Raka mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi menembus jalan kota Jakarta yang cukup padat. Rakaza Dwi Putra Raharja anak yang kini telah tumbuh menjadi pria bebas semenjak kedua orang tuanya berpisah. Mungkin sekitar lima tahun belakang dia mulai memilih jalan mengikuti pergaulan anak muda jaman sekarang. Baju warna hitam jelana jeans kesukaanya beserta jaket kulit hadiah dari sang pacar membuat penampilanya semakin memanjakan mata wanita jomblo. Raka memang memiliki wajah perpaduan orang tuanya namun kebih dominan wajah ibunya Ami yang memang sangat cantik selebihnya tentu saja mencontoh sang ayah Gilang Raharja.
“Akhirnya Rak keluar kandang juga lo.” Seru Abi salah satu teman kampus Raka yang melihat kedatangan Raka setelah memarkirkan motornya. Seruan layak anak tongkrongan menggema disaat Raka sudah sampai pada meja tempat mereka bertemu. Bagaimana bisa sang bucin Raka datang tanpa membawa Geby sang pacar yang hampir setahun menemaninya kemanapun. Bagaikan perangko yang kemanapun harus berdua ya begitulah mereka. Maka dari itu teman-teman Raka sampai bertepuk tangan saat Raka duduk sambil menoyor teman-temanya karna dirinya menjadi pusat perhatian seisi café
“Malu anjir! Receh lu pada udah kaya ibu-ibu komplek depan rumah gue.” Ujar Raka sambil menyambar gelas minum milik temannya karena tenggorokannya berasa sangat kering, “Geby lagi ke Bandung makanya gue ngga ngajak dia. Keliatan banget apa kesepianya gue sekarang?” Tambah Raka sambil tersenyum kecut mengingat sudah terbiasa apa-apa sama Geby. Bahkan baru kali ini Geby hanya sekali menghubunginya membuat Raka uring-uringan sampai disitulah Raka menerima ajakan temanya untuk mencari angin segar di malam minggu.
“Makanya jangan bucin banget jadi cowok, lu tuh ganteng bisa kali punya simpenan jadi ngga kaya orang putus cinta kusut banget tuh muka” Ejek Rio yang memang sering gonta-ganti pacar, selagi muda dibikin seneng aja gausah serius- serius, “Yee nggak Cing?” bertanya pada satu temanya yang bernama asli Hafiz agar menyetujui apa yang barusan di ucapkannya. Jangan pernah tanya kenapa nama yang bagus sering diganti dengan nama yang konyol itu sudah biasa dalam lingkup pertemanan siapapun.
“Bangke! Yoyo emang laknat jadi manusia.” Pekik nyaring Hafiz menoyor kepala Rio, “Gue lagi ngerank jancuk!” timpalnya lagi sambil mendengus kesal, “Jangan dengerin Ka, sesat lu ngikutin ajaranya. Lo tau kan si Nanas muda tuh yang dandananya udah kaya ibu pejabat.” Semua terkekeh kecuali Rio yang berusaha menutup mulut Hafiz yang embernya minta ampun, “Kalo bukan karna bantuan gue udah abis nih bocah kena omel bapaknya yang polisi. Bisa-bisanya dengan pedenya bawa tuh nanas muda jalan kaga kenal waktu. Bapaknya sangar banget lagi gue sampe skeptis. Dan lo tau nih anak nih.” Tunjuknya pada Rio, “Bukanya minta maaf ke bapaknya palah numbalin gue gilak kan nih anak. Modal pisang doang lu gedein tanggung jawab kaga berani.” Ejek Hafiz membuat Rio mengerucutkan bibirnya. Sedangkan Abi dan Raka tertawa ngakak.
Ditempat yang sama namun hanya terhalang kaca Yura sedang duduk bersama seorang pria. Matanya masih terlihat bengkak namun sudah lumayan kempes hidungnya yang merah juga sudah kembali normal. Beruntung karna ada masker yang bisa menutupi wajahnya yang terkadang kurang nyaman mendapat lirikan beberapa kali. Tanpa mau menyentuh makanan yang ada di depanya Yura asik memainkan ponselnya yang tidak kunjung mendapatkan notif dari yang ditunggunya sedari tadi. Selain itu juga dirinya mager membuka masker karna Yura yakin Gaga pasti akan menanyainya macam-macam sudah kaya reporter.
“Udah kan gue mau balik ya! Ini gue ambil.” Ucap Yura meraih uang yang ada diatas meja dari Gaga. Uang itu memang di berikan Gaga terkait hutangnya untuk membeli motor seken. Walaupun sudah tidak menjalin hubungan Gaga tidak akan melupakan hutangnya pada mantan kekasih. Uang itu Yura dapatkan dari hasil kerjanya yang baru menginjak 8 bulan di sebuah e-commerce.
“Jangan dulu sih.” Ucap Gaga mencegah Yura pergi, “Nanti gue anter Yur pulangnya. Lo baik kan? Mata lo bengkak abis nangis ya?” satu pertanyaan belum cukup bagi Gaga setelah hampir tiga bulan dirinya sama sekali lost kontak dengan Yura. Bahkan setelah ketemu lagi jujur Gaga belum bisa move on dari Yura walaupun dirinya setelah putus dari Yura pernah menjalin hubungan dengan wanita lain namun hubunganya kandas ditengah jalan.
“Yang lo liat?” Jawab Yura yang sedari tadi sudah bosan karena suara bising pengunjung café yang memanfaatkan malam minggunya dengan nongkrong bersama orang terdekatnya, “Katanya lo abis putus?” Tanya Yura sedikit acuh karna sedikit cemburu melihat Gaga sudah mempunyai tambatan hati setelah putus denganya. Yura sadar jika Gaga yang lulusan pelayaran sudah pasti banyak yang berminat menjadi pacarnya. Dulu pertemuan mereka diawali saat ujian masuk perguruan tinggi namun Yura gagal lolos sedangkan Gaga sebaliknya. Jadi disitulah mereka mulai saling mengenal sebenarnya Gaga yang mulai bertanya-tanya hanya untuk basa-basi agar bisa dekat dengan Yura.
“Ya nih patah hati gue. Mau balikan nggak Yur? Jujur gue masih ada rasa sama lo.” Ujar Gaga yang tidak mau membuang kesempatan langka bisa bertemu lagi dengan Yura. Dia juga yakin Yura juga sudah putus hubungan dengan salah satu rivalnya yang memang satu almamater dengan Yura di kampus. Dulu saat masih pacaran, Gaga sempat marah melihat kedekatan Yura dengan Kiano yang terbilang cukup dekat layaknya orang pacaran berangkat dan pulang selalu berdua. Selain Gaga yang harus mematuhi peraturan asrama yang tidak boleh keluar tanpa ijin sehingga mau tidak mau dia hanya bisa menemui Yura di hari minggu saja tanpa bisa antar-jemput Yura kuliah. Bahkan waktu Gaga putus dengan Yura, Kiano dengan senyum kemenanganya meluluhkan hati Yura agar mau menjadi pacarnya tapi itu tidak bertahan lama karna Yura memilih mengakhiri hubunganya dengan Kiano. Tentu saja itu membuat Gaga berpikir bisa kembali bersama Yura dan terlihat saat ini Gaga mulai memperjuangkan lagi walaupun kemungkinan Yura menolak.
“Apaan sih! Lo juga abis putus juga emang kenapa yang itu kan perawat bukan? Biasanya yang berseragam sukanya perawat gitu kata orang-orang.” Ejek Yura tidak suka dengan mantan Gaga yang pernah mengechatnya lewat I* agar Yura tidak lagi merespon pesan dari Gaga. Menyebalkan memang tapi sekarang Yura tersenyum puas karna hubungan keduanya ambyar alias kandas. Gaga memang selalu bercerita dengan Yura mengenai wanita manapun terutama perawat ini untuk meminta pendapat atau saran sebagai wanita. Sebelum wanita perawat ini terlalu mengekang Gaga sehingga keduanya sampai lost kontak membuat Yura membenci wanita yang satu ini sampai kapanpun. Setidaknya jangan dengan wanita ini Yura sungguh tidak rela mantanya bersama wanita yang mengecapnya perebut laki orang, “Sial!” Batin Yura mengingat ucapan wanita perawat itu saat men dmnya.
“Enggak ada yang kaya lo Yur.” Ucap Gaga membuat Yura menelan salivanya sembari meletakan ponselnya diatas meja. Yang tadinya enggan melepas masker, Yura memilih membukanya agar dirinya dapat menghirup oksigen sebanyak banyaknya. Mengingat tenggorokanya juga butuh yang segar-segar dan juga godaan di depanya yang sudah Gaga pesankan mubazir jika tidak di nikmati. Kalo dilihat makanan yang di pesan Gaga merupakan makanan kesukaan Yura semua, kalo dipikir-pikir dua setengah tahun Gaga cukup baik bisa mereka mengenalnya. Sangat disayangkan keduanya harus putus saat itu tentunya karna keputusan bersama membuat mereka harus berakhir, “Asli Yur, gue nyari yang kaya lo enggak ada.” Lagi lagi Gaga mebuat Yura semakin salah tingkah namun masih bisa dikondisikan oleh Yura. Selama itu juga Yura belum mampu menghilangkan kenangan saat masih berpacaran dengan Gaga. Jadi tidak salah jika benih cintanya masih ada walaupun tidak sebanyak dulu.Teringat jelas bagaimana perjuangan untuk bertemu bahkan hanya dua kali dalam sebulan. Yura meringis dalam hati melihat sekelebatan memori itu kembali setelah mencoba menguburnya dalam-dalam, “Yur menurut lo bisa nggak sih kita balikan? Apa udah ngga ada kesempatan lagi ya buat gue masuk ke dunianya lo lagi? Jangan diem dong! Kalo ada kan gue mau berjuang gitu.” Kekeh Gaga mencairkan suasana agar tidak kaku antara Yura.
“Gue harus jawab apa?” Yura palah balik bertanya membuat Gaga mencebikan bibirnya. Namun kembali tersenyum melihat tingkah rakus Yura yang seperti kelaparan, “Nggak usah ketawa gitu gue emang lucu!” Bela Yura semakin membuat Gaga melebarkan senyumannya. Gaga gemas melihat tingkah mantanya yang terkesan apa adanya didepannya, “Puas liatin gue? Udah kan? gue mau balik!” Kali ini Yura benar-benar berdiri menggeser bangkunya membuat space untuk kakinya. Tanpa menunggu tanggapan Gaga yang ikut berdiri menyusul Yura yang kian menjauh mengarah ke pintu luar.
Dari arah luar hendak masuk Raka berpapasan dengan Yura. Raka memang sehabis dari luar menerima telpon karna didalam terdengar berisik jadi memilih keluar menjauhi area café. Hanya hitungan detik mereka berdua bertatapan kemudian mata keduanya terputus.
“Woy Rak!” Teriak Abi dari tempatnya duduk namun terdengar samar-samar di telinga Raka. Sehingga Raka langsung mengalihkan pandanganya menuju teman-temanya duduk sedangkan Yura langsung berpaling melihat Gaga yang berusaha memanggilnya sambil berjalan mendekati posisi Yura sekarang berdiri., “Buruan lama lu!” Teriak Abi yang juga terdengar oleh telinga Yura. Yura yang mengetahui posisinya mengahalangi jalan langsung saja menggeser posisinya sedikit melipir agar lelaki didepannya bisa masuk terlebih dahulu. Raka langsung masuk setelah kontak mata juga dengan Gaga yang memang sudah berada di belakang Yura.
“Kenal?” Tanya Gaga yang memang tidak menyukai tatapan Raka pada Yura. Kalo saja Gaga masih ada status dengan Yura sudah dipastikan Gaga tidak tinggal diam melihat wanitanya dilirik cowok lain. Hanya sebatas tatapan tetap saja rasanya sangat tidak rela bagi Gaga. Yura hanya menggeleng pelan membuat perasaan cukup lega hatinya. Gaga sedikit melirik ke arah Raka sebelum menarik Yura keluar dari café terlihat Raka yang sudah duduk bersama teman-temanya, “Pulang kan? Ayo gue anter!” Yura hanya mengikuti tarikan Gaga menuju parkiran dimana motor Gaga terparkir.
“Cantik ya?” Tanya Rio ke Raka sembari menatap kepergian wanita yang tadi berpapasan dengan Raka di pintu, “Sayang banget sih ada pawang. Jangan bro! berat saingan walupun lo emang cakep ya.” Tambah Rio sambil menepuk pundak Raka,”Gausah geer! Tetep cakepan gue sih. Liat aja mantan gue bergejibun mana seksoy-seksoy itu berarti lo kalah cakep dari gue Rak.” Gelak tawa kembali pecah dimeja nomor 15 itu, “Denger ya, kalo sampe Raka suka kelain cewek selain Gaby. Gue bakal nurutin apa mau kalian, janji gue! Tapi ya gue yakin itu gak akan mungkin.” Lagi-lagi Rio mengeluarkan kata-kata yang membuat Hafiz dan Abi berseru sudah seperti sedang bermain judi,
“Deal!” Ucap Hafiz dan Abi bergantian berjabat tangan dengan Rio menyetujui sumpah dari Rio yang terdengar tidak bercanda sama sekali. Yang dilakukan Raka hanya mengumpat dalam lirih melihat kekonyolan teman-temannya. Berasa takdir teman-temanya berada di tanganya. Raka sampai menepis pikiran jika perasaanya dengan Gaby bisa hilang akankah dirinya mampu mencintai wanita lain selain Gaby.
Tepatnya di meja makan milik keluarga Gantara sudah duduk anggota keluarga untuk menikmati makan pagi. Bisa dilihat bahwa yang tertua disana adalah orang tua dari Bram yang datang mengunjungi putranya sekaligus kangen cucu yang telah lama tidak di tengoknya. Bram yang baru dibangunkan istrinya Sasa belum kunjung turun untuk ikut sarapan jadi Sasa menggantikan Bram menemani mertuanya sarapan terlebih dahulu. “Kabarmu sama suamimu gimana, Sa? Pertanyaan itu terlontar dari Ima sang ibu mertua, “Ibu harap kamu dapat memaklumi kelakuan Bram ya Sa. Apalagi sekarang sudah ada Kenan pasti kamu repot kan. Sekarang sudah tau susahnya jadi ibu jadi banyakin sabar saja.” Ucap Ima membuat Sasa tersenyum kikuk, “Kalian sudah dewasa apalagi Bram yang sudah kepala tiga, kalo ada masalah selesaikan dengan kepala dingin.” Tambah Ima menasehati menantunya agar kejadian yang menimpa dirinya tidak terjadi pada orang lain. Jujur saja Ima masih tidak bisa melupakan rasa sakit akibat kegoisannya me
Dengan wajah supelnya Yura masuk ke dalam gedung perkantoran yang menjadi tempat magangnya. Terlihat Dina dan Riri menampakan cengiran khas mereka sambil melambaikan tangan. Dina Yura masuk melirik ke meja Pak Bram yang masih kosong sedikit rasa lega. Pak Bram itu memang ganteng, tapi buat apa kalo ganteng udah punya istri. Yura meletakan pantatnya pada kursi di sebelah Riri. “Ditungguin tau dari tadi!” Ucap Dina melemparkan alat pengaman diri berupa rompi pada Yura. “Apaan nih? Ditungguin apa sih?” Balas Yura yang belum paham maksud ucapan Dini barusan segala main lempar rompi tepat mengenai tangan kirinya Yura. “Enggak liat grup?” Sahut Riri membuat Yura langsung menggeser layar ponselnya. “Ish apaan sih! Jangan gue lagi lah. Gantian gitu.” Ucap Yura sedikit kesal mengerucutkan bibirnya, “ Ri, lu aja sih!” Senggol Yura pada Riri agar mau menggantikannya. Yura tau bahwa Pak Bram juga ada disana, “Ayolah! “ bujuk Yura lagi. Jika dia meminta Dina
“Heh! Kemarin gimana ceritanya lo bisa diajak ngehotel sama Pak Bram?” Tanya Dini yang penasaran dengan postingan status Yura, “Jangan bilang lu buka jasa kah?” Cecar Dini sambil bergidik ngeri melihat ke Yura. “Gila aja. Lu kalo ngomong enggak pake saringan sih, Din!” Ucap Yura kesal. “Terus itu apaan udah main di kamar segala?” “Iya kan enggak selamanya main di kamar begituan kali. Lagian kita beda kamar ngaco!” Yura menyentil kening Dini membuat itu anak meringis mengusap bagian yang di sentil tadi. “Tapi kemarin tuh gue..” Ucapan Yura terputus saat kedatangan dosen pembimbing mereka, “Pagi, Pak.” Sapa Yura diikuti Dini yang menyahut menyapa sang dosen. "Mari keruangan saya." Ucap sang dosen. Yura dan Dini serempak mengekor pada sang dosen diikuti Riri berlari mengejar keduanya. Setelah selesai melakukan bimbingan mereka menuju gazebo yang ada di kantin kampus tempat biasa anak kampus nongkrong. Dari arah parkiran Kiano datang denga
“Baru pulang?”Suara terdengar saat Yura menyalakan lampu yang terlihat gelap.Yura sebisanya mengatur keterkejutanya, “Iya.” Jawab Yura pada sang ibu.Yura berjalan meletakan sepatu pada sebuah rak kecil di belakang pintu. Kemudian beralih ke posisi ayahnya yang sedang duduk disebuah bangku dekat jendela sang ayah sambil memegang buku beserta kaca mata terpasang di matanya. Menghela nafas sejenak lalu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar.Yura jelas memilih menghindari pertanyaan yang akan membuat keadaan semakin panas. Ayahnya masih mendiamkannya sampai saat ini. Sedari tadi bahkan dia mengutarakan kebodohan dirinya karena hampir saja lupa jika barusan diantar oleh Pak Bram yang menjadi masalah ayahnya masih tida mau bicara denganya.“Bodoh! Semoga aja tadi enggak ada yang liat.” Ujar Yura menjambak rambutnya sebelum berhenti karna decitan pintu yang terbuka, “Kenapa, Ma?”Kepala Mama R
Dua manusia duduk berdampingan di sebuah tempat asing yang jauh dari hirup pikuk kendaraan yang berlalu lalang. Sudah dua hari Yura memutuskan untuk tidak mengaktifkan ponselnya. Bukan tanpa alasan gadis itu melakukan hal tersebut. Tuduhan yang mengatas namakannya sangat tidak berdasar hanya karna sebuah foto langsung heboh sejagat raya. “Udah baikan?” Yura menyuilkan senyum dibalik topi berbentuk kucing yang menggemaskan, “Lebih baik.” “Masih betah?” “Bentar lagi iya, Ga.” “Hmm.” Elus pucak kepala Yura dengan lembut, “Gue kesana dulu ya, mau ini.” Tunjuk Gaga pada benda berbentuk kotak. Gaga sedikit menjauh dari Yura karna ingin menyalakan rokoknya. Membiarkan Yura duduk tenang di bangku panjang dan dia mengawasinya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Semalam Yura memang menghubungi Gaga untuk menemaninya keluar. Gaga tentu senang bukan main tapi ternyata setelah bertemu yang di dapat hanya kesedihan dari wajah sang mantan tercinta. S
Bram pulang menapakan kakinya pada undakan kedua tangga lantai di rumahnya. Di ujung tangga atas terlihat istrinya menguncir rambut asal. Sasa turun sambil menggendong putranya Kenan yang melengkuh manja pada sang ibu.“Baru pulang mas?” Tanya Sasa dengan nada tidak suka.Bram mencium kepala putranya kemudian beralih bertatap dengan istrinya, “Mamah menginap?”“Iya, aku yang memintanya. Lagian mama pengen lebih lama sama cucunya.” Jawab Sasa dengan santainya melenggang turun kembali menuju meja makan untuk membuatkan sarapan pagi untuk Kenan.Bram menjegat tangan Sasa, “Seharusnya kamu bilang ke aku.” Ujar Bram tidak suka.“Lain kali aku akan bilang.” Jawab Sasa menepis tangan suaminya.Sasa turun dengan perasaan jengkel karena melihat goresan tanda merah di kerah sang suami. Kepalanya penuh dengan pemikiran negatif mengarah pada seseorang yang dicurigainya. Belum pasti tapi S
Yura dan Dini memasuki perkarangan rumah dengan pagar biru. Dari atas motor Yura dan Dini melambaikan tangan pada Riri. Mereka sengaja mampir setelah selesai dari tempat magang. Keduanya turun dari motor di sambut senyuman khas bangun tidur dari Riri. “Baru bangun tuh.” Ucap Yura meledek. “Tadi enggak ngapa-ngapain kan?” Tanya Riri dengan cengirannya. “Pala lu enggak ngapa-ngapain!” Ujar Dini sewot, “Tugas lo aja Yura yang ngerjain tuh, ck.” “Besok gausah masuk aja Din, biarin Riri berangkat sendiri.” “Setuju banget sih, ck.” “Lagi ada tamu iya?” Tanya Yura yang melihat deretan sepatu di undakan menuju teras rumah Riri. Dini ikut menengok ke jejeran sandal, “Eh iya, tapi ini sepatu cowok deh.” Yura dan Dini langsung menatap Riri dengan curiga. Riri menghela nafas pelan menggeser sepatu yang kedua temannya maksud. “Masuk dulu sih.” “Eh pacar lo Ri?” Tanya Dini mensejajarkan langkahnya dengan Riri sedangkan Yura dibelakang menata
Yura berpapasan dengan Riri yang baru turun dari mobil. Tanpa bertanya Yura sudah tau jika yang mengantar adalah kakaknya Riri. Yura menyapa sopan pada Abi setelahnya di gandeng Riri masuk kedalam area kantor beriringan. “Udah baikan?” Tanya Rini menatap Yura dengan saksama mengamati wajah Yura yang masih menggunakan masker. Mengenai kejadian kemarin Riri menjadi khawatir dengan keadaan temanya itu, “Kak Raka tuh sebenernya baik tapi semenjak pacaran sama tante girang jadi begitu.” “Ck, tante girang bisa aja lo. Lo deket?” Tanya Yura sembari meletakan pantatnya di kursi panjang yang ada di depan kantor. “Enggak, sebatas kenal dia temen kakak gue sih. Sekarang baru ketemu lagi juga, iya gara-gara abang pindah ke sini lagi.” “Oh iya dapet salam.” “Hah salam?” “Iya dari abang gue Abi.” Yura menyebikan bibirnya menahan senyum, “Salam balik nggak nih? Lo orang pertama yang dapet salam dari abang gue tau.” “Idih! Bohong banget