai berjalan beriringan, memilih sayur dan buah dengan lebih selektif. Juan sesekali memberikan komentar tentang kualitas pro

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pipimu Masih Merah

    Fara yang tersipu malu hanya bisa tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Dengan langkah sedikit terburu-buru, ia berjalan menuju kasir terlebih dahulu, sementara Juan mengikuti dari belakang.Di meja kasir, Juan dengan cekatan melayani pembayaran Fara. Tangannya dengan luwes memasukkan croissant cokelat ke dalam kantong kertas, lalu menyerahkannya dengan senyum tipis yang masih menghiasi wajahnya. “Ini pesanannya. Semoga suka,” ujarnya dengan suara hangat.Fara menerima kantong roti itu dengan hati yang masih berdebar. “Terima kasih,” ucapnya pelan, lalu segera berbalik sebelum kegugupannya semakin terlihat. Kiara yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka, hanya menahan tawa geli sebelum akhirnya ikut melangkah keluar dari toko.Saat mereka berjalan pulang, Kiara tak bisa menahan diri untuk menggoda sahabatnya. “Astaga, Fara, tadi itu apa?” tanyanya sambil menyeringai, matanya berbinar penuh rasa jahil.

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Croissant, atau mungkin roti manis?

    Kiara tiba di rumah Fara dengan wajah penuh antusias, matanya bersinar cerah. "Ayo ikut aku! Ada toko roti baru di dekat kompleks, katanya enak banget!" serunya tanpa basa-basi, suaranya riang dan penuh semangat.Fara yang sedang bersantai di sofa mengernyit, memandang sahabatnya yang begitu bersemangat. "Toko roti? Kenapa tiba-tiba?" tanyanya dengan nada bingung, tak tahu harus menanggapi bagaimana."Ya, penasaran aja! Lagian kamu juga lagi nganggur kan? Ayo, jangan banyak alasan!" Kiara menjawab cepat, menarik tangan Fara dengan penuh semangat, memaksanya bangkit dari tempat duduknya.Dengan sedikit keluhan dan senyum terpaksa, Fara akhirnya mengikutinya. Mereka berjalan santai menuju toko roti yang baru buka beberapa minggu lalu. Suasana pagi yang cerah membuat langkah mereka ringan, dan tidak lama setelah itu, mereka pun tiba di depan toko yang kecil namun terlihat hangat. Saat melangkah masuk, aroma roti yang baru matang langsung menyambut mereka. Udara di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status