Share

Janji Palsu

Author: Mikairin
last update Last Updated: 2025-01-05 21:57:11

Tak berselang lama, Damian keluar dari kamar dengan pakaian rapi, mengenakan jas hitam yang tampak terlipat sempurna dan kemeja putih yang terlihat baru saja disetrika. Fara yang masih duduk di sofa memandangi suaminya dengan ekspresi bingung dan kesal. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Damian yang tiba-tiba berubah begitu cepat.

Damian merapikan kemejanya, seolah tidak merasa ada yang salah. Namun, Fara yang memandangi langkahnya tidak bisa menahan perasaan kecewanya. Ia berdiri dan menatap Damian dengan tatapan yang cukup tajam, matanya menyiratkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.

"Mau kemana?" tanyanya dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya, suaranya terdengar penuh rasa kecewa, meskipun ia berusaha mengontrol emosi.

Damian menoleh ke arah Fara, terlihat sedikit terkejut dengan nada suara Fara. "Ada masalah dengan pabrik yang ada di Surabaya," jawab Damian singkat, suaranya datar namun terkesan terburu-buru. Ia berusaha merapikan jasnya seolah itu bisa menutupi kekacauan yang sedang terjadi dalam pikirannya.

Fara mengernyitkan dahi, tatapannya semakin tajam. "Surabaya?" ucapnya, suara Fara terasa seperti mengulang dengan ketidakpercayaan yang semakin menebal. "Kenapa sekarang? Setelah kita baru saja berbicara tentang ini? Bukankah kamu janji akan lebih memperhatikan aku, Damian?"

Damian merasakan sebuah ketegangan baru di udara, namun ia berusaha tetap tenang. "Fara, ini penting. Ini tentang operasional pabrik, aku harus segera pergi," jawabnya, mencoba menjelaskan dengan nada yang tenang. Tetapi semakin ia berbicara, semakin Fara merasa kata-kata itu hanyalah alasan yang tidak cukup untuk menutupi rasa kecewa yang menghimpit hatinya.

Fara berdiri tegak, dengan wajah yang terlihat tegang dan sedikit merah karena menahan amarahnya.

“Bukankah sekarang terlalu malam untuk keluar kota? Ini bukan cara kamu buat melarikan diri dari masalah, kan?” ucap Fara dengan suara yang sedikit meninggi, matanya menatap tajam ke arah Damian. Ia merasa seperti sebuah pintu yang tertutup rapat setiap kali suaminya pergi, dan malam ini rasanya ia ingin benar-benar tahu apa yang ada di balik semua alasan yang diberikan Damian.

Damian terdiam sejenak, wajahnya berubah menjadi cemas. Ia tahu, saat itu, bahwa Fara sudah tidak bisa lagi menahan perasaannya. Suasana yang semula tenang kini terasa tegang, dan ia merasakan ada jarak yang semakin lebar di antara mereka. Ia sudah terbiasa dengan pekerjaan yang menyita waktunya, tapi kali ini, ia tahu bahwa Fara tidak hanya berbicara tentang keberangkatannya ke Surabaya. Ia berbicara tentang perasaan yang sudah lama terabaikan.

"Fara, aku tidak melarikan diri," kata Damian, berusaha mempertahankan ketenangannya. “Ini masalah dengan pabrik yang harus diselesaikan secepatnya. Kamu tahu ini bukan hal yang bisa ditunda.”

Fara memutar matanya, tidak percaya dengan jawaban itu. "Masalah dengan pabrik? Itu alasan yang sudah sering kamu pakai, Damian. Bukankah kamu tahu betapa aku merasa ditinggalkan setiap kali kamu pergi begitu saja? Apakah kamu benar-benar merasa ini penting untuk dilakukan sekarang? Bukankah kita sudah janji untuk lebih sering bersama?"

Fara merasa semakin sakit hati mendengar kata-kata Damian. "Sudah berapa kali aku mendengar kata-kata itu? Bahwa kamu akan lebih perhatian, lebih hadir... tapi kenyataannya, aku hanya menunggu setiap kali kamu pergi."

Damian terdiam, matanya memandang Fara yang membelakanginya. Ia tahu apa yang dirasakan Fara. Ia tahu betapa seringnya ia melanggar janji-janji yang sudah diucapkannya. Dalam pikirannya, ia terjebak di antara kewajibannya sebagai seorang suami dan pekerja yang harus selalu siap sedia. Namun, ia tahu bahwa tidak ada pekerjaan yang seharusnya lebih penting dari keluarga, apalagi istrinya.

"Fara, ini bukan berarti aku tidak peduli padamu," kata Damian, langkahnya mendekat sedikit. "Aku... aku hanya mencoba untuk mengatur semuanya. Aku ingin kamu nyaman, aku ingin kita baik-baik saja."

Fara memutar tubuhnya dengan cepat, wajahnya penuh dengan kekecewaan. "Kenapa kamu selalu mengatakan itu? Aku ingin kamu hadir, Damian. Aku ingin merasakannya, bukan hanya mendengarnya. Aku sudah capek menunggu kamu. Setiap kali kamu pergi, aku merasa semakin tidak ada di dalam hidupmu. Aku ingin kita saling berbagi, bukan saling menghindar, Damian!"

Suara Fara semakin serak, emosinya hampir meledak, namun ia menahannya dengan kuat. Damian hanya berdiri diam, merasa terperangkap antara keinginan untuk menyelesaikan pekerjaannya dan kebutuhan untuk memperbaiki hubungan mereka. "Fara, aku tahu aku banyak salah. Tapi kamu harus percaya, aku tidak pernah berniat meninggalkanmu begitu saja."

Fara menghela napas panjang, matanya yang mulai basah dengan air mata menatap Damian. "Percaya? Apa yang harus aku percayai, Damian? Kata-kata yang selalu terucap tapi tak pernah ada tindakannya? Apa yang bisa aku harapkan lagi dari kamu?"

Damian merasakan dadanya sesak. Kata-kata Fara begitu dalam menusuk hatinya, lebih tajam daripada apapun yang pernah ia dengar sebelumnya. Setiap kalimat terasa seperti cambukan yang mengingatkannya betapa selama ini ia gagal memahami perasaan Fara. Ia tahu bahwa ia telah terlalu lama mengabaikan wanita yang telah mendampinginya, dan kini ia merasa terperangkap oleh kenyataan itu.

"Iya, aku memang sering mengabaikanmu. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, terlalu terfokus pada hal lain," kata Damian pelan, suara penuh penyesalan. "Aku salah, Fara. Dan aku ingin berubah. Aku janji akan lebih memperhatikan kita, lebih hadir dalam hidupmu."

Fara menatapnya dengan tatapan kosong, seolah tidak tahu lagi harus percaya apa. "Janji lagi?" tanyanya, hampir tertawa pahit. "Kamu selalu berjanji, Damian. Tapi janji-janji itu tidak pernah bisa mengubah apapun, tidak bisa menghapus rasa kecewaku. Aku tidak bisa terus menunggu perubahan yang tidak pernah datang."

Damian merasa hatinya hampir patah mendengar kata-kata itu. Ia tahu bahwa setiap janji yang ia ucapkan sudah kehilangan maknanya di mata Fara. "Aku benar-benar ingin berubah, Fara. Aku tidak ingin kita terus seperti ini. Aku akan berusaha lebih baik. Aku akan membuktikan itu, meskipun aku tahu kata-kata ini tidak cukup untuk menyembuhkan luka yang aku buat."

Fara menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh. "Aku tidak tahu lagi, Damian," jawabnya dengan suara hampir tak terdengar. "Aku sudah terlalu lelah berharap. Aku sudah terlalu sering mendengar janji, tapi tidak pernah ada perubahan. Aku tidak bisa terus merasa seperti ini."

Damian merasa seolah ada dinding yang semakin tinggi di antara mereka. Ia ingin meraih Fara, memeluknya, namun ia tahu itu tidak akan menyelesaikan masalah. Fara membutuhkan lebih dari sekadar pelukan atau kata-kata. Ia membutuhkan perubahan nyata, sesuatu yang membuktikan bahwa Damian tidak akan lagi mengabaikannya.

Setelah beberapa saat hening, Fara akhirnya berkata dengan suara yang lebih tenang, meskipun hatinya terasa hancur. "Pergilah, Damian. Tapi ingat, aku tidak akan selalu ada menunggumu. Aku butuh lebih dari apa yang kamu berikan selama ini."

Damian terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Ia menatap Fara, mencoba menyampaikan perasaan yang membebaninya, namun kata-kata itu tetap terbungkam. Dengan langkah berat, ia menuju pintu, meskipun hatinya merasa hancur. Ia tahu ia harus pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya, tetapi ia juga tahu bahwa saat ia kembali, tidak akan ada yang sama lagi.

Ketika pintu tertutup di belakangnya, Fara tetap berdiri di tempatnya, merasakan kesepian yang semakin dalam. Ia tahu bahwa Damian akan kembali, tetapi ia tidak tahu apakah hubungan mereka masih bisa diperbaiki.

Related chapters

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pernikahan yang Asing

    Fara berdiri di tempatnya, matanya yang basah menatap pintu yang baru saja ditutup Damian.Suasana malam yang sebelumnya terasa hangat kini menjadi dingin dan suram. Di luar, angin malam berhembus perlahan, tetapi di dalam hatinya, badai sedang berlangsung. Setiap detik yang berlalu semakin memperburuk perasaannya. Ia merasa seperti terjebak dalam ruang hampa, tak tahu harus ke mana lagi.Fara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, namun perasaan kecewa itu begitu kuat, seperti sebuah beban yang terus menghimpit dadanya.Fara tidak tahu kapan perasaan ini mulai tumbuh, tetapi seiring berjalannya waktu, ia merasa terperangkap dalam hubungan yang seharusnya menjadi tempat ia bertumbuh dan merasa dicintai.Fara teringat betul bagaimana semuanya dimulai. Pernikahan mereka pada awalnya terasa seperti sebuah perjalanan yang penuh harapan. Damian, dengan segala ketampanannya dan pesonanya yang tak terbantahkan, selalu tampak sempurna di mata ora

    Last Updated : 2025-01-06
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tuntutan Mertua

    Fara terbangun dari tidurnya saat suara bel pintu terdengar nyaring, berbunyi beberapa kali berturut-turut. Dengan mata yang masih berat dan tubuh yang belum sepenuhnya sadar, ia melirik jam di meja nakas. Hampir pukul delapan pagi. Mengernyit bingung, ia berjalan perlahan ke arah pintu depan sambil menguap lebar, rambutnya berantakan, dan langkahnya terasa malas.Ketika mengintip melalui lubang kecil di pintu, Fara langsung terlonjak kaget. Di depan sana, berdiri Halimah, ibu Damian, mertuanya. Wanita itu mengenakan blus krem lembut yang dipadukan dengan rok panjang berwarna senada, serta sepatu datar yang tampak nyaman tapi tetap elegan. Rambutnya sebagian beruban, tetapi ditata dengan sangat rapi, seolah Halimah adalah gambaran sempurna seorang wanita yang menjaga keanggunannya di usia lebih dari enam puluh tahun.Dengan cepat Fara membuka pintu, meski rasa kantuk masih terasa berat di kepalanya. “Ibu? Selamat pagi,” sapanya dengan senyum gugup, mencoba

    Last Updated : 2025-01-07
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Ciuman Menggoda

    Fara Kinara duduk di tepi ranjang, matanya memandangi langit Jakarta yang terhampar luas, dipenuhi bintang-bintang yang samar, seolah ikut merasakan kesepiannya. Malam ini terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun kota itu tak pernah tidur.Lampu-lampu kota memantulkan cahaya lembut, namun tidak cukup untuk menerangi perasaannya yang semakin gelap. Suaminya, Damian, baru saja selesai dengan rapat panjang yang memakan hampir seluruh waktunya.Namun, ketika dia kembali ke rumah, ia tidak terlihat sedikit pun meluangkan waktu untuk Fara. Fara merasa terabaikan, meskipun di dalam ruangan yang sama, di dalam rumah yang sama."Damian..." suara Fara terdengar lembut, hampir seperti bisikan, berharap suaminya akan mendengarnya.Namun, Damian tetap terfokus pada laptopnya, jari-jarinya cepat mengetik, tampaknya sibuk dengan pekerjaan yang tak ada habisnya. "Sebentar, Fara. Aku hampir selesai," jawabnya tanpa mengangkat wajah, suaranya terdengar datar, seperti bia

    Last Updated : 2025-01-03
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Panggilan Pengganggu

    Tangan Damian dengan lembut mengangkat slip dress satin hitam milik Fara, membiarkan kain itu perlahan terlepas dari tubuhnya. Kulit halus Fara kini terlihat jelas di bawah cahaya lampu kamar yang redup, memperlihatkan keindahan tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Damian menatap istrinya dengan penuh kekaguman, seperti melihat karya seni yang sempurna. Dia menunduk sedikit, tangannya tetap menjaga gerakan lembut, memastikan Fara merasa nyaman dengan setiap sentuhan. Fara yang awalnya sedikit tegang kini mulai rileks, kedua pipinya memerah saat dia melihat tatapan Damian yang penuh cinta.Tak ingin kalah dengan sang suami, Fara dengan cepat membuka risleting celana kain yang dikenakan Damian. Jemarinya yang lentik bergerak lincah, menurunkan risleting dengan perlahan, seperti memberi jeda pada waktu yang membuat suasana di antara mereka semakin intens. Damian menatapnya, senyum tipis menghiasi wajahnya, seolah ingin membiarkan istrinya memegang kendali malam itu.Fara menarik napas

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tuntutan Mertua

    Fara terbangun dari tidurnya saat suara bel pintu terdengar nyaring, berbunyi beberapa kali berturut-turut. Dengan mata yang masih berat dan tubuh yang belum sepenuhnya sadar, ia melirik jam di meja nakas. Hampir pukul delapan pagi. Mengernyit bingung, ia berjalan perlahan ke arah pintu depan sambil menguap lebar, rambutnya berantakan, dan langkahnya terasa malas.Ketika mengintip melalui lubang kecil di pintu, Fara langsung terlonjak kaget. Di depan sana, berdiri Halimah, ibu Damian, mertuanya. Wanita itu mengenakan blus krem lembut yang dipadukan dengan rok panjang berwarna senada, serta sepatu datar yang tampak nyaman tapi tetap elegan. Rambutnya sebagian beruban, tetapi ditata dengan sangat rapi, seolah Halimah adalah gambaran sempurna seorang wanita yang menjaga keanggunannya di usia lebih dari enam puluh tahun.Dengan cepat Fara membuka pintu, meski rasa kantuk masih terasa berat di kepalanya. “Ibu? Selamat pagi,” sapanya dengan senyum gugup, mencoba

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pernikahan yang Asing

    Fara berdiri di tempatnya, matanya yang basah menatap pintu yang baru saja ditutup Damian.Suasana malam yang sebelumnya terasa hangat kini menjadi dingin dan suram. Di luar, angin malam berhembus perlahan, tetapi di dalam hatinya, badai sedang berlangsung. Setiap detik yang berlalu semakin memperburuk perasaannya. Ia merasa seperti terjebak dalam ruang hampa, tak tahu harus ke mana lagi.Fara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, namun perasaan kecewa itu begitu kuat, seperti sebuah beban yang terus menghimpit dadanya.Fara tidak tahu kapan perasaan ini mulai tumbuh, tetapi seiring berjalannya waktu, ia merasa terperangkap dalam hubungan yang seharusnya menjadi tempat ia bertumbuh dan merasa dicintai.Fara teringat betul bagaimana semuanya dimulai. Pernikahan mereka pada awalnya terasa seperti sebuah perjalanan yang penuh harapan. Damian, dengan segala ketampanannya dan pesonanya yang tak terbantahkan, selalu tampak sempurna di mata ora

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Janji Palsu

    Tak berselang lama, Damian keluar dari kamar dengan pakaian rapi, mengenakan jas hitam yang tampak terlipat sempurna dan kemeja putih yang terlihat baru saja disetrika. Fara yang masih duduk di sofa memandangi suaminya dengan ekspresi bingung dan kesal. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Damian yang tiba-tiba berubah begitu cepat.Damian merapikan kemejanya, seolah tidak merasa ada yang salah. Namun, Fara yang memandangi langkahnya tidak bisa menahan perasaan kecewanya. Ia berdiri dan menatap Damian dengan tatapan yang cukup tajam, matanya menyiratkan banyak pertanyaan yang belum terjawab."Mau kemana?" tanyanya dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya, suaranya terdengar penuh rasa kecewa, meskipun ia berusaha mengontrol emosi.Damian menoleh ke arah Fara, terlihat sedikit terkejut dengan nada suara Fara. "Ada masalah dengan pabrik yang ada di Surabaya," jawab Damian singkat, suaranya datar namun terkesan terburu-buru. Ia berusaha merapikan jasnya seolah i

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Panggilan Pengganggu

    Tangan Damian dengan lembut mengangkat slip dress satin hitam milik Fara, membiarkan kain itu perlahan terlepas dari tubuhnya. Kulit halus Fara kini terlihat jelas di bawah cahaya lampu kamar yang redup, memperlihatkan keindahan tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Damian menatap istrinya dengan penuh kekaguman, seperti melihat karya seni yang sempurna. Dia menunduk sedikit, tangannya tetap menjaga gerakan lembut, memastikan Fara merasa nyaman dengan setiap sentuhan. Fara yang awalnya sedikit tegang kini mulai rileks, kedua pipinya memerah saat dia melihat tatapan Damian yang penuh cinta.Tak ingin kalah dengan sang suami, Fara dengan cepat membuka risleting celana kain yang dikenakan Damian. Jemarinya yang lentik bergerak lincah, menurunkan risleting dengan perlahan, seperti memberi jeda pada waktu yang membuat suasana di antara mereka semakin intens. Damian menatapnya, senyum tipis menghiasi wajahnya, seolah ingin membiarkan istrinya memegang kendali malam itu.Fara menarik napas

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Ciuman Menggoda

    Fara Kinara duduk di tepi ranjang, matanya memandangi langit Jakarta yang terhampar luas, dipenuhi bintang-bintang yang samar, seolah ikut merasakan kesepiannya. Malam ini terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun kota itu tak pernah tidur.Lampu-lampu kota memantulkan cahaya lembut, namun tidak cukup untuk menerangi perasaannya yang semakin gelap. Suaminya, Damian, baru saja selesai dengan rapat panjang yang memakan hampir seluruh waktunya.Namun, ketika dia kembali ke rumah, ia tidak terlihat sedikit pun meluangkan waktu untuk Fara. Fara merasa terabaikan, meskipun di dalam ruangan yang sama, di dalam rumah yang sama."Damian..." suara Fara terdengar lembut, hampir seperti bisikan, berharap suaminya akan mendengarnya.Namun, Damian tetap terfokus pada laptopnya, jari-jarinya cepat mengetik, tampaknya sibuk dengan pekerjaan yang tak ada habisnya. "Sebentar, Fara. Aku hampir selesai," jawabnya tanpa mengangkat wajah, suaranya terdengar datar, seperti bia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status