Yura yang baru mau menutup pintu langsung terdorong hingga terjatuh kebelakang. Handuk yang berada di atas kepalanya sampai ikut terlepas hingga rambut basahnya tergerai membuat bau semerbak tercium di indera penciuman Raka. Yura langsung berdiri begitu hendak mendorong Raka agar keluar dari kamarnya justru hembusan nafas berbau alkohol membuatnya ingin muntah karena terlalu bau.
“Sayang.”
“Sayang pala lo!” Yura langsung menjauhkan diri dari pelukan Raka yang tidak mau lepas, “Lo mabuk, sadar gila gue bukan pacar lo.” Yura semain panik karena Raka semakin membuat dirinya tidak bisa terlepas dari pelukan yang begitu erat dari Raka.
“Sayang mau kabur kemana? Jangan kabur lagi iya.” Ujar Raka bak anak kecil membuat seluruh badan Yura menjadi bergidik ngeri. Yura segera mengambil jaket menutupi bagian lengan yang terbuka karena hanya menggunakan baju tidur yang memang berbentuk gaun.
Yura sengaja membiarkan Raka memeluknya sebelum meninggalkanya dan meman
Begitu turun dari mobil Yura baru berucap, “Makasih kak.” Yura tersenyum sangat-sangat berterimakasih karena Hafiz bersedia membantunya. Jika bukan karena memikirkan perasaan Abi mungkin Hafiz bisa saja membeberkan pernikahan Raka. Hafiz dengan santainya melambaikan tangan kemudian langsung pergi meninggalkan Yura tepat di depan kediaman mertuanya Gilang.“Non, sudah ditunggu tuan di dalam.” Baru saja menginjakan kakinya Yura sudah langsung disambut oleh penjaga rumah. Yura saja masih belum hapal betul asisten ada di rumah mertuanya tapi mereka tampak sudah tahu bahwa Yura adalah menantu di rumah ini.Yura seharusnya langsung menuju kantor milik Bram sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh atasanya itu tadi pagi. Bram memang mengontak Yura untuk masuk membantunya membereskan beberapa dokumen penting di kantor. Namun karena mertuanya memintanya datang jadi Yura memutuskan untuk mampir sebentar.Anto mengetuk pintu kamar Raka dengan pelan.
“Pak, puter balik iya ke jalan Y.” Ujar Raka padahal sebentar lagi sudah sampai ke rumah tempat tinggal ayahnya. Sang sopir juga sedikit bingung, “Nanti saya bayar dua kali lipat, bapak tenang aja.” Ujar Raka yang tentu saja langsung di sangupkan oleh sang supir taksi.Raka langsung tersenyum senang begitu mendapat balasan dari Gebynya, belahan jiwanya. Otak Raka memang sudah terisi dengan Geby. Raka tidak memikirkan wajahnya yang terluka bahkan sampai melupakan urusanya dengan Yura. Mobil tampak melaju kencang begitu jalanan disekitar terlihat lengang. Begitu sampai yang dilakukannya yaitu memeluk erat kekasihnya tanpa berniat melepaskanya sama sekali. Geby yang terlihat sumpek langsung menjauhkan dirinya dari dekapan Raka.“Kamu masih hutang penjelasan iya sama aku.”“Iya sayang. Tapi kamu maafin aku kan? Aku janji lain kali enggak akan ditutupin dari kamu.” Jawab Raka menggandeng Geby masuk ke dalam rumah milik Geby.“Tapi pernikahan kamu…”“Udah aku bilang kalo sebentar lagi perni
“APA INI? HAH!” Suara gebrakan meja membuat gadis yang asik menikmati tontonan televisi itu langsung terdiam melihat salah satu bagian isi map yang menyembul keluar, “KETERLALUAN SEKALI KAMU, YUR!” Leher Yuda menampakan guratan otot sambil menatap nyalang kearah putri kebanggaanya. Ya dulu, bukan sekarang yang membuat dirinya harus kehilangan harga dirinya. Kesalahanya hanya satu tapi resikonya membuat Yuda ingin melenyapkan putrinya sendiri sekarang juga. “PAPAH UDAH INGETIN KAMU UNTUK JAGA KELAKUAN TAPI APA HAH!!” bentak Yuda menggertakan gigi-giginya. Ratna tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah meninggalkan belanjaanya di depan teras setelah mendengar teriakan dari suaminya Yuda. Ratna berjalan mendekati putrinya memegang pundaknya yang terlihat bergetar. “Ada apa sih pah? Kamu enggak biasanya marah sampai suaramu udah kaya pake toa masjid. Kalo ada masalah mbok ya jangan pake emosi begitu nggak baik. Anakmu ini sampe gemeter lo ini, di apain sama kamu?” Tanya Ratna menuntu
Raka mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi menembus jalan kota Jakarta yang cukup padat. Rakaza Dwi Putra Raharja anak yang kini telah tumbuh menjadi pria bebas semenjak kedua orang tuanya berpisah. Mungkin sekitar lima tahun belakang dia mulai memilih jalan mengikuti pergaulan anak muda jaman sekarang. Baju warna hitam jelana jeans kesukaanya beserta jaket kulit hadiah dari sang pacar membuat penampilanya semakin memanjakan mata wanita jomblo. Raka memang memiliki wajah perpaduan orang tuanya namun kebih dominan wajah ibunya Ami yang memang sangat cantik selebihnya tentu saja mencontoh sang ayah Gilang Raharja.“Akhirnya Rak keluar kandang juga lo.” Seru Abi salah satu teman kampus Raka yang melihat kedatangan Raka setelah memarkirkan motornya. Seruan layak anak tongkrongan menggema disaat Raka sudah sampai pada meja tempat mereka bertemu. Bagaimana bisa sang bucin Raka datang tanpa membawa Geby sang pacar yang hampir setahun menemaninya kemanapun.
Tepatnya di meja makan milik keluarga Gantara sudah duduk anggota keluarga untuk menikmati makan pagi. Bisa dilihat bahwa yang tertua disana adalah orang tua dari Bram yang datang mengunjungi putranya sekaligus kangen cucu yang telah lama tidak di tengoknya. Bram yang baru dibangunkan istrinya Sasa belum kunjung turun untuk ikut sarapan jadi Sasa menggantikan Bram menemani mertuanya sarapan terlebih dahulu. “Kabarmu sama suamimu gimana, Sa? Pertanyaan itu terlontar dari Ima sang ibu mertua, “Ibu harap kamu dapat memaklumi kelakuan Bram ya Sa. Apalagi sekarang sudah ada Kenan pasti kamu repot kan. Sekarang sudah tau susahnya jadi ibu jadi banyakin sabar saja.” Ucap Ima membuat Sasa tersenyum kikuk, “Kalian sudah dewasa apalagi Bram yang sudah kepala tiga, kalo ada masalah selesaikan dengan kepala dingin.” Tambah Ima menasehati menantunya agar kejadian yang menimpa dirinya tidak terjadi pada orang lain. Jujur saja Ima masih tidak bisa melupakan rasa sakit akibat kegoisannya me
Dengan wajah supelnya Yura masuk ke dalam gedung perkantoran yang menjadi tempat magangnya. Terlihat Dina dan Riri menampakan cengiran khas mereka sambil melambaikan tangan. Dina Yura masuk melirik ke meja Pak Bram yang masih kosong sedikit rasa lega. Pak Bram itu memang ganteng, tapi buat apa kalo ganteng udah punya istri. Yura meletakan pantatnya pada kursi di sebelah Riri. “Ditungguin tau dari tadi!” Ucap Dina melemparkan alat pengaman diri berupa rompi pada Yura. “Apaan nih? Ditungguin apa sih?” Balas Yura yang belum paham maksud ucapan Dini barusan segala main lempar rompi tepat mengenai tangan kirinya Yura. “Enggak liat grup?” Sahut Riri membuat Yura langsung menggeser layar ponselnya. “Ish apaan sih! Jangan gue lagi lah. Gantian gitu.” Ucap Yura sedikit kesal mengerucutkan bibirnya, “ Ri, lu aja sih!” Senggol Yura pada Riri agar mau menggantikannya. Yura tau bahwa Pak Bram juga ada disana, “Ayolah! “ bujuk Yura lagi. Jika dia meminta Dina
“Heh! Kemarin gimana ceritanya lo bisa diajak ngehotel sama Pak Bram?” Tanya Dini yang penasaran dengan postingan status Yura, “Jangan bilang lu buka jasa kah?” Cecar Dini sambil bergidik ngeri melihat ke Yura. “Gila aja. Lu kalo ngomong enggak pake saringan sih, Din!” Ucap Yura kesal. “Terus itu apaan udah main di kamar segala?” “Iya kan enggak selamanya main di kamar begituan kali. Lagian kita beda kamar ngaco!” Yura menyentil kening Dini membuat itu anak meringis mengusap bagian yang di sentil tadi. “Tapi kemarin tuh gue..” Ucapan Yura terputus saat kedatangan dosen pembimbing mereka, “Pagi, Pak.” Sapa Yura diikuti Dini yang menyahut menyapa sang dosen. "Mari keruangan saya." Ucap sang dosen. Yura dan Dini serempak mengekor pada sang dosen diikuti Riri berlari mengejar keduanya. Setelah selesai melakukan bimbingan mereka menuju gazebo yang ada di kantin kampus tempat biasa anak kampus nongkrong. Dari arah parkiran Kiano datang denga
“Baru pulang?”Suara terdengar saat Yura menyalakan lampu yang terlihat gelap.Yura sebisanya mengatur keterkejutanya, “Iya.” Jawab Yura pada sang ibu.Yura berjalan meletakan sepatu pada sebuah rak kecil di belakang pintu. Kemudian beralih ke posisi ayahnya yang sedang duduk disebuah bangku dekat jendela sang ayah sambil memegang buku beserta kaca mata terpasang di matanya. Menghela nafas sejenak lalu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar.Yura jelas memilih menghindari pertanyaan yang akan membuat keadaan semakin panas. Ayahnya masih mendiamkannya sampai saat ini. Sedari tadi bahkan dia mengutarakan kebodohan dirinya karena hampir saja lupa jika barusan diantar oleh Pak Bram yang menjadi masalah ayahnya masih tida mau bicara denganya.“Bodoh! Semoga aja tadi enggak ada yang liat.” Ujar Yura menjambak rambutnya sebelum berhenti karna decitan pintu yang terbuka, “Kenapa, Ma?”Kepala Mama R