Yura sengaja bangun pagi menuju ke lantai bawah depan rumah sakit yang kebetulan banyak deretan makanan. Niatnya Yura akan pulang sendiri menggunakan taksi online namun ditunda untuk mengisi makanan terlebih dahulu. Yura juga berpikiran untuk membungkus makanan untuk Gilang dan Raka. Yura tidak mau egois mengisi perutnya saja tidak memikirkan yang lainnya juga.
Setelah menyelesaikan urusan perutnya Yura menenteng satu keresek berisi makanan dan kembali menuju ruangan rawat Gilang. Di gerbang masuk tampak sebuah mobil milik Yuda memasuki area rumah sakit tidak sendiri karna Ratna turut serta di dalam mobil. Yura masuk duluan ke dalam rumah sakit setelahnya baru kedua orang tua Yura menyusul masuk namun terlebih dahulu menanyakan ke dalam resepsionis rumah sakit.
Yuda dan Ratna bergegas setelah mendapatkan nomor ruangan dimana sahabatnya itu berada. Sebenarnya tadi malam Yuda mencoba menghubungi Gilang namun ternyata di jawab oleh pembantu rumah tangganya memberitahu b
Sebuah mobil mewah meninggalkan perkarangan rumah. Sembari menatap layar ponselnya yang menunjukan peta online untuk mendapat arahan menuju ke tempat yang dituju. Mengenakan kaos santai beserta jeans terlihat pantas melekat di tubuh lelaki itu. Lelaki itu tampak serius mengendarai mobilnya. Setelah mendapatkan kabar dia langsung menunda pekerjaanya.Matahari mulai menunjukan atensinya, terlihat menembus kaca mobil milik Abi, lelaki itu ialah Abi. Abi mengendarai mobilnya cukup santai menuju rumah sakit tempat ayah dari Raka. Gilang sudah di anggap ayahnya sendiri setelah kematian kedua orang tuanya. Selama sekolah sampai dia berhasil itu juga berkat dukungan dari Gilang ayah dari Raka yang menyokong biaya sekolahnya. Sehingga dia mampu membiayai adiknya hinga perguruan tinggi. Abi datang sendiri karena dua teman Raka lainnya sedang pergi keluar kota.Sebelum menuju ke rumah sakit dia membeli buah-buahan serta kue ringan. Hanya 10 menit untuk sampai di rumah sakit dari
“Kerja bagus, tetap ikuti dan kumpulkan bukti aku ingin secepatnya masalah ini selesai dan hidup bahagia.” Wanita itu tersenyum puas kemudian mematikan sambungan telepon setelah mendapat kabar dari orang kepercayaanya dan meletakan benda pipih itu ke sebuah laci bercat putih. Kembali ke rumah sakit tempat Gilang berada sekarang. Pria tua itu cukup senang setelah di jenguk kebugarannya juga semakin stabil. “Aku sudah semakin tua. Keinginanku hanya menimang cucu sembari menikmati masa tuaku. Abi kamu kan tahu Raka sangat keras kepala. Tolong nasehati dia, kamu sudah seperti saudara baginya kan. Maaf kalo om merepotkanmu kali ini.” Ujar Gilang sembari meredakan batuk kecilnya. “Tenang saja om. Abi akan berusaha membujuk Raka.” “Kamu memang bisa diandalkan.” Bangga Gilang sembari tersenyum dengan rasa sayang layaknya anak dan ayah, “Lalu bagaimana denganmu apakah sudah memiliki calon?” Abi sedikit canggung mengatakannya, “Mungkin seb
“Yura duluan.” Dini menyubit pipi Yura yang masih berkutat didepan laptopnya, “Jangan iri loh.” Sudah berjalan tiga hari Yura harus pulang paling terakhir dibanding teman-temanya. “Yah masa gue sendiri.” “Dah! Semangat.” Ucap Riri “Hm.” Jawab Yura dengan nada lemahnya. Yura kini ditinggal sendiri menunggu jam pulangnya yang sedikit lebih lama di bandingkan kedua temannya. Bram menugaskan banyak hal kepada Yura. Yura mudah diandalkan jadi Bram memilihnya untuk membantu pekerjaanya. Banyak hal yang diurus membuat kepalanya sakit. Yura melirik kursi yang sudah ditinggalkan oleh karyawan kantor. Hanya tersisa dirinya, Pak Bram dan dua orang bawahan dari Bram. Tapi mereka memisah ruanganya berada di sebelah dari ruangan Yura berada. Yura hanya satu ruangan dengan Bram dan terhalang kaca saja. Yura segera menyelesaikan tugasnya dan segera pulang tentunya. “Hampir selesai. Satu lagi beres.” Ucap Yura dengan nada girangnya. Set
Yura menyetuh kalender tepat di meja riasnya, “Tanggal merah ternyata.” Gumamnya sendiri meletakan kembali kalender berbentuk kerucut itu. Setelah sedikit merias diri, Yura menyambar tas selempang beserta ponsel memilih keluar untuk menenangkan pikirannya yang sedang kalut. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Tring [Lima menit gue tunggu] Terbaca Dari arah dapur Ratna berjalan membawa piring berisi hasil masakannya. Yuda sudah terlihat duduk di meja makan. Tanggal merah adalah hari bebas bagi seorang pekerja seperti Yuda. Yura tampak turun tanpa sarapan pagi dan tanpa menyapa kedua orang tuanya. Menatap putrinya yang sudah rapih dengan sedikit kelihatan berdandan. Ratna menghampiri putrinya langsung bertanya, “Mau kemana sepagi ini, Yur?” Sedangkan Yuda hanya diam sudah tau jika putrinya sedang merajuk padanya. “Main.” Jawab Yura singkat “Enggak ijin dulu?” Ujar Ratna masih menatap putrinya sedang mengikatkan tali sepatunya.
Hujan cukup deras dan keadaan penerangan yang hanya mengandalkan lampu mobil membuat Abi mengendarai mobilnya cukup pelan. Setelah menghabiskan waktunya seharian penuh ketiganya memutuskan untuk kembali pulang. Namun baru setengah jalan mobilnya mendadak mati. Abi keluar dari mobil dengan kondisi hujan cukup deras sementara Yura dan Riri menunggu di dalam mobil. Merasa tidak ada pergerakan dari Abi yang tidak kunjung masuk ke dalam mobil Yura memutuskan untuk ikut keluar untuk mencoba membantu meninggalkan Riri yang sedang tidur itu. “Masuk aja ujan ini.” “Santai aja kak ujan cuma bikin basah kok enggak bikin langsung mati.” Abi terkekeh di sela tetesan hujan yang menerpa seluruh badanya. Yura menengadah ke langit, “Main deres kak, mending cari bantuan aja kalo enggak bisa.” “Tanggung ini siapa tau bisa.” “Dikasih tau juga.” Ucap Yura masih melihat gerakan Abi yang begitu fokus. Yura dan Abi sudah kelihatan tidak secanggung waktu pertama bertemu. Keduanya sud
Sementara Geby bangun dari tempat tidur melihat Raka sudah tidak ada di sampingnya. Raka pergi hanya meninggalkan sebuah kertas bertulis di atas meja. Geby berjalan mengambil sebuah minum dan melihat sebuah note dari Raka. Kemudian beralih melihat ke layar ponselnya yang berisikan banyak pesan. Membukanya satu persatu langsung menghela nafas pelan kemudian mengambil tas dan langsung keluar dari vila. “Iya aku segera kesana, sayang.” Ucap Geby sambil keluar dari vila, “Aku juga mencintaimu.” Ucap Geby diaujung percakapannya dengan sang penelpon dan langsung memasukan ke dalam tas. Geby menghampiri penjaga vila yang sedang bersantai pada sebuah bangku bambu seraya menikmati sebuah kopi. “Mau kemana neng?” Tanya mamang penjaga vila yang bernama mang Juki. Juki mematikan putung rokoknya membuangnya kedalam asbak. Berjalan menghampiri Geby yang dia tahu adalah pacar dari orang yang menyewa vila yang di jaganya. “Bisa anter kedepan ngga pak?” Ucap Geby langsung saj
Kepalanya masih terasa pusing, Yura berusaha membuka pintu dengan badanya yang belum stabil. Pintu terbuka dengan mudahnya. Yura terdiam sebentar namun segera keluar keluar dengan tangan bersangga pada dinding. Dosis yang di berikan pada Yura memang tidak memenuhi takaran wajar apalagi ini kali pertama merasakan bius sejenis ini badan Yura tentu saja tidak bisa mentolerirnya.Yura berjalan was-was keluar derap langkahnya dibuat sepelan mungkin karena lantainya terbuat dari kayu. Kesadaranya mulai kembali normal. Pencahayaan ditempat ini terlihat remang-remang tidak begitu gelap tapi terkesan menakutkan karena suara hewan malam.Suasana tampak sepi, Yura langsung berlari menuju jalan raya untuk mencari tumpangan. Yura tampak buta arah sekarang karena tidak tahu posisinya sekarang dimana. Dari arah tempatnya tadi tampak dua orang berlari mengejar Yura. Yura yang melihat langsung berlari menjauh sampai dia bersembunyi di belakang mobil menutupnya sampai membiarkan sedikit
“Kemana aja sih lo!” Riri berlari mendekati Yura sembari memaki temanya itu, “Lo kemana aja, hah! Udah kaya hantu aja ngilang nggak ada kabar. Bego banget! Lo bikin gue pusing semalem ngerti nggak sih.” “Lo nangis.” “Lo pikir gue ketawa, hah!” Riri masih memeluk kencang Yura ke dalam dekapannya. “So sweet.” Yura ikutan meneteskan air mata tanda kesedihanya melihat bagaimana wajah Riri yang begitu menghawatirkannya. “Gue khawatir setengah mati lo ngilang gitu aja ngerti nggak sih. Gue takut kita ngga bisa ketemu lagi..huhuhu. Gue ngeri badan lo dimutilasi kaya yang di tipi-tipi. Tapi gue lega lo nggak kenapa-kenapa sekarang.” Riri melepaskan pelukannya merasa sudah cukup begitu lama berkeluh kesah. Kedua orang tua Yura juga ikut merasa lega memandangi anak perempuanya yang mempunyai teman yang begitu sayang padanya. “Tante, Om.” Riri menyalami Yuda dan Ratna bergantian, “Maafin Riri ya om, tante enggak bisa jagain Yura. Riri