Yura wanita muda yang harus terjebak dalam percintaan orang dewasa. Sampai mendapat sebutan perebut laki orang (pelakor) diusia yang baru menginjak 20+. Terlibat dalam skandal perselingkuhan atasanya di tempat magang mengharuskan Yura untuk dinikahkan dengan pria asing. Bahkan calonya ini tidak bisa terlepas dari jeraratan cinta wanita yang terlebih dahulu hadir di kehidupan pria ini. Kehidupannya semakin rumit ketika Yura dituduh menjadi dalang insiden yang menimpa kekasih calon suaminya. Bahkan sang calon suami bersumpah untuk membuat Yura hidup dengan penyesalan. Akankah Yura mampu membuka mata hati calon suaminya dan memecahkan segala prasangka buruk tentang dirinya.
View More“APA INI? HAH!” Suara gebrakan meja membuat gadis yang asik menikmati tontonan televisi itu langsung terdiam melihat salah satu bagian isi map yang menyembul keluar, “KETERLALUAN SEKALI KAMU, YUR!” Leher Yuda menampakan guratan otot sambil menatap nyalang kearah putri kebanggaanya. Ya dulu, bukan sekarang yang membuat dirinya harus kehilangan harga dirinya. Kesalahanya hanya satu tapi resikonya membuat Yuda ingin melenyapkan putrinya sendiri sekarang juga. “PAPAH UDAH INGETIN KAMU UNTUK JAGA KELAKUAN TAPI APA HAH!!” bentak Yuda menggertakan gigi-giginya.
Ratna tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah meninggalkan belanjaanya di depan teras setelah mendengar teriakan dari suaminya Yuda. Ratna berjalan mendekati putrinya memegang pundaknya yang terlihat bergetar. “Ada apa sih pah? Kamu enggak biasanya marah sampai suaramu udah kaya pake toa masjid. Kalo ada masalah mbok ya jangan pake emosi begitu nggak baik. Anakmu ini sampe gemeter lo ini, di apain sama kamu?” Tanya Ratna menuntut penjelasan pada suaminya. Ratna sebagai ibu yang baik kembali menenangkan putrinya yang mulai menangis.
“Aku marah itu buat kebaikan Yura ngerti nggak mah. Anakmu ini kelakuanya sudah keterlaluan. Aku merasa gagal jadi ayahmu Yur. Papah ini mati-matian sekolahin kamu tinggi-tinggi buat jadi wanita sukses bukan jadi..” Ucapan Yuda berhenti menghela nafas kasar.
“Jadi apa pah? Kamu tuh kalo ngomong jangan setengah-setengah gitu. Mamah kan nggak paham apa yang lagi kamu marahin ke anakmu ini.” Ratna mendekati Yuda menuntut penjelasan, “Kalo masalah pacaran ya biarin dong pah. Yura tuh udah gede jangan dikekang mulu kamu tuh nggak pernah abg ya pah!” Ujar Ratna yang mengira suaminya memarahi anaknya karena sedang menjalin kasih. Karena selama beberapa minggu ini Ratna sering memergoki putrinya di antar pulang dengan mobil tapi Ratna sendiri enggan menanyai putrinya biarkan saja sang anak jujur tanpa harus dirinya tanyai.
“Liat sendiri saja mah.” Tunjuk Yuda pada map coklat diatas meja, “Anakmu ini sudah mempermalukan kita sebagai orang tua. Kebangetan banget jadi anak! Papah sampe nggak habis pikir kurang apa papah ngedidik kamu Yur…yur.” Yuda menghembuskan nafas kasar membuang muka tidak ingin menatap putrinya yang sesenggukan menangis.
Ratna langsung menyambar map coklat kemudian membukanya, “Foto begini aja Pah kamu kok marahnya sampe begitu? Ini enggak ada yang aneh loh. Kalo liat dari umurnya memang keliatan sudah dewasa dari pada Yura toh jodoh nggak mandang umur kan. Kamu kebiasaan Pah masalah begini kamu gede-gedein.” Semprot Ratna dengan segala ketidaktahuannya.
Mama Ratna kembali ke posisi putrinya berdiri menarik lengan putrinya yang masih terisak untuk duduk, “Yang di foto itu pacarmu tah Yur?” Tanya mama Ratna di jawab gelengan oleh Yura. Mendapat jawaban yang tidak seperti perkiraanya mama Ratna memasang wajah penuh pertanyaan di kepalanya, “Terus laki itu siapamu yur?”
“Wes gausah nanya anakmu itu Mah, mana bisa dia jawab.” Ujar Yuda yang sudah kadung dongkol melihat istrinya yang masih saja memperlihatkan pembelaanya kepada putrinya, “Kamu tau nggak kalo Istrinya datang ke saya langsung tadi, minta saya buat nasehatin Yura. Muka saya sampai nggak berani liat wajahnya mah saking malunya, malu saya mah malu!” Tambah Yuda penuh penekanan diujung ucapannya. Yuda menggeser kursi dengan kasar duduk menatap istrinya yang masih belum paham apa yang barusan dikatakanya. Dia bahkan tidak mau menatap iba putrinya yang sedari tadi tangisanya memenuhi ruangan tanpa henti.
“Maksudmu istri siapa?” Tanya mama Ratna sedikit menaikan nada suaranya. Kembali menatap intens suaminya yang belum menjawab pertanyaanya barusan, “Jangan bilang..” mama Ratna menutup mulutnya sambil menatap lembaran foto yang berserakan di atas meja kemudian kembali menatap putrinya dengan ekspresi tidak percaya, “Astagfirullah, Yur. Apa bener yang di foto sama kamu itu sudah bersuami? Dijawab Yur jangan cuma nangis mamah cuma butuh kamu jelasin! Mamah masih percaya kamu Yur masa iya anak mama bisa-bisanya jadi apa tuh namanya jaman sekarang. PE..pe.. Pelakor ah itu maksud mamah. Kamu tuh anak perempuan mamah yang berharga Yur jangan bikin mamah hilang kepercayaan sama kamu Yur.” Tatap mama Ratna mengarah ke putrinya menunggu jawaban tentunya. Sebisa mungkin dirinya menghilangkan prasangka buruk mengenai anak yang dia besarkan penuh kasih sayang. Perjuangan mengandung sembilan bulan masih teringat jelas bagi mama Ratna mengingat anaknya yang merupakan perempuan akan sangat terluka hatinya jika benar anaknya mengambil jalan yang tidak semestinya, “Jangan diem aja Yur, mau bunuh mama pelan-pelan kamu!” Ratna kembali bersuara cukup membuat Yura tidak sanggup melihat sang mama marah.
“Astagfirullah istigfar mah kalo ngomong jangan bawa-bawa mati.” Papah Yuda mendekati istrinya yang matanya sudah terlihat kilatan amarah. Tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan, Yuda segera menggenggam tangan istrinya Ratna, “Kamu tau mah istrinya sampai memohon sama saya, sebagai ayah hati saya hancur. Umurnya masih sangat muda kalo dilihat tidak jauh beda dengan Yura.” Jelas Papah Yuda kembali menceritakan kejadian siang tadi di tempat kerjanya. Sekali lagi mama Ratna menghela nafas agar melegakan dadanya yang terasa sesak.
“Mah Yura sama Pak Bram cuma sebatas atasan sama bawahan enggak lebih. Pak Bram manager ditempat magang Yura. Dia sering anter Yura cuma karna dia kasian ke Yura rumahnya jauh kan lumayan hemat ongkos juga.” Ucap Yura lirih masih di barengi dengan tangisnya yang tidak kunjung mau berhenti, “mamah percaya kan sama Yura?” ujar Yura meyakinkan hati mamah Ratna.
“Istrinya sampai datang loh Yur ketemu sama bapakmu. Kalopun kamu emang enggak ada apa-apa mana mungkin istrinya sampe segitunya loh nyamperin bapakmu. Jujur Yur sama mamah kamu ngapain aja sama dia?” Tanya mama Ratna lagi terus mengintrogasi putrinya.
“Ya Allah mah, Yura enggak pernah macem-macem. Pak Bram sering minta bantuan ke Yura itu doang enggak lebih masa iya Yura nolak kan gimanapun dia atasan Yura di tempat magang.” Ujar Yura membantah segala yang di pojokan mengenai dirinya.
“Bantuin apa Yur jelasin ke mamah? Yang sering telponan sama kamu malem–malem mama liat itu siapa?” Lagi- lagi Yura dibuat terdiam. Kepalanya yang tadi menunduk seketika terangkat menatap mamanya. Melihat putrinya yang terdiam mama Ratna cukup peka akan hal itu, “Jadi itu yang kamu bilang bantuan! Mamah enggak habis pikir sama kamu, Yur.” Helaan nafas kembali terdengar. Disitu memang sudah tidak ada suaminya karena barusan ada panggilan dadakan yang mengharuskan dia kembali ke tempat kerjanya. Kalo ada mungkin peralatan rumah sudah dipastikan hancur akan amukanya.
“Enggak gitu mah.” Ujar Yura kembali mencari cela agar dirinya tidak disalahkan atas tindakanya yang memang tidak dibenarkan itu.
“Kamu ngebela seribu kalipun Yur kamu tetap salah, salah ngerti nggak! Mama juga seorang istri sekaligus ibu sudah pasti tau perasaan istrinya Yur. Kamu bisa-bisanya hal begitu kamu anggap enteng! Kamu juga perempuan harusnya dipikir kalo mau ngapa-ngapain tuh, kalo udah tau punya istri jaga jarak. Lah ini bukanya jaga jarak malah sengaja ngasih tempat. Gimana enggak seneng dia dikasih respon sama kamu yang masih muda seger gini. Walaupun sekarang enggak ada apa-apa takutnya kamu yang palah nyaman sama dia.” Ucapan mama Ratna bagai hantaman batu besar mengisi dada Yura, “Disini sudah jelas kamu yang salah. Biarin bapakmu nanti yang ngurus apa yang baik buat kamu Yur. Mama cuma pesen jangan sampai kamu ngecewain mamah. Sampai kamu ngelakuin itu sudah mamah lepas tangan.” Tambah mama Ratna sambil berdiri yang teringat dengan belanjaanya yang dia tinggal saking kalutnya suasana tadi.
Setelah kepergian mama Ratna mengarah ke pintu depan, Yura mendadak menghentikan tangisanya mengambil ponsel yang berdering di lantai. Tadi ponselnya memang diletakan di atas pangkuanya sampai tidak sadar entah bagaimana posisi ponsel itu sudah dilantai, untung saja tidak ada retak sedikitpun. Yura sedikit menatap lega melihat ponselnya sedikit mengerutkan dahinya sebelum tanganya menggeser tombol hijau di layar.
“Aku menunggumu sayang.” Suara berat dari seorang pria terdengar di sertai bunyi pembicaraan mereka berdua terputus.
“Pak, puter balik iya ke jalan Y.” Ujar Raka padahal sebentar lagi sudah sampai ke rumah tempat tinggal ayahnya. Sang sopir juga sedikit bingung, “Nanti saya bayar dua kali lipat, bapak tenang aja.” Ujar Raka yang tentu saja langsung di sangupkan oleh sang supir taksi.Raka langsung tersenyum senang begitu mendapat balasan dari Gebynya, belahan jiwanya. Otak Raka memang sudah terisi dengan Geby. Raka tidak memikirkan wajahnya yang terluka bahkan sampai melupakan urusanya dengan Yura. Mobil tampak melaju kencang begitu jalanan disekitar terlihat lengang. Begitu sampai yang dilakukannya yaitu memeluk erat kekasihnya tanpa berniat melepaskanya sama sekali. Geby yang terlihat sumpek langsung menjauhkan dirinya dari dekapan Raka.“Kamu masih hutang penjelasan iya sama aku.”“Iya sayang. Tapi kamu maafin aku kan? Aku janji lain kali enggak akan ditutupin dari kamu.” Jawab Raka menggandeng Geby masuk ke dalam rumah milik Geby.“Tapi pernikahan kamu…”“Udah aku bilang kalo sebentar lagi perni
Begitu turun dari mobil Yura baru berucap, “Makasih kak.” Yura tersenyum sangat-sangat berterimakasih karena Hafiz bersedia membantunya. Jika bukan karena memikirkan perasaan Abi mungkin Hafiz bisa saja membeberkan pernikahan Raka. Hafiz dengan santainya melambaikan tangan kemudian langsung pergi meninggalkan Yura tepat di depan kediaman mertuanya Gilang.“Non, sudah ditunggu tuan di dalam.” Baru saja menginjakan kakinya Yura sudah langsung disambut oleh penjaga rumah. Yura saja masih belum hapal betul asisten ada di rumah mertuanya tapi mereka tampak sudah tahu bahwa Yura adalah menantu di rumah ini.Yura seharusnya langsung menuju kantor milik Bram sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh atasanya itu tadi pagi. Bram memang mengontak Yura untuk masuk membantunya membereskan beberapa dokumen penting di kantor. Namun karena mertuanya memintanya datang jadi Yura memutuskan untuk mampir sebentar.Anto mengetuk pintu kamar Raka dengan pelan.
Yura yang baru mau menutup pintu langsung terdorong hingga terjatuh kebelakang. Handuk yang berada di atas kepalanya sampai ikut terlepas hingga rambut basahnya tergerai membuat bau semerbak tercium di indera penciuman Raka. Yura langsung berdiri begitu hendak mendorong Raka agar keluar dari kamarnya justru hembusan nafas berbau alkohol membuatnya ingin muntah karena terlalu bau. “Sayang.” “Sayang pala lo!” Yura langsung menjauhkan diri dari pelukan Raka yang tidak mau lepas, “Lo mabuk, sadar gila gue bukan pacar lo.” Yura semain panik karena Raka semakin membuat dirinya tidak bisa terlepas dari pelukan yang begitu erat dari Raka. “Sayang mau kabur kemana? Jangan kabur lagi iya.” Ujar Raka bak anak kecil membuat seluruh badan Yura menjadi bergidik ngeri. Yura segera mengambil jaket menutupi bagian lengan yang terbuka karena hanya menggunakan baju tidur yang memang berbentuk gaun. Yura sengaja membiarkan Raka memeluknya sebelum meninggalkanya dan meman
“Rak! Udah cok. Lo mau mati hah!” Hafiz merebut botol minuman yang berada ditangan Raka, “Lo kalo patah hati nggak gini caranya.” Hafiz lagi-lagi merebut minuman dan menjauhkanya dari jangkauan Raka. Raka sudah mulai teler sehingga kehilangan kesadaran gaya bicaranya juga ngawur. Raka menggerang sambil menangis, “Geby nggilang, ngapain gue hidup.” Ujar Raka dibalik tangisanya membuat Hafiz bergidik. “Ck, setan nih bocah.” Umpat Hafiz begitu memapah Raka masuk ke dalam mobilnya, “Rio sialan gue yang musti ngurusin bayi gede.” Umpat Hafiz lagi pada satu temanya yang mengatakan tidak bisa membantu karena sedang kencan tidak dapat diganggu sama sekali, “Bisa banget ini bocah ketempat yang beginian.” “Maaf mas, ini tadi masnya bilang sebelum mabuk buat dianter ke alamat yang ini.” Hafiz langsung mengangguk menaruhnya ke dalam saku celana. “Makasih, pak.” Hafiz mengangkat tangan sebagai lambaian salam perpisahan. Tidak lupa Hafiz memberikan tips pada petugas yang m
“Hey! Mau kemana?” Abi meraih tangan Yura yang hendak pergi. Yura berbalik melihat Abi datang dengan beberapa dokumen ditanganya. Begitu melihat ke sisi jendela lagi mobil itu sudah berlalu pergi dan Yura belum sempat mengonfirmasi apa yang baru saja di lihatnya.“Udah iya, kirain masih lama.”“Ini pipi kamu kenapa merah begini?” Tanya Abi sambil menunjuk pipi Yura yang terlihat cukup jelas berbeda dari pipi yang satunya.“Enggak kenapa kok kak, ini kelamaan diginiin pake tangan kak nanti juga ilang.” Alibi Yura yang tidak ingin memberitahu kejadian sebenarnya pada Abi. Abi masih belum percaya tentunya karena masih terlihat mengamati dengan tatapan matanya menelisik kebohongan dimata Yura. Yura jelas langsung sengaja berbalik, “Langsung pulang kan kak?” Melihat Abi masih diam ditempat Yura kembali berbalik tapi setengah menampakan wajahnya yang tidak terkena tamparan. Baru setelahnya Abi langsung mengan
“Bisa nggak jangan narik-narik lagi, tangan gue sakit.” Ujar Yura memelas sementara Raka tetap tidak peduli rasa sakit istrinya sama sekali. Pergelangan tangan Yura sampai memerah karena genggaman tangan Raka sedari tadi sehingga menciptakan rasa sedikit sensasi perih. Sedangkan kakinya juga sedikit lecet karena kebetulan Yura menggunakan sepatu sandal yang berbahan kasar. “Lo matipun gue juga enggak akan peduli.” Sinis Raka yang seakan sudah menjadi gila karena cintanya sedang hilang. Geby seakan sudah menjadi setengah tubunya sehingga rasanya seperti kehilangan setengah nyawanya. “Yaudah bunuh aja sekalian biar lo puas.” Runtuk Yura karena sedari tadi dirinya selalu menurut sedari tadi diperlakukan tidak manusiawi oleh raka suaminya sendiri. Walaupun pernikahan mereka dilakukan secara paksa seharusnya Raka lebih bersikap baik terhadap Yura. Justru ini sebaliknya tidak ada kata baik untuk istrinya Yura didalam pikiran Raka yang ada hanya pikiran jahat tentang wanita
Yura menarik Kiano menuju taman belakang yang memang sepi tapi terlihat rindang dengan pohon manga besar dengan kursi dibawahnya. Kiano hanya menurut begitu ditarik tanpa adanya melawan sedikitpun. Begitu sampai Yura melepaskan tangan Kiano dan langsung menatapnya sambil berkaca pinggang.“Enggak Gaga enggak yang ini. Semua nggak ada yang waras.” Ujar Kiano membaweli Yura.“Lo tau dari mana tempat ini?” Tanya Yura tidak menggubris bawelan Kiano yang mengarah padanya.“Tau lah gue kan cenayang.”“Serisan, Ki. Tau dari mana?” Ujar Yura yang penasaran setengah mati. Bahkan Riri dan Dini sama sekali tidak diberitahunya mengenai hal ini, “Apa lo ngikutin gue?” Selidik Yura mencari jawaban dari sorot mata Kiano.“Mana ada ngikutin.”“Iya terus!”“Mau tau aja apa mau tau banget.” Ujar Kiano palah bercanda membuat Yura berujung kesal.&ldquo
Sasa melayangkan protes kepada suaminya Bram setelah mendengar bahwa Yura dipekerjakan di perusahaan milik suaminya itu. Bram yang baru saja pulang lembur karena mengurus masalah yang terjadi minggu belakangan ini menjadi masam melihat istrinya marah saat baru membuka pintu kamar. Sasa dengan kesal menuntut penjelasan pada suaminya mengapa harus wanita itu sungguh Sasa tidak habis pikir dengan pikiran suaminya.“Mas kita harus bicara.”“Yasudah bicara.” Bram memejamkan matanya namun masih belum tertidur di atas kasur. Badanya serasa remuk karena harus berkutat dengan banyak dokumen yang membengkak dan harus kejar target dalam waktu dua hari. Maka dari minggu depan Bram sudah mengontak Yura untuk masuk dan membantunya. Bram sudah lelah dan hampir terlelap namun badanya berasa gempa karena Sasa istrinya membuatnya terjaga dan bukanya membiarkan dirinya istirahat. Bram langsung mengubah posisi menjadi terduduk dengan tatapan marah, “Aku
Raka begitu memanjakan Geby begitu sampai dia langsung menggendongnya lagi masuk ke dalam rumah. Rumah kali ini adalah rumah barunya bersama Yura istrinya. Raka sengaja membawa Geby ke rumah baru karena jaraknya yang lebih dekat dari tempat acara. “Sayang, ini rumah siapa?” Tanya Geby yang berada di gendongan Raka tanganya melingkar manis di lehernya Raka. “Anggap aja rumah kita berdua.” Jawab Raka membuat Geby tersenyum senang. Jika berkaitan dengan uang tentu Geby akan senang. Apalagi melihat rumah yang sebesar dua kali lipat dari miliknya. Matanya langusung berbinar-binar seperti menatap berlian. Suti membukakan pintu untuk tuanya dan sedikit terkejut karena wanita yang di gendong bukanlah Yura istri majikanya. Raka membawa Geby masuk dan meletakanya di sofa ruang tamu. Suti menatap kemesraan dua manusia di hadapanya. “Ya gusti.” Pekiknya spontan begitu melihat adegan perselingkuhan di matanyanya langsung, “Kalo ini suami saya sudah saya potong-pot
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments