Share

Panggilan Pengganggu

Penulis: Mikairin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 21:01:29

Tangan Damian dengan lembut mengangkat slip dress satin hitam milik Fara, membiarkan kain itu perlahan terlepas dari tubuhnya. Kulit halus Fara kini terlihat jelas di bawah cahaya lampu kamar yang redup, memperlihatkan keindahan tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Damian menatap istrinya dengan penuh kekaguman, seperti melihat karya seni yang sempurna. Dia menunduk sedikit, tangannya tetap menjaga gerakan lembut, memastikan Fara merasa nyaman dengan setiap sentuhan. Fara yang awalnya sedikit tegang kini mulai rileks, kedua pipinya memerah saat dia melihat tatapan Damian yang penuh cinta.

Tak ingin kalah dengan sang suami, Fara dengan cepat membuka risleting celana kain yang dikenakan Damian. Jemarinya yang lentik bergerak lincah, menurunkan risleting dengan perlahan, seperti memberi jeda pada waktu yang membuat suasana di antara mereka semakin intens. Damian menatapnya, senyum tipis menghiasi wajahnya, seolah ingin membiarkan istrinya memegang kendali malam itu.

Fara menarik napas dalam, membuang rasa gugup yang masih tersisa. Ia meraih pinggiran celana Damian, menurunkannya perlahan hingga menyentuh lantai. Damian membantu dengan mengangkat sedikit tubuhnya, mempermudah Fara untuk menyelesaikan aksinya. Ketika celana itu sepenuhnya terlepas, Damian hanya mengenakan boxer hitam yang membingkai tubuhnya dengan sempurna.

Pandangan Fara tertuju pada suaminya, matanya menyiratkan campuran perasaan kagum dan rasa penasaran. "Kamu terlihat... sempurna," gumamnya lirih, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Damian terkekeh, suaranya rendah dan menggoda. "Aku selalu sempurna di depan kamu, sayang," jawabnya dengan tatapan penuh cinta. Ia menyentuh dagu Fara, mengangkatnya perlahan hingga mata mereka bertemu. "Tapi malam ini, aku ingin melihat sisi kamu yang lebih berani," tambahnya, suaranya terdengar lebih dalam, nyaris seperti bisikan.

Merasa ditantang, Fara tersenyum tipis. Ia mendekatkan wajahnya ke Damian, sengaja membiarkan jarak di antara mereka hanya sejengkal. "Berani? Kamu belum lihat apa-apa, Damian," jawabnya dengan nada menggoda. Tangannya perlahan menyentuh tubuh suaminya, mulai dari dada hingga perutnya, setiap gerakannya penuh keyakinan.

Damian mengangkat alis, jelas terkejut tetapi juga terpikat oleh keberanian istrinya malam itu. Ia meraih pinggang Fara, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka nyaris menyatu. "Aku suka sisi ini dari kamu," bisiknya sambil mengecup lembut bibir Fara.

Ciuman itu hanya berlangsung sebentar sebelum Fara melepaskan diri, mengambil kendali kembali. "Giliran aku," ucapnya tegas, kali ini dengan tatapan yang menunjukkan bahwa ia tidak akan berhenti sampai Damian sepenuhnya takluk di bawah kendalinya. Jemarinya kembali menjelajahi tubuh Damian, sementara Damian hanya tersenyum puas, membiarkan Fara menunjukkan sisi dirinya yang selama ini tersembunyi.

Dikeluarkannya barang kebanggaan Damian yang sudah berdiri dengan tegaknya. Tangan Fara mulai memainkannya. Suara desahan Damian memberi semangat Fara untuk menggerakkannya dengan cepat hingga cairan kenikmatan keluar dari ujungnya.

 

Senyum kebanggaan menghiasi bibir Fara. Tangannya beralih ke bibir Damian. 

 

Damian, dengan sekali gerakan mengangkat Fara untuk berada di bawahnya. Tangannya memegang barang kebanggannya dan mulai memposisikan untuk memasuki milik Fara.

 

Ketika gairah sudah di ujung tanduk, panggilan telepon mengagetkan keduanya. Damian menghentikan gerakannya. Dia memandang ke arah Fara dengan ekspresi meminta maaf.

 

Fara agak sedikit kesal. Dengan malas, didorongnya tubuh Damian hingga terduduk. Suara panggilan telepon masih mengisi ruangan.

 

"Maaf sayang, aku harus angkat panggilan itu," kata Damian dengan ekspresi meminta maaf, suaranya sedikit terburu-buru dan cemas. Ia berusaha tersenyum, berharap itu bisa mengurangi ketegangan yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Tapi Fara hanya diam, matanya menatapnya dengan tajam.

Fara menghela napas panjang dan membalikkan badan, tidak tahu harus berkata apa. "Kamu selalu seperti ini, Damian," katanya pelan, tapi cukup jelas untuk didengar. "Setiap kali kita menghabiskan waktu bersama, selalu ada yang lebih penting dari aku."

Damian tampak terkejut. Ia tidak menyangka Fara akan mengungkapkan perasaannya seperti itu. "Fara, itu bukan seperti yang kamu pikirkan," katanya dengan nada cemas, berusaha menjelaskan. "Ini hanya pekerjaan, bukan apa-apa. Kamu tahu aku selalu berusaha untuk ada buat kamu."

Fara menggelengkan kepalanya, masih dengan pandangan kosong yang penuh kekecewaan. "Selalu alasan yang sama, kan? Pekerjaan. Tapi kamu tahu apa yang lebih buruk? Kalau aku terus mendengarkan alasan itu dan merasa semakin jauh darimu."

Damian mencoba menenangkan Fara, tetapi Fara sudah bergerak mengambil dress tergeletak di lantai. Ia mengenakannya kembali dengan gerakan terburu-buru, seolah ingin menutupi perasaan yang kini begitu sulit ia sembunyikan.

"Fara, jangan seperti ini," Damian memohon. "Aku minta maaf kalau aku membuatmu merasa seperti itu. Kamu lebih penting dari apa pun bagiku. Tolong, jangan pergi seperti ini."

Namun Fara tetap diam, menarik dressnya ke tubuh dengan ekspresi yang jelas menunjukkan rasa kecewa yang mendalam. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Damian," katanya sambil menatap suaminya dengan kesal. "Aku sudah mencoba mengerti. Tapi kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu, dengan panggilan-panggilan itu. Aku merasa aku bukan lagi bagian dari hidupmu."

Damian terdiam, kata-katanya terhenti di tenggorokan. Ia ingin meyakinkan Fara bahwa ia tidak bermaksud seperti itu, bahwa ia masih mencintainya lebih dari apapun, tetapi kata-kata itu terasa sulit untuk keluar. "Fara, tolong... Aku janji setelah ini aku akan lebih fokus. Aku akan lebih menghargai waktu kita," katanya, suaranya lebih lembut, penuh penyesalan.

Fara menatapnya, matanya berkaca-kaca. "Janji? Lagi-lagi janji, Damian. Itu sudah sering kamu ucapkan. Tapi apa yang berubah? Aku tetap merasa ditinggalkan. Aku tidak ingin menjadi orang yang selalu harus menunggu kamu selesai dengan dunia luar untuk bisa merasakan perhatianmu."

Damian menghela napas panjang, menyesali kata-kata yang keluar dari mulutnya. "Aku salah, Fara. Aku tahu aku salah, dan aku ingin berubah. Aku akan lebih mendengarkan kamu, lebih memperhatikanmu. Jangan pergi seperti ini. Aku butuh kamu."

Tapi Fara hanya memandangnya dengan tatapan kosong, menahan air mata yang hampir tumpah. "Aku juga butuh kamu, Damian. Tapi bukan seperti ini. Aku butuh kamu yang ada di sini, bukan yang selalu terputus oleh telepon-telepon itu," katanya, suaranya semakin bergetar. "Aku lelah, Damian. Aku lelah merasa selalu menjadi yang terakhir."

Fara menundukkan kepala, berusaha menahan tangisnya. Sementara itu, Damian merasa semakin kehilangan kata-kata. Ia ingin mengerti, ingin menenangkan Fara, tetapi kenyataan bahwa ia telah membuat istrinya merasa seperti ini membuatnya terperangkap dalam penyesalan yang begitu dalam.

"Fara, aku benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana," kata Damian, suaranya lemah. "Tapi aku berjanji aku akan berubah. Aku akan lebih memperhatikanmu. Aku tidak ingin kita berakhir seperti ini."

Fara mengangkat wajahnya, matanya masih basah. "Damian, aku ingin percaya padamu. Aku ingin bisa merasa dicintai dan dihargai. Tapi kamu harus buktikan itu, bukan hanya dengan kata-kata," jawabnya, dengan nada yang lebih tenang namun penuh makna. "Aku ingin kamu ada di sini sekarang, bukan nanti."

Damian mengangguk, wajahnya penuh dengan rasa bersalah. Ia tahu ia telah membuat kesalahan besar, dan bahwa kata-kata saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan semuanya. "Aku mengerti, Fara," katanya, dengan penuh penyesalan. "Aku akan buktikan itu. Aku akan ada untukmu, lebih dari sebelumnya."

Namun, meskipun Damian berjanji begitu, Fara tetap tidak bisa menahan perasaan hampa yang mengisi dadanya. Ia merasakan jarak yang semakin lebar di antara mereka, meskipun Damian berdiri tepat di depannya, berusaha meminta maaf. Fara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, tapi hatinya terasa berat.

"Baiklah, Damian," jawab Fara dengan suara yang lebih lembut. "Aku akan memberimu kesempatan. Tapi ingat, aku tidak bisa terus begini. Aku butuh kamu di sini, sekarang. Bukan nanti."

Damian mengangguk, merasa bersyukur bahwa Fara masih memberi kesempatan. "Aku akan berusaha, Fara. Terima kasih karena masih mau memberikan aku kesempatan," katanya, sebelum dengan cepat berbalik menuju kamar untuk mengangkat telepon yang masih berdering.

Bab terkait

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Janji Palsu

    Tak berselang lama, Damian keluar dari kamar dengan pakaian rapi, mengenakan jas hitam yang tampak terlipat sempurna dan kemeja putih yang terlihat baru saja disetrika. Fara yang masih duduk di sofa memandangi suaminya dengan ekspresi bingung dan kesal. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Damian yang tiba-tiba berubah begitu cepat.Damian merapikan kemejanya, seolah tidak merasa ada yang salah. Namun, Fara yang memandangi langkahnya tidak bisa menahan perasaan kecewanya. Ia berdiri dan menatap Damian dengan tatapan yang cukup tajam, matanya menyiratkan banyak pertanyaan yang belum terjawab."Mau kemana?" tanyanya dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya, suaranya terdengar penuh rasa kecewa, meskipun ia berusaha mengontrol emosi.Damian menoleh ke arah Fara, terlihat sedikit terkejut dengan nada suara Fara. "Ada masalah dengan pabrik yang ada di Surabaya," jawab Damian singkat, suaranya datar namun terkesan terburu-buru. Ia berusaha merapikan jasnya seolah i

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pernikahan yang Asing

    Fara berdiri di tempatnya, matanya yang basah menatap pintu yang baru saja ditutup Damian.Suasana malam yang sebelumnya terasa hangat kini menjadi dingin dan suram. Di luar, angin malam berhembus perlahan, tetapi di dalam hatinya, badai sedang berlangsung. Setiap detik yang berlalu semakin memperburuk perasaannya. Ia merasa seperti terjebak dalam ruang hampa, tak tahu harus ke mana lagi.Fara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, namun perasaan kecewa itu begitu kuat, seperti sebuah beban yang terus menghimpit dadanya.Fara tidak tahu kapan perasaan ini mulai tumbuh, tetapi seiring berjalannya waktu, ia merasa terperangkap dalam hubungan yang seharusnya menjadi tempat ia bertumbuh dan merasa dicintai.Fara teringat betul bagaimana semuanya dimulai. Pernikahan mereka pada awalnya terasa seperti sebuah perjalanan yang penuh harapan. Damian, dengan segala ketampanannya dan pesonanya yang tak terbantahkan, selalu tampak sempurna di mata ora

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tuntutan Mertua

    Fara terbangun dari tidurnya saat suara bel pintu terdengar nyaring, berbunyi beberapa kali berturut-turut. Dengan mata yang masih berat dan tubuh yang belum sepenuhnya sadar, ia melirik jam di meja nakas. Hampir pukul delapan pagi. Mengernyit bingung, ia berjalan perlahan ke arah pintu depan sambil menguap lebar, rambutnya berantakan, dan langkahnya terasa malas.Ketika mengintip melalui lubang kecil di pintu, Fara langsung terlonjak kaget. Di depan sana, berdiri Halimah, ibu Damian, mertuanya. Wanita itu mengenakan blus krem lembut yang dipadukan dengan rok panjang berwarna senada, serta sepatu datar yang tampak nyaman tapi tetap elegan. Rambutnya sebagian beruban, tetapi ditata dengan sangat rapi, seolah Halimah adalah gambaran sempurna seorang wanita yang menjaga keanggunannya di usia lebih dari enam puluh tahun.Dengan cepat Fara membuka pintu, meski rasa kantuk masih terasa berat di kepalanya. “Ibu? Selamat pagi,” sapanya dengan senyum gugup, mencoba

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Sindiran Tajam Mertua

    Fara menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatinya. Ia tahu suasana ini harus dicairkan. Sekuat tenaga, ia memasang senyuman yang meski tipis tetap terlihat tulus, lalu menatap Halimah yang sedang menyeruput teh di sofa.“Ibu suka tehnya? Saya mencoba merek baru ini. Damian juga bilang aromanya lebih wangi daripada teh yang biasanya kita beli,” ujarnya, mencoba memulai percakapan ringan.Halimah menaruh cangkir tehnya di atas meja dengan gerakan lambat, tatapannya meneliti wajah Fara. “Lumayan,” jawabnya singkat. “Tapi rasanya agak hambar. Kalau Damian di sini, dia pasti langsung bilang teh ini terlalu lemah untuk seleranya.”Fara tersenyum kaku. Kalimat itu terdengar seperti komentar biasa, tapi baginya menyiratkan sindiran yang cukup tajam. Namun, ia tetap menahan diri. “Oh, maaf, Bu. Lain kali saya akan cari teh yang lebih sesuai,” balasnya, mencoba tetap ramah.Halimah hanya mengangguk kecil, lalu m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pelan-pelan Saja

    Dua hari berlalu sejak pertemuannya dengan Halimah, dan perasaan Fara masih berkecamuk. Ia mencoba menepis kata-kata mertuanya yang terus terngiang di kepala, tetapi semakin ia mencoba, semakin dalam kata-kata itu menusuk. Damian pun, seolah sengaja menguatkan kesan bahwa ia tidak peduli. Selama dua hari penuh, hanya sekali Damian menghubunginya, itu pun sebatas obrolan singkat yang berlangsung kurang dari lima menit."Maaf sayang, banyak yang harus aku kerjakan. Nanti aku kabari lagi."Itu saja. Tidak ada nada perhatian, tidak ada pertanyaan tentang bagaimana perasaan Fara setelah pertemuannya dengan Halimah. Hanya nada datar seorang pria yang tenggelam dalam dunianya sendiri.Fara merasa marah, kesal, dan terabaikan. Ia muak duduk sendirian di rumah, mencoba menebak-nebak isi kepala Damian, sambil mengingat ucapan Halimah yang seolah menyalahkan semua padanya. Malam itu, setelah lama menatap pantulan wajahnya di cermin, ia mengambil ponselnya dan menelepon Kia

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Malam Tak Terlupakan

    Di bawah cahaya redup klub malam, alkohol mulai menguasai Fara. Cocktail yang diminumnya barusan seolah membakar semua ragu yang tersisa. Tubuhnya terasa lebih ringan, pikirannya seolah melayang. Irama musik dan dentuman bass yang berulang membenamkan dirinya lebih dalam ke dalam euforia malam itu.Pria yang menari bersamanya, yang kini memperkenalkan dirinya sebagai Arman, tampak menikmati setiap gerakan Fara. Tatapan matanya tidak pernah lepas dari tubuh Fara yang bergerak dengan sensual di bawah sorotan lampu strobo. Fara tersenyum, kali ini senyuman yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya—senyuman nakal yang menyembunyikan rasa percaya diri baru yang muncul dari dalam dirinya."Kamu menari dengan baik," bisik Arman di telinganya, suaranya bergetar nyaris kalah oleh suara musik.Fara mendekat, memiringkan kepalanya dengan gaya menggoda. "Mungkin itu bukan karena aku... mungkin kamu yang membuatku merasa nyaman," balasnya dengan nada yang lembut tapi penuh g

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tak Ingin Punya Anak

    "Jadi begini caramu bersenang-senang?" Suara keras dan penuh kejutan itu menghantam Fara, membuatnya terhenyak. Ia menoleh dengan cepat, dan di sana, berdiri Damian—suaminya. Ekspresinya serius, wajahnya kaku, penuh kerutan kekecewaan yang sulit disembunyikan. Tatapan matanya yang biasa penuh kasih kini berubah tajam, menyorotnya dengan penuh kemarahan.Fara merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti berputar. Damian ada di sana, berdiri tegak di belakangnya, dengan tubuh yang tegang, seolah menunggu penjelasan, atau lebih tepatnya, mencari jawaban atas kekecewaannya yang sudah menggunung.Di belakang Damian, Kiara tampak canggung. Sambil memberikan isyarat dengan tangannya, ia berusaha menenangkan situasi yang semakin memanas. Sepertinya Kiara tahu betul bahwa keadaan ini lebih rumit dari yang Fara duga, tapi yang ia lakukan justru malah membuat suasana menjadi lebih canggung.Fara bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti ruang itu, seperti udara y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Godaan Panas Tetangga Baru   Kamu Tidak Mengerti

    Damian terpaku, mulutnya terkatup rapat. Fara bisa melihat kilatan kebingungan dan sedikit rasa bersalah di mata suaminya, namun ia tahu bahwa itu hanya sementara. Keheningan kembali menyelimuti mobil mereka, namun kali ini, terasa lebih berat. Fara merasakan setiap detik berlalu seolah menjadi beban yang tak tertahankan. Ia merasakan ketegangan yang ada di antara mereka, bukan hanya karena kata-kata yang terucap, tetapi karena kenyataan bahwa mereka tidak lagi bisa berhubungan seperti dulu.Fara menatap ke luar jendela, tidak ingin melihat wajah Damian. Ia merasa terperangkap dalam kebisuan yang semakin membangun jarak di antara mereka. Semua kata-kata yang tidak pernah terucapkan selama ini, semuanya terpendam dalam dada Fara, bergejolak, ingin keluar dan menghancurkan segala sesuatu yang mereka bangun. Ia tahu ini bukan hanya tentang apa yang terjadi malam ini—ini adalah akumulasi dari rasa sakit yang telah menumpuk selama bertahun-tahun, saat ia merasa tidak diharga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21

Bab terbaru

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Juan?

    Damian telah tertidur pulas, sementara Fara masih terjaga dalam kegelapan kamar. Matanya menatap langit-langit tanpa benar-benar melihat apa pun. Ada perasaan mengganjal dalam dadanya, perasaan yang sejak tadi berusaha ia abaikan, tapi tetap mendesak untuk diakui.Ia membalikkan badan, mencoba mencari posisi nyaman, tetapi tetap saja gelisah. Napasnya berat, pikirannya terus berputar seperti kaset yang diputar ulang.Akhirnya, dengan gerakan pelan agar tidak membangunkan Damian, Fara bangkit dari tempat tidur. Ia menyambar jaket tipis, kemudian melangkah keluar kamar. Rumah terasa sunyi, hanya terdengar dengkuran halus dari Damian yang seakan menjadi bukti bahwa hanya dia yang tersiksa oleh pikirannya sendiri.Tanpa ragu, Fara berjalan menuju garasi, mengambil sepeda listrik yang selama ini jarang ia gunakan. Udara malam m

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Aku Lelah, Damian

    Begitu mobil berhenti di garasi, Fara segera membuka pintu dan turun tanpa menunggu Damian. Ia melangkah cepat ke dalam rumah, berusaha menghindari pembicaraan yang masih menggantung di udara. Namun, Damian tidak membiarkannya begitu saja. Ia menyusul ke dalam, menutup pintu dengan lembut, lalu mendekati istrinya yang kini berdiri di ruang tengah, memunggunginya.“Fara,” suara Damian terdengar tenang tapi sarat dengan ketegasan. “Dengar aku dulu.”Fara mengusap wajahnya dengan kasar, menahan isakan yang ingin pecah. “Aku lelah, Damian. Aku nggak mau mendengar alasanmu lagi.”“Tapi kamu harus dengar.” Damian berjalan mendekat dan berdiri di belakangnya. “Aku ngerti kamu sakit hati karena omongan Mama tadi. Aku tahu kamu ingin membuktikan sesuatu. Tapi Fara, kita nggak bis

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Fara, Jangan Mulai Lagi

    Damian meraih tangan Fara yang gemetar di pangkuannya, mencoba menenangkannya. Mata istrinya masih berkaca-kaca, bibirnya terkatup rapat seolah menahan emosi yang nyaris meluap. Damian tahu betul bagaimana perasaan Fara saat ini—terluka, terhina, dan mungkin juga kecewa.“Fara…” suaranya pelan, penuh kehati-hatian.Fara menggeleng, berusaha menarik tangannya dari genggaman Damian, tapi suaminya menahannya. “Jangan dengarkan omongan Ibu,” lanjut Damian. “Dia nggak punya hak buat ngomong kayak tadi.”Tapi Fara hanya menunduk, air matanya jatuh ke pangkuannya. “Kamu dengar sendiri, kan?” suaranya nyaris berbisik. “Dia bilang aku nggak berguna sebagai istri karena aku nggak bisa kasih kamu anak.”Damian menghela n

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Wanita yang Tidak Jelas

    Halimah menatap Damian dengan ekspresi tidak puas, tapi akhirnya menghela napas dan memilih diam.Namun, Fara bisa merasakan ketidaksetujuan mertuanya. Bagi Halimah, seorang istri yang sudah menikah selama lebih dari dua tahun tapi belum memberikan cucu adalah sesuatu yang patut dipertanyakan.Di sisi lain, Hartono—ayah Damian—yang sedari tadi lebih banyak diam akhirnya bersuara."Kalian tidak perlu terburu-buru," katanya dengan suara berat namun tenang. "Setiap pasangan punya waktunya masing-masing. Asal kalian bahagia, itu sudah cukup."Damian tersenyum tipis, sedikit lega karena setidaknya ayahnya tidak ikut menekan mereka.Namun, sebelum suasana benar-benar kembali santai, Halimah tiba-tiba b

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Kamu Sehatkan, Fara?

    Fara menatap bayangannya di cermin, menghela napas panjang sebelum merapikan blus sutra yang ia kenakan. Meski sudah berusaha tampak rapi, matanya tetap terlihat lesu, seakan ada beban yang terus menghimpit dadanya.Damian yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya, perlahan mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggang Fara. Ia mengecup pelan puncak kepala istrinya, suaranya lembut ketika berbisik, "Semua akan baik-baik saja."Fara hanya tersenyum tipis. Ia ingin percaya, ingin berpikir bahwa malam ini akan berlalu tanpa insiden, tanpa komentar yang menekan, tanpa tatapan yang menusuk. Namun, pengalaman selama ini mengajarinya untuk tidak berharap terlalu banyak.Mereka tiba di restoran tepat waktu. Cahaya keemasan dari lampu gantung memberikan kesan elegan pada ruangan. Pelayan berseragam hitam putih berjalan dengan anggun, menyajikan hidangan kepada tamu-tamu istimewa.Di sebuah meja besar, keluarga besar Damian sudah berkumpul.Halimah, mertuanya, duduk anggun di samping suamin

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Tentang Anak

    Setelah kepergian Juan, Fara masih berdiri di dekat pintu, jemarinya memainkan ujung kaosnya tanpa sadar. Jantungnya masih berdebar pelan, mengingat tatapan Juan sebelum pria itu pergi terburu-buru."Kenapa dia mendadak jadi aneh begitu?" pikirnya.Fara menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya sendiri. Ia harus berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak. Ini bukan pertama kalinya ia bertemu Juan, tapi entah kenapa kali ini rasanya berbeda.Saat malam tiba, Damian pulang kerja lebih awal dari biasanya. Fara yang tengah sibuk di dapur mendengar suara langkah kaki suaminya mendekat."Hei," sapa Damian sambil mencium keningnya sekilas sebelum duduk di meja makan.Fara tersenyum kecil. "Tumben cepat pulang?""Rapatnya selesai lebih cepat," jawab Damian sambil membuka kancing kerah bajunya. Ia lalu m

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pegang Aku Aja Kalau Takut Jatuh

    Fara mendorong troli perlahan di antara rak-rak supermarket, matanya menyapu deretan barang yang tersusun rapi. Ia hanya berniat membeli beberapa kebutuhan dapur, tapi tanpa sadar, daftar belanjaannya bertambah panjang.Saat hendak mengambil sekotak susu, suara familiar menyapanya dari samping. "Kamu lagi borong persediaan sebulan?"Fara menoleh cepat. Juan berdiri di sana, masih dengan penampilan uniknya—kemeja sedikit kebesaran dengan jaket hitam yang tampak tidak serasi, dan rambut acak-acakan seolah baru bangun tidur. Namun, berbeda dari sebelumnya, kali ini ekspresinya lebih ramah.Fara menghela napas. "Nggak juga, cuma… kayaknya aku terlalu impulsif kalau belanja."Juan melirik isi troli yang sudah cukup penuh. "Jelas banget. Kalau kamu butuh saran, aku bisa bantu milihin. Aku lumayan ngerti soal bahan makanan."Fara tersenyum tipis. "Boleh juga."Mereka mulai berjalan beriringan, memilih sayur dan buah dengan lebih selektif. Juan sesekali memberikan komentar tentang kualitas pro

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Pipimu Masih Merah

    Fara yang tersipu malu hanya bisa tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Dengan langkah sedikit terburu-buru, ia berjalan menuju kasir terlebih dahulu, sementara Juan mengikuti dari belakang.Di meja kasir, Juan dengan cekatan melayani pembayaran Fara. Tangannya dengan luwes memasukkan croissant cokelat ke dalam kantong kertas, lalu menyerahkannya dengan senyum tipis yang masih menghiasi wajahnya. “Ini pesanannya. Semoga suka,” ujarnya dengan suara hangat.Fara menerima kantong roti itu dengan hati yang masih berdebar. “Terima kasih,” ucapnya pelan, lalu segera berbalik sebelum kegugupannya semakin terlihat. Kiara yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka, hanya menahan tawa geli sebelum akhirnya ikut melangkah keluar dari toko.Saat mereka berjalan pulang, Kiara tak bisa menahan diri untuk menggoda sahabatnya. “Astaga, Fara, tadi itu apa?” tanyanya sambil menyeringai, matanya berbinar penuh rasa jahil.

  • Godaan Panas Tetangga Baru   Croissant, atau mungkin roti manis?

    Kiara tiba di rumah Fara dengan wajah penuh antusias, matanya bersinar cerah. "Ayo ikut aku! Ada toko roti baru di dekat kompleks, katanya enak banget!" serunya tanpa basa-basi, suaranya riang dan penuh semangat.Fara yang sedang bersantai di sofa mengernyit, memandang sahabatnya yang begitu bersemangat. "Toko roti? Kenapa tiba-tiba?" tanyanya dengan nada bingung, tak tahu harus menanggapi bagaimana."Ya, penasaran aja! Lagian kamu juga lagi nganggur kan? Ayo, jangan banyak alasan!" Kiara menjawab cepat, menarik tangan Fara dengan penuh semangat, memaksanya bangkit dari tempat duduknya.Dengan sedikit keluhan dan senyum terpaksa, Fara akhirnya mengikutinya. Mereka berjalan santai menuju toko roti yang baru buka beberapa minggu lalu. Suasana pagi yang cerah membuat langkah mereka ringan, dan tidak lama setelah itu, mereka pun tiba di depan toko yang kecil namun terlihat hangat. Saat melangkah masuk, aroma roti yang baru matang langsung menyambut mereka. Udara di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status