Dari sebelah kiri Yura terdengar tawa dari dua orang pria dan satu wanita. Mereka tampak asik memberikan celotehan layaknya saling memberikan banyolan konyol. Kiano menajamkan matanya melihat sosok yang kebetulan mirip atau memang beneran orangnya. Kiano semakin mengikis jarak ketika dua orang tida lain adalah Yura dan Bram sedang mengobrol sembari duduk di depan toko yang sudah tertutup. Setelah menverifikasi bahwa wanita itu adalah Yura, Kiano segera membawa diri kehadapan Yura.
“Loh Yur ngapain disini?” Tanya Kiano melirik ke Bram dengan tanda tanya aneh di kepalanya mengingat pernah bertemu orang ini sebelumnya.
Yura tampak kaget Kiano ada di tempat ini, dia langsung berdiri begitupun dengan Bram. Kiano tampak tidak sendiri bersama teman lelakinya yang Yura juga tidak kenal sama sekali. Tapi Gina wanita yang bersama Kiano mengenal Yura sebagai mantanya Kiano. Kebetulan Kiano akan nongkrong di tempat simbok bersama dua teman di belakang Kiano.
“Kita duluan
Bunyi benda-benda pecah saling bersautan, dibawah lampu terang sebuah ruangan tempat tinggal milik Geby menjadi santapan kegilaan dari seorang Dirga. Geby yang baru saja masuk langsung melipir menghindari pecahan yang tergeletak manis berserakan dibawah lantai rumahnya. Pandangan Dirga sangat tajam mengetahui Geby telah kembali tanganya langsung melemparkan sebuah gelas kaca yang sengaja di lempar hampir mengenai kepala Geby. “Dari mana aja lo, hah! masih bisa lo seneng-seneng.” Cemooh Dirga yang sangat kesal, matanya sudah merah karena marah, “Inget Geb seluruh tubuh lo adalah milik gue. Kalo bukan karna gue sekarang lo udah enggak ada du dunia ini.” “Shhh.” Geby merintih membiarkan Dirga meremas kedua bahunya dengan kedua tanganya, “Tenang dulu, gue udah lakuin apa yang seharusnya gue lakuin. Lo nggak usah khawatir Raka udah ada digenggaman gue, dia bahkan hampir jadi milik gue.” “Ck, hampir…hampir. Lo bahkan nyia-nyia moment sebaik itu.” Ucap Dirga. Geby l
Keesokan paginya Yura membuka mata untuk kali pertama dia berada ditempat asing dan tentu saja rasanya benar-benar tidak mungkin bisa digambarkan olehnya sediri. Raka tidur di kamar tamu membiarkan Yura memakai kamarnya sesuka hati walaupun dalam hati tidak rela.Gilang sudah menunggu di meja makan, ingin menikmati sarapan bersama menantu barunya. Gilang ingin membehas resepsi yang pernikahan yang memang belum diadakan. Pernikahan yang mendadak itu menjadi pernikahan sederhana antara Raka dan Yura. Yura tidak peduli apalagi dengan Raka tapi setidaknya dia harus mengambil keuntungan dari pernikahan ini. Dimana dia harus berhasil melepas status pernikahan bersama Yura kemudian menikah lagi bersama orang tercintanya yaitu Geby. Yura turun dengan gaun sederhana namun tampak sangat cantik dan pas dimata. Gilang langsung tersenyum menatap menantunya.Yura membalas senyum kaku yang dipaksakan sembari berjalan mendekati Gilang meminta izin untuk pulang ke rumahnya.
Tepat di meja makan keluarga kecil Bram berada tersaji hidangan buatan Sasa yang sederhana. Ditengah kesibukanya mengurus Kenan dia mencoba melakukan yang terbaik untuk melayani suaminya Bram. Hari ini tepat pernikahan mereka yang ke tiga tahun. Setelah dikabarkan oleh Yuda bahwa putrinya Yura sudah menikah Sasa langsung senang dan tidak perlu khawatir lagi dan ingin memperbaiki kerenggangan diantara dia dan suaminya. Semalam Sasa menunggu Bram pulang namun yang ditunggu tidak kunjung pulang. Baru tepat jam dua dini hari suara mobil milik Bram baru memasuki area perkarangan rumah. Sasa cukup lega setidaknya Bram pulang di hari spesial pernikahan mereka. “Aku langsung ke kantor banyak kerjaan numpuk hari ini.” Ujar Bram disela Sasa yang sedang mengambil nasi untuk suaminya. Bram seperti melihat Sasa seperti berbeda hari ini. Istrinya tampak memoles wajahnya dan semerbak wewangian tercium di hidungnya, “Kamu mau kerumah mama?” Tanya Bram sembari mengancingka
Riri, Dini dan Yura mereka bertiga bersantai di salah satu warung kecil. Di warung itu juga ada pak ilham pak Juned yang duduk tidak jauh dari mereka bertiga. Seperti biasa suasana istirahat penuh dengan wajah anak kantoran yang di landa kelaparan. Beruntungnya Yura dan lainnya sudah lebih dulu sampai sehingga tidak terjebak antrian panjang. “Sini atuh eneng-eneng! Gabung aja.” Ujar Pak Juned. Dia adalah satu satu orang yang sering melawak di dalam kantor. Badanya tinggi kurus rambutnya gondrong.- bayangin aja sendiri. “Iya sini biar makin arab.” Ujar Ilham menambahkan ucapan Juned. Pak ilham ini yang selalu mengingatkan Yura dan lainnya untuk jangan melupakan beribadah. “Kapan lagi kan makan bareng gini.” Yura dan lainya langsung berpindah tempat sekalian mengobrol ringan mendengarkan bualan bapak-bapak beristri. “Emang iya ini minggu kalian terakhir magang?” Tanya Juned. “Iya pak jangan kangen loh sama kita.” Jawab Riri menimpali pak Juned,
Kiano membantu melepaskan ikatan helm milik Yura, “Jangan baper!” Ledek Kiano langsung mendapat tatapan tajam dari Yura. Sekarang hubungan Yura dan Kiano mulai membaik seperti dulu lagi walaupun mereka berdua tidak lagi memiliki hubungan spesial. Tapi seperti ini jauh lebih nyaman menurut Yura. Kiano juga mulai sadar dengan posisinya dan mulai mencoba kencan buta agar tidak lagi berharap dengan Yura. “Awas!” Yura menepis tangan Kiano. “Yaelah Yur sensi amat lagi dapet lo yak!” Ucap Kiano yang hanya memperhatikan Yura yang kesulitan melepaskan kaitanya, “Gak bisa kan lo! Makanya gausah ngeyel kalo dibantuin.” Yura langsung cemberut, “Bantuin buruan!” “Mandiri dah gede.” Jawab Kiano sambil menahan tawa melihat Yura yang berniat menimpuknya dengan ponselnya. “Ki, buruan ih! Gue capek banget pengen rebahan ini.” Rengek Yura detik berikutnya. “Ck, bayi banget cengeng! Sini gue bantuin.” Yura mendekat ke sisi Kiano agar dibantu untuk membuka
Raka meraih gagang pintu kamar kemudian membukanya perlahan. Memperlihatkan dinding merah muda dnegan hiasan kupu-kupu dan langit-langitnya berwarna biru seperti terlihat lekungan awan tercetak. Tampak Yura yang memunggunginya sesenggukan sedang menangis. Yura hanya mendengar ada yang masuk ke kamarnya. Yura membentengi diri agar kedua orang tuanya menyerah membujuknya. Raka masuk perlahan sedangkan Yura sudah siap mengoceh lagi, kali ini Yura pikir adalah papanya. Tapi penciumanya sangat tajam di tengoklah olehnya langsung. “Ngapain lo kesini?” “Gue lebih tua dari lo ya, sopan dikit.” Jawab Raka berjalan ke sisi nakas tempat belajar Yura. Badan Raka dibiarkan berpaku pada meja. Tanganya bersilang bersiap untuk mebujuk rayu wanita didepanya. Yura menatap penuh permusuhan. Yura sangat kesal melihat Raka yang mengambil piguranya. “Gausah megang-megang najis nanti.” Yura mengambil pigura dari tangan Raka dan memintanya jangan pernah menyentuh barang apapun di ka
Yura sama sekali belum tidur matanya terbuka sempurna karena sudah tidur di mobil tadi. Setelah membereskan barang-barangnya sedikit dia memilih berbaring di sisi tempat tidur. Yura memilih kamar tidur yang memiliki pemandangan area taman yang terbentang tepat di tanah rumah barunya. Keadaan yang gelap sedikit cahaya membuat bunga diujung sana menutup dirinya. Yura bergerak kesana kemari karena merasa bosan. Alhasil Yura turun menuju lantai bawah terlihat satu orang wanita seumur mamanya sedang berada di dapur. “Nyonya apa saya membangunkan anda?” Suti pembantu rumah yang akan melayani Yura di rumah ini. Suti dipekerjakan oleh Gilang untuk mengawasi perkembangan menantu dan anaknya. Gilang memilihkan seorang wanita berumur yang sudah memiliki keluarga karena pasti sudah berpengalaman dan pastinya agar tidak terjadi sesuatu yang menimbulkan kekacauan. “Jangan terlalu formal, Bi.” Ujar Yura karena tidak terbiasa adanya pembantu rumah tangga, “Buat siapa?” Tanya
“Yura kenapa bengong sih dari tadi?” Dini yang sedari tadi mengoceh di depan Yura merasa sia-sia. Yura merasa tidak enak hati melihat wajah Dini yang cemberut. Yura mengeluarkan makanan ringan dari dalam tasnya untuk menyumpal bibir Dini yang manyun itu. Dengan riang Dini meraih jajanan itu dengan senang hati. Riri terlambat datang kali ini, karena tidak ada yang mengantar. Karena kakaknya Abi harus mengurus kerjaan penting jadi dia menebeng pada Kiano. Keduanya datang dengan wajah Riri yang di tekuk. “Lama lo elah!” Dini mengoceh pada dua orang yang baru saja sampai. “Gue nunguin dua jam anjir! ini anak kaga nongol-nongol.” Riri berucap seraya ingin melahap Kinao ke dalam mulutnya. “Yang lain gimana?” Tanya Yura tidak ingin memncampuri perdebatan mereka. “Masih pada otw, tuh. Ngaret lah dari jaman maba juga terusan ngaret.” Ucap Kiano enteng. Mereka berada di fakultas teknik untuk merembukan rencana kegiatan setiap tahun yang rutin di gelar. Walau