Dengan wajah supelnya Yura masuk ke dalam gedung perkantoran yang menjadi tempat magangnya. Terlihat Dina dan Riri menampakan cengiran khas mereka sambil melambaikan tangan. Dina Yura masuk melirik ke meja Pak Bram yang masih kosong sedikit rasa lega. Pak Bram itu memang ganteng, tapi buat apa kalo ganteng udah punya istri. Yura meletakan pantatnya pada kursi di sebelah Riri.
“Ditungguin tau dari tadi!” Ucap Dina melemparkan alat pengaman diri berupa rompi pada Yura.
“Apaan nih? Ditungguin apa sih?” Balas Yura yang belum paham maksud ucapan Dini barusan segala main lempar rompi tepat mengenai tangan kirinya Yura.
“Enggak liat grup?” Sahut Riri membuat Yura langsung menggeser layar ponselnya.
“Ish apaan sih! Jangan gue lagi lah. Gantian gitu.” Ucap Yura sedikit kesal mengerucutkan bibirnya, “ Ri, lu aja sih!” Senggol Yura pada Riri agar mau menggantikannya. Yura tau bahwa Pak Bram juga ada disana, “Ayolah! “ bujuk Yura lagi. Jika dia meminta Dina itu tidak mungkin karena dia dibutuhkan di tempat magang menggantikan admin yang tidak masuk kerja. Harapanya hanya satu yaitu Riri. Tapi iya gitu dia sangat susah bahkan diiming-imingi makan gratis pun tetap saja susah,”YA..YA!!!” mohon Yura dengan mata pupy eyesnya.
“Orang Pak Bram mintanya elu.” Jawab Riri sambil senyum-senyum.
“Yakali gue percaya sama lu, Ri. Ngibul lu kan!” Ujar Yura menimpali, “Gak mau tau gue nggak mau ikut!” Rengek Yura sebelum suara berat menghentikan rengekanya. Yura memilih mengalihkan wajahnya ke layar sambil scroll akun media sosialnya.
“Jadi yang jadi ikut dengan saya siapa?” Tanya suara berat itu yang Yura kenal milik Pak Bram. Bram menggeser bangku duduk sedikit melirik ke Yura karena tumbenan anak itu diam saja. Bram memang belum tahu jika istrinya sudah pada tahap yang sudah sampai menemui orang tua Yura. Tapi Bram tahu jika istrinya melihat chatinganya dengan Yura.
“Dina kamu ada tugas apa?” Tanya Bram kemudian beralih ke Riri, “Kalo kamu gimana Ri?” Sebelum beralih bertanya ke Yura Dina langsung menanggapi pertanyaan dari Pak Bram.
“Saya bantuin Pak Juned, Pak. Pemberkasan!” Saut Dina.
“Kalo saya sih tadi disuruh Pak Ilham ngerevisi gambar. Lumayan banyak loh ini Pak!” Ucap Riri menampilkan bukti agar Pak Bram tidak meragukan ucapannya.
“Berarti Yura ikut saya ya?” Ucapan Bram membuat Yura langsung menegakan wajahnya menampilkan raut sedikit kesal namun sedikit ditahan, “Kalo enggak mau juga enggak papa. Yang butuh ilmu kan kalian jadi terserah kalian juga.” Secara tidak langsung itu lumayan menyindir Yura. Karena Bram tahu jika Yura hendak menolak ikut.
“Dahlah emang takdir lo Yur.” Batin Yura berusaha mengiklaskan. Yura mengambil APD melirik kedua temannya yang melemparkan senyum sambil dadah sebagai salam perpisahan, “Sialan!” batin Yura menyumpah serapahi temannya itu sebelum kaca mobil terbuka menampilkan wajah Pak Bram.
“Naik, Yur. Mau diem aja enggak jadi jalan-jalan kita. Udah telat ini.” Ujar Pak Bram membuat Yura langsung duduk di sebelah Pak Bram tanpa bicara karena fokus memasang site beltnya.
Sebelum melajukan kendaraanya Bram kembali bersuara, “Maaf ya saya ngeblok nomor kamu.”
Yura langsung menengok ke wajah Pa Bram, “Saya juga minta maaf pak, gara-gara saya bapak sama istri jadi berantem.” Ucap Yura yang memang tidak enak hati. Tapi sempat kesel juga sama istrinya Pak Bram karena bawa-bawa orang tua sampai ayahnya sampai sekarang irit bicara padanya. Bahkan yang tiap hari bercanda ayahnya cenderung diam mungkin masih kebawa keselnya Yura paham itu.
“Tapi kamu jangan hindari saya ya.” Ucapan itu membuat Yura sedikit risih, “Saya berasa dimusuhi sama kamu. Masa yang lain kamu ajak bercanda sama saya kamu acuh gitu.”
“Iya pak terserah bapak. Bapak kan atasan saya selama magang mana berani saya nyuekin bapak.” Jawab Yura sedikit menetralkan keteganganya.
Tanpa disadar mobil sudah menjauhi area kantor seiring percakapan mereka yang mulai habis dengan topik pembahasan. Dalam perjalanan terasa hening, hanya suara deru kendaraan yang saling saut menyaut bagaikan paduan yang memang di ciptakan senada. Deretan ruko dan bangunan tinggi berbaris jejer bagaikan kedatangan mereka disambut. Yura memng masih belum bertanya kemana arah mereka pergi dia hanya main ikut-ikut saja. Dina dan Riri selain tugasnya dari awal sudah bersekongkol agar Yura saja yang ikut dengan Pak Bram. Apalagi memang jika dilihat Yura dan Pak Bram memang lebih akrab dengan Yura dibanding dengan mereka berdua. Intensitas komunikasinya lebih banyakan Yura di banding Dina dan Riri. Sampai tempat tujuan memang lumayan sore selain memang macet diketahui jika keesokan harinya tanggal merah jadi sudah pasti hambatanya luar biasa.
“Loh pak! Kok kesini?” Ujar Yura yang heran karena mereka berhenti disebuah gedung bertingkat tapi dari papan namanya bertuliskan Hotel Malapaya, “Bukannya mau ke lab ya pak?” Tanya Yura lagi yang memang tahunya mereka akan mengetahui test baja. Yura memang terjun di bidang konstruksi, jadi berkaitan dengan baja memang sudah hal yang lumrah dalam dunia pembangunan.
“Kamu kok pucet gitu? Saya cuma mau istrirahat sebentar soalnya testnya diundur dua jam lagi.” Jawab Bram yang menyakinkan gadis belia di depanya sedikit terpesona melihat wajah ayu Yura yang terkena angin, “Tenang aja saya pesan dua kamar kok kamu istirahat dikamar yang satunya.” Tambah Bram yang cukup melegakan Yura.
Dengan langkah Bram yang panjang Yura cukup ketinggalan di belakang. Bram sudah sampai ke resepsionist mengambil semacam atm bukan lagi kunci. Wanita Resepsionist itu tersenyum ramah memberikan dua buah card yang memang sudah dipesan Bram.
“Ini kamar 80 dan 85 iya pak.” Ujar wanita bernada sensual itu pada Bram.
“Satunya berikan pada gadis itu.” Tunjuk Bram pada posisi Yura berada sebelum dirinya terlebih dahulu masuk menuju kamarnya. Bram ingin cepat- cepat merebahkan badanya agar otot-ototnya tidak tegang, “Jangan lupa antarkan dia takutnya kesasar.” Tambah Bram di saut dengan anggukan dari wanita resepsionist tersebut.
Dari tempat lift Raka berpapasan dengan Bram, Raka hendak keluar sedangkan Bram hendak masuk. Keduanya memang tidak saling mengenal jadi tidak ada tegur sapa diantara keduannya. Yura yang mengejar Pak Bram tidak sengaja menabrak Raka hingga hampir tersandung yang beruntungnya Raka dengan sigap menahan badan Yura.
“Yah…!!” Terdengan suara helaan nafas dari Yura karena melihat pintu lift tertutup sempurna. Sedikit kesal karena bisa-bisanya Pak Bram meninggalkannya sendiri ditempat asing begini. Raka langsung membantu menegakan badan Yura kemudian Yura langsung kaget karena bertemu lagi untuk kesekian kalinya, “Lah! Yang hambir nabrak saya ya?” Telisik Yura sambil mencoba memutar ulang memori kepalannya, “Iya nggak salah lagi. Duh! Maaf ya.” Yura menempelkan kedua tanganya tanda permohonan maaf karena lagi-lagi membuat masalah mengingat bayar ganti rugi saja belum di selesaikan.
Dari samping kiri datanglah wanita resepsionist, “Ya ampun mbak! Ini kuncinya tadi saya di pesenin ini sama bapak tadi. Sini saya antar ke kamar.” Ujarnya dengan sopan mengajak Yura karena tips tambahan yang diberikan oleh Bram tadi jika tidak mana mau dia mengantarkan Yura dengan sikap lemah lembut.
Raka sebenarnya ingin sekali bertanya namun tidak enak hati karena pertama mereka belum saling kenal jika bertanya masalah pribadi sungguh tidak sopan. Yang kedua ingat kata ayahnya jangan mencampuri urusan orang lain yang bukan haknya. Prinsip itu masih dipegang teguh oleh Raka sampai sekarang.
“Saya permisi ya, mas.” Ucap Yura sopan membuyarkan lamunan Raka. Raka memilih langsung pergi tanpa memberikan ekspresi balasan dari ucapan Yura, “Marah kali ya dingin banget udah kaya kulkas! Gue kan enggak sengaja. Dahlah besok gue bayar setengah deh biar enggak judes tuh orang.” Batin Yura terus berbicara dalam hati sembari berjalan mengikuti langkah wanita Resepsionist tadi. Setelah sampai di depan pintu kamar bernomorkan 85 Yura menepuk bahu Tisa nama sang resepsionist terlihat dari name tagnya, “Mbak kalo Pak Bram di nomor mana?” Tanya Yura.
“Maksudnya?” Tisa palah balik tanya pada Yura.
“Itu bapak yang nyuruh mbak nganterin saya ke kamar ini.” Jelas Yura di balas oh panjang dari Tisa.
“Biasa!”
“Hah! Maksudnya?” Yura bertanya karena memang biasa apanya maksud Tisa itu.
“Maksud saya beliau di nomor 81.”
Yura langsung berterimakasih sebelum Tisa meninggalkanya seorang diri di kamar hotel. Sempat terdengah helaan nafas dari Tisa yang sampai ditelinganya sebelum keluar dari pintu kamar yang di masuki oleh Yura, “Tuh orang kenapa dah!” Ucap Yura lirih. Yura menjelajahi ke sudut ruangan kamar hotelnya. Sudah lamakan dirinya belum merasakan liburan apalagi di hotel yang memang terkenal di kota bogor. Setelah merebahkan selama hampir 20 menitan Yura beranjak dari kasur matanya terhipnotis pada jendela kaca yang terlihat pemandangan yang cukup menyejukan mata. Wanita memang tidak akan bisa satu hari tanpa berswafoto ketika ditempat baru yang bagus. Tentu saja Yura tidak akan melewatkan kesempatan emas itu kapan lagi kan bisa dapat gratisan yang begini.
“Lumayan buat nambah koleksi. Pamerin ke grup ah!” Pekik Yura girang.
“Heh! Kemarin gimana ceritanya lo bisa diajak ngehotel sama Pak Bram?” Tanya Dini yang penasaran dengan postingan status Yura, “Jangan bilang lu buka jasa kah?” Cecar Dini sambil bergidik ngeri melihat ke Yura. “Gila aja. Lu kalo ngomong enggak pake saringan sih, Din!” Ucap Yura kesal. “Terus itu apaan udah main di kamar segala?” “Iya kan enggak selamanya main di kamar begituan kali. Lagian kita beda kamar ngaco!” Yura menyentil kening Dini membuat itu anak meringis mengusap bagian yang di sentil tadi. “Tapi kemarin tuh gue..” Ucapan Yura terputus saat kedatangan dosen pembimbing mereka, “Pagi, Pak.” Sapa Yura diikuti Dini yang menyahut menyapa sang dosen. "Mari keruangan saya." Ucap sang dosen. Yura dan Dini serempak mengekor pada sang dosen diikuti Riri berlari mengejar keduanya. Setelah selesai melakukan bimbingan mereka menuju gazebo yang ada di kantin kampus tempat biasa anak kampus nongkrong. Dari arah parkiran Kiano datang denga
“Baru pulang?”Suara terdengar saat Yura menyalakan lampu yang terlihat gelap.Yura sebisanya mengatur keterkejutanya, “Iya.” Jawab Yura pada sang ibu.Yura berjalan meletakan sepatu pada sebuah rak kecil di belakang pintu. Kemudian beralih ke posisi ayahnya yang sedang duduk disebuah bangku dekat jendela sang ayah sambil memegang buku beserta kaca mata terpasang di matanya. Menghela nafas sejenak lalu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar.Yura jelas memilih menghindari pertanyaan yang akan membuat keadaan semakin panas. Ayahnya masih mendiamkannya sampai saat ini. Sedari tadi bahkan dia mengutarakan kebodohan dirinya karena hampir saja lupa jika barusan diantar oleh Pak Bram yang menjadi masalah ayahnya masih tida mau bicara denganya.“Bodoh! Semoga aja tadi enggak ada yang liat.” Ujar Yura menjambak rambutnya sebelum berhenti karna decitan pintu yang terbuka, “Kenapa, Ma?”Kepala Mama R
Dua manusia duduk berdampingan di sebuah tempat asing yang jauh dari hirup pikuk kendaraan yang berlalu lalang. Sudah dua hari Yura memutuskan untuk tidak mengaktifkan ponselnya. Bukan tanpa alasan gadis itu melakukan hal tersebut. Tuduhan yang mengatas namakannya sangat tidak berdasar hanya karna sebuah foto langsung heboh sejagat raya. “Udah baikan?” Yura menyuilkan senyum dibalik topi berbentuk kucing yang menggemaskan, “Lebih baik.” “Masih betah?” “Bentar lagi iya, Ga.” “Hmm.” Elus pucak kepala Yura dengan lembut, “Gue kesana dulu ya, mau ini.” Tunjuk Gaga pada benda berbentuk kotak. Gaga sedikit menjauh dari Yura karna ingin menyalakan rokoknya. Membiarkan Yura duduk tenang di bangku panjang dan dia mengawasinya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Semalam Yura memang menghubungi Gaga untuk menemaninya keluar. Gaga tentu senang bukan main tapi ternyata setelah bertemu yang di dapat hanya kesedihan dari wajah sang mantan tercinta. S
Bram pulang menapakan kakinya pada undakan kedua tangga lantai di rumahnya. Di ujung tangga atas terlihat istrinya menguncir rambut asal. Sasa turun sambil menggendong putranya Kenan yang melengkuh manja pada sang ibu.“Baru pulang mas?” Tanya Sasa dengan nada tidak suka.Bram mencium kepala putranya kemudian beralih bertatap dengan istrinya, “Mamah menginap?”“Iya, aku yang memintanya. Lagian mama pengen lebih lama sama cucunya.” Jawab Sasa dengan santainya melenggang turun kembali menuju meja makan untuk membuatkan sarapan pagi untuk Kenan.Bram menjegat tangan Sasa, “Seharusnya kamu bilang ke aku.” Ujar Bram tidak suka.“Lain kali aku akan bilang.” Jawab Sasa menepis tangan suaminya.Sasa turun dengan perasaan jengkel karena melihat goresan tanda merah di kerah sang suami. Kepalanya penuh dengan pemikiran negatif mengarah pada seseorang yang dicurigainya. Belum pasti tapi S
Yura dan Dini memasuki perkarangan rumah dengan pagar biru. Dari atas motor Yura dan Dini melambaikan tangan pada Riri. Mereka sengaja mampir setelah selesai dari tempat magang. Keduanya turun dari motor di sambut senyuman khas bangun tidur dari Riri. “Baru bangun tuh.” Ucap Yura meledek. “Tadi enggak ngapa-ngapain kan?” Tanya Riri dengan cengirannya. “Pala lu enggak ngapa-ngapain!” Ujar Dini sewot, “Tugas lo aja Yura yang ngerjain tuh, ck.” “Besok gausah masuk aja Din, biarin Riri berangkat sendiri.” “Setuju banget sih, ck.” “Lagi ada tamu iya?” Tanya Yura yang melihat deretan sepatu di undakan menuju teras rumah Riri. Dini ikut menengok ke jejeran sandal, “Eh iya, tapi ini sepatu cowok deh.” Yura dan Dini langsung menatap Riri dengan curiga. Riri menghela nafas pelan menggeser sepatu yang kedua temannya maksud. “Masuk dulu sih.” “Eh pacar lo Ri?” Tanya Dini mensejajarkan langkahnya dengan Riri sedangkan Yura dibelakang menata
Yura berpapasan dengan Riri yang baru turun dari mobil. Tanpa bertanya Yura sudah tau jika yang mengantar adalah kakaknya Riri. Yura menyapa sopan pada Abi setelahnya di gandeng Riri masuk kedalam area kantor beriringan. “Udah baikan?” Tanya Rini menatap Yura dengan saksama mengamati wajah Yura yang masih menggunakan masker. Mengenai kejadian kemarin Riri menjadi khawatir dengan keadaan temanya itu, “Kak Raka tuh sebenernya baik tapi semenjak pacaran sama tante girang jadi begitu.” “Ck, tante girang bisa aja lo. Lo deket?” Tanya Yura sembari meletakan pantatnya di kursi panjang yang ada di depan kantor. “Enggak, sebatas kenal dia temen kakak gue sih. Sekarang baru ketemu lagi juga, iya gara-gara abang pindah ke sini lagi.” “Oh iya dapet salam.” “Hah salam?” “Iya dari abang gue Abi.” Yura menyebikan bibirnya menahan senyum, “Salam balik nggak nih? Lo orang pertama yang dapet salam dari abang gue tau.” “Idih! Bohong banget
Sudah seperti pesta besar jamuan malam yang begitu besar layaknya sebuah pernikahan. Yura memilih berada di pojokan dia bagaikan pelayan yang sedang kebingungan. Pak Bram sama sekali tidak memberi tahunya mengenai acara sepenting ini apalagi yang ada di tempat itu hanya petinggi-petinggi perusahaan. Bram cukup asik menyapa kolega perusahaan sampai lupa dengan Yura. Yura meraih gelas yang memang di suguhkan untuk para tamu. Menengguknya sampai tandas menyisakan tanda merah dilidah Yura. Yura mencoba mengirim pesan kepada Pak Bram memberitahu bahwa dia akan menunggu di bawah saja. Setelah selesai mengetik pesan dan mengirimkannya Yura langsung melipir keluar ruangan. Yura berjalan sembari ditatap oleh beberapa orang yang mungkin juga bertanya mengapa anak seumuran dirinya berada di tempat yang penting seperti ini. Yura cukup cuek hingga langkahnya terhenti. Yura yang begitu penasaran mencoba mengintip. “Raka bakal kabulin kemauan papah asal papah setuju sama hu
Yura sengaja bangun pagi menuju ke lantai bawah depan rumah sakit yang kebetulan banyak deretan makanan. Niatnya Yura akan pulang sendiri menggunakan taksi online namun ditunda untuk mengisi makanan terlebih dahulu. Yura juga berpikiran untuk membungkus makanan untuk Gilang dan Raka. Yura tidak mau egois mengisi perutnya saja tidak memikirkan yang lainnya juga. Setelah menyelesaikan urusan perutnya Yura menenteng satu keresek berisi makanan dan kembali menuju ruangan rawat Gilang. Di gerbang masuk tampak sebuah mobil milik Yuda memasuki area rumah sakit tidak sendiri karna Ratna turut serta di dalam mobil. Yura masuk duluan ke dalam rumah sakit setelahnya baru kedua orang tua Yura menyusul masuk namun terlebih dahulu menanyakan ke dalam resepsionis rumah sakit. Yuda dan Ratna bergegas setelah mendapatkan nomor ruangan dimana sahabatnya itu berada. Sebenarnya tadi malam Yuda mencoba menghubungi Gilang namun ternyata di jawab oleh pembantu rumah tangganya memberitahu b