“Yura duluan.” Dini menyubit pipi Yura yang masih berkutat didepan laptopnya, “Jangan iri loh.”
Sudah berjalan tiga hari Yura harus pulang paling terakhir dibanding teman-temanya.
“Yah masa gue sendiri.”
“Dah! Semangat.” Ucap Riri
“Hm.” Jawab Yura dengan nada lemahnya.
Yura kini ditinggal sendiri menunggu jam pulangnya yang sedikit lebih lama di bandingkan kedua temannya. Bram menugaskan banyak hal kepada Yura. Yura mudah diandalkan jadi Bram memilihnya untuk membantu pekerjaanya. Banyak hal yang diurus membuat kepalanya sakit.
Yura melirik kursi yang sudah ditinggalkan oleh karyawan kantor. Hanya tersisa dirinya, Pak Bram dan dua orang bawahan dari Bram. Tapi mereka memisah ruanganya berada di sebelah dari ruangan Yura berada. Yura hanya satu ruangan dengan Bram dan terhalang kaca saja. Yura segera menyelesaikan tugasnya dan segera pulang tentunya.
“Hampir selesai. Satu lagi beres.” Ucap Yura dengan nada girangnya.
Set
Yura menyetuh kalender tepat di meja riasnya, “Tanggal merah ternyata.” Gumamnya sendiri meletakan kembali kalender berbentuk kerucut itu. Setelah sedikit merias diri, Yura menyambar tas selempang beserta ponsel memilih keluar untuk menenangkan pikirannya yang sedang kalut. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Tring [Lima menit gue tunggu] Terbaca Dari arah dapur Ratna berjalan membawa piring berisi hasil masakannya. Yuda sudah terlihat duduk di meja makan. Tanggal merah adalah hari bebas bagi seorang pekerja seperti Yuda. Yura tampak turun tanpa sarapan pagi dan tanpa menyapa kedua orang tuanya. Menatap putrinya yang sudah rapih dengan sedikit kelihatan berdandan. Ratna menghampiri putrinya langsung bertanya, “Mau kemana sepagi ini, Yur?” Sedangkan Yuda hanya diam sudah tau jika putrinya sedang merajuk padanya. “Main.” Jawab Yura singkat “Enggak ijin dulu?” Ujar Ratna masih menatap putrinya sedang mengikatkan tali sepatunya.
Hujan cukup deras dan keadaan penerangan yang hanya mengandalkan lampu mobil membuat Abi mengendarai mobilnya cukup pelan. Setelah menghabiskan waktunya seharian penuh ketiganya memutuskan untuk kembali pulang. Namun baru setengah jalan mobilnya mendadak mati. Abi keluar dari mobil dengan kondisi hujan cukup deras sementara Yura dan Riri menunggu di dalam mobil. Merasa tidak ada pergerakan dari Abi yang tidak kunjung masuk ke dalam mobil Yura memutuskan untuk ikut keluar untuk mencoba membantu meninggalkan Riri yang sedang tidur itu. “Masuk aja ujan ini.” “Santai aja kak ujan cuma bikin basah kok enggak bikin langsung mati.” Abi terkekeh di sela tetesan hujan yang menerpa seluruh badanya. Yura menengadah ke langit, “Main deres kak, mending cari bantuan aja kalo enggak bisa.” “Tanggung ini siapa tau bisa.” “Dikasih tau juga.” Ucap Yura masih melihat gerakan Abi yang begitu fokus. Yura dan Abi sudah kelihatan tidak secanggung waktu pertama bertemu. Keduanya sud
Sementara Geby bangun dari tempat tidur melihat Raka sudah tidak ada di sampingnya. Raka pergi hanya meninggalkan sebuah kertas bertulis di atas meja. Geby berjalan mengambil sebuah minum dan melihat sebuah note dari Raka. Kemudian beralih melihat ke layar ponselnya yang berisikan banyak pesan. Membukanya satu persatu langsung menghela nafas pelan kemudian mengambil tas dan langsung keluar dari vila. “Iya aku segera kesana, sayang.” Ucap Geby sambil keluar dari vila, “Aku juga mencintaimu.” Ucap Geby diaujung percakapannya dengan sang penelpon dan langsung memasukan ke dalam tas. Geby menghampiri penjaga vila yang sedang bersantai pada sebuah bangku bambu seraya menikmati sebuah kopi. “Mau kemana neng?” Tanya mamang penjaga vila yang bernama mang Juki. Juki mematikan putung rokoknya membuangnya kedalam asbak. Berjalan menghampiri Geby yang dia tahu adalah pacar dari orang yang menyewa vila yang di jaganya. “Bisa anter kedepan ngga pak?” Ucap Geby langsung saj
Kepalanya masih terasa pusing, Yura berusaha membuka pintu dengan badanya yang belum stabil. Pintu terbuka dengan mudahnya. Yura terdiam sebentar namun segera keluar keluar dengan tangan bersangga pada dinding. Dosis yang di berikan pada Yura memang tidak memenuhi takaran wajar apalagi ini kali pertama merasakan bius sejenis ini badan Yura tentu saja tidak bisa mentolerirnya.Yura berjalan was-was keluar derap langkahnya dibuat sepelan mungkin karena lantainya terbuat dari kayu. Kesadaranya mulai kembali normal. Pencahayaan ditempat ini terlihat remang-remang tidak begitu gelap tapi terkesan menakutkan karena suara hewan malam.Suasana tampak sepi, Yura langsung berlari menuju jalan raya untuk mencari tumpangan. Yura tampak buta arah sekarang karena tidak tahu posisinya sekarang dimana. Dari arah tempatnya tadi tampak dua orang berlari mengejar Yura. Yura yang melihat langsung berlari menjauh sampai dia bersembunyi di belakang mobil menutupnya sampai membiarkan sedikit
“Kemana aja sih lo!” Riri berlari mendekati Yura sembari memaki temanya itu, “Lo kemana aja, hah! Udah kaya hantu aja ngilang nggak ada kabar. Bego banget! Lo bikin gue pusing semalem ngerti nggak sih.” “Lo nangis.” “Lo pikir gue ketawa, hah!” Riri masih memeluk kencang Yura ke dalam dekapannya. “So sweet.” Yura ikutan meneteskan air mata tanda kesedihanya melihat bagaimana wajah Riri yang begitu menghawatirkannya. “Gue khawatir setengah mati lo ngilang gitu aja ngerti nggak sih. Gue takut kita ngga bisa ketemu lagi..huhuhu. Gue ngeri badan lo dimutilasi kaya yang di tipi-tipi. Tapi gue lega lo nggak kenapa-kenapa sekarang.” Riri melepaskan pelukannya merasa sudah cukup begitu lama berkeluh kesah. Kedua orang tua Yura juga ikut merasa lega memandangi anak perempuanya yang mempunyai teman yang begitu sayang padanya. “Tante, Om.” Riri menyalami Yuda dan Ratna bergantian, “Maafin Riri ya om, tante enggak bisa jagain Yura. Riri
Hujan mulai mendera di sepanjang perjalanan. Dua mobil sedari tadi saling beriringan depan belakang. Abi sengaja berada dibelakang mobil Raka untuk mengawasi hal yang macam-macam. Selama perjalanan Raka dan Yura hanya diam sampai melewati perbatasan memasuki kawasan Jakarta Raka baru membuka omonganya. “Gausah geer! gue ngajakin lo semobil sama gue karna gue...” Perkataan Raka langsung terpotong karena Yura langsung menimpalinya, “Udah tau gue, lo takut gue ngomong macem-macem kan. Tenang aja lagian gue juga nggak sudi ngakuin ini.” “Bagus lah kalo lo sadar.” “Lo yak!” Tunjuk Yura dengan jengkel, “Ah udahlah ngomong sama lo bikin darah tinggi aja.” Yura menghela nafas membuang muka ke sisi jendela. Berusaha memejamkan matanya berharap cepat sampai ke rumah dan menjauh dari pria di sebelahnya yang begitu menjengkelkan. “Harus banget apa ngikutin Raka, Bi?” Tanya Rio yang asik duduk di belakang sembari mengemil makanan. “Iya, Bi. Lebih c
Dari sebelah kiri Yura terdengar tawa dari dua orang pria dan satu wanita. Mereka tampak asik memberikan celotehan layaknya saling memberikan banyolan konyol. Kiano menajamkan matanya melihat sosok yang kebetulan mirip atau memang beneran orangnya. Kiano semakin mengikis jarak ketika dua orang tida lain adalah Yura dan Bram sedang mengobrol sembari duduk di depan toko yang sudah tertutup. Setelah menverifikasi bahwa wanita itu adalah Yura, Kiano segera membawa diri kehadapan Yura. “Loh Yur ngapain disini?” Tanya Kiano melirik ke Bram dengan tanda tanya aneh di kepalanya mengingat pernah bertemu orang ini sebelumnya. Yura tampak kaget Kiano ada di tempat ini, dia langsung berdiri begitupun dengan Bram. Kiano tampak tidak sendiri bersama teman lelakinya yang Yura juga tidak kenal sama sekali. Tapi Gina wanita yang bersama Kiano mengenal Yura sebagai mantanya Kiano. Kebetulan Kiano akan nongkrong di tempat simbok bersama dua teman di belakang Kiano. “Kita duluan
Bunyi benda-benda pecah saling bersautan, dibawah lampu terang sebuah ruangan tempat tinggal milik Geby menjadi santapan kegilaan dari seorang Dirga. Geby yang baru saja masuk langsung melipir menghindari pecahan yang tergeletak manis berserakan dibawah lantai rumahnya. Pandangan Dirga sangat tajam mengetahui Geby telah kembali tanganya langsung melemparkan sebuah gelas kaca yang sengaja di lempar hampir mengenai kepala Geby. “Dari mana aja lo, hah! masih bisa lo seneng-seneng.” Cemooh Dirga yang sangat kesal, matanya sudah merah karena marah, “Inget Geb seluruh tubuh lo adalah milik gue. Kalo bukan karna gue sekarang lo udah enggak ada du dunia ini.” “Shhh.” Geby merintih membiarkan Dirga meremas kedua bahunya dengan kedua tanganya, “Tenang dulu, gue udah lakuin apa yang seharusnya gue lakuin. Lo nggak usah khawatir Raka udah ada digenggaman gue, dia bahkan hampir jadi milik gue.” “Ck, hampir…hampir. Lo bahkan nyia-nyia moment sebaik itu.” Ucap Dirga. Geby l