“APA INI? HAH!” Suara gebrakan meja membuat gadis yang asik menikmati tontonan televisi itu langsung terdiam melihat salah satu bagian isi map yang menyembul keluar, “KETERLALUAN SEKALI KAMU, YUR!” Leher Yuda menampakan guratan otot sambil menatap nyalang kearah putri kebanggaanya. Ya dulu, bukan sekarang yang membuat dirinya harus kehilangan harga dirinya. Kesalahanya hanya satu tapi resikonya membuat Yuda ingin melenyapkan putrinya sendiri sekarang juga. “PAPAH UDAH INGETIN KAMU UNTUK JAGA KELAKUAN TAPI APA HAH!!” bentak Yuda menggertakan gigi-giginya. Ratna tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah meninggalkan belanjaanya di depan teras setelah mendengar teriakan dari suaminya Yuda. Ratna berjalan mendekati putrinya memegang pundaknya yang terlihat bergetar. “Ada apa sih pah? Kamu enggak biasanya marah sampai suaramu udah kaya pake toa masjid. Kalo ada masalah mbok ya jangan pake emosi begitu nggak baik. Anakmu ini sampe gemeter lo ini, di apain sama kamu?” Tanya Ratna menuntu
Raka mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi menembus jalan kota Jakarta yang cukup padat. Rakaza Dwi Putra Raharja anak yang kini telah tumbuh menjadi pria bebas semenjak kedua orang tuanya berpisah. Mungkin sekitar lima tahun belakang dia mulai memilih jalan mengikuti pergaulan anak muda jaman sekarang. Baju warna hitam jelana jeans kesukaanya beserta jaket kulit hadiah dari sang pacar membuat penampilanya semakin memanjakan mata wanita jomblo. Raka memang memiliki wajah perpaduan orang tuanya namun kebih dominan wajah ibunya Ami yang memang sangat cantik selebihnya tentu saja mencontoh sang ayah Gilang Raharja.“Akhirnya Rak keluar kandang juga lo.” Seru Abi salah satu teman kampus Raka yang melihat kedatangan Raka setelah memarkirkan motornya. Seruan layak anak tongkrongan menggema disaat Raka sudah sampai pada meja tempat mereka bertemu. Bagaimana bisa sang bucin Raka datang tanpa membawa Geby sang pacar yang hampir setahun menemaninya kemanapun.
Tepatnya di meja makan milik keluarga Gantara sudah duduk anggota keluarga untuk menikmati makan pagi. Bisa dilihat bahwa yang tertua disana adalah orang tua dari Bram yang datang mengunjungi putranya sekaligus kangen cucu yang telah lama tidak di tengoknya. Bram yang baru dibangunkan istrinya Sasa belum kunjung turun untuk ikut sarapan jadi Sasa menggantikan Bram menemani mertuanya sarapan terlebih dahulu. “Kabarmu sama suamimu gimana, Sa? Pertanyaan itu terlontar dari Ima sang ibu mertua, “Ibu harap kamu dapat memaklumi kelakuan Bram ya Sa. Apalagi sekarang sudah ada Kenan pasti kamu repot kan. Sekarang sudah tau susahnya jadi ibu jadi banyakin sabar saja.” Ucap Ima membuat Sasa tersenyum kikuk, “Kalian sudah dewasa apalagi Bram yang sudah kepala tiga, kalo ada masalah selesaikan dengan kepala dingin.” Tambah Ima menasehati menantunya agar kejadian yang menimpa dirinya tidak terjadi pada orang lain. Jujur saja Ima masih tidak bisa melupakan rasa sakit akibat kegoisannya me
Dengan wajah supelnya Yura masuk ke dalam gedung perkantoran yang menjadi tempat magangnya. Terlihat Dina dan Riri menampakan cengiran khas mereka sambil melambaikan tangan. Dina Yura masuk melirik ke meja Pak Bram yang masih kosong sedikit rasa lega. Pak Bram itu memang ganteng, tapi buat apa kalo ganteng udah punya istri. Yura meletakan pantatnya pada kursi di sebelah Riri. “Ditungguin tau dari tadi!” Ucap Dina melemparkan alat pengaman diri berupa rompi pada Yura. “Apaan nih? Ditungguin apa sih?” Balas Yura yang belum paham maksud ucapan Dini barusan segala main lempar rompi tepat mengenai tangan kirinya Yura. “Enggak liat grup?” Sahut Riri membuat Yura langsung menggeser layar ponselnya. “Ish apaan sih! Jangan gue lagi lah. Gantian gitu.” Ucap Yura sedikit kesal mengerucutkan bibirnya, “ Ri, lu aja sih!” Senggol Yura pada Riri agar mau menggantikannya. Yura tau bahwa Pak Bram juga ada disana, “Ayolah! “ bujuk Yura lagi. Jika dia meminta Dina
“Heh! Kemarin gimana ceritanya lo bisa diajak ngehotel sama Pak Bram?” Tanya Dini yang penasaran dengan postingan status Yura, “Jangan bilang lu buka jasa kah?” Cecar Dini sambil bergidik ngeri melihat ke Yura. “Gila aja. Lu kalo ngomong enggak pake saringan sih, Din!” Ucap Yura kesal. “Terus itu apaan udah main di kamar segala?” “Iya kan enggak selamanya main di kamar begituan kali. Lagian kita beda kamar ngaco!” Yura menyentil kening Dini membuat itu anak meringis mengusap bagian yang di sentil tadi. “Tapi kemarin tuh gue..” Ucapan Yura terputus saat kedatangan dosen pembimbing mereka, “Pagi, Pak.” Sapa Yura diikuti Dini yang menyahut menyapa sang dosen. "Mari keruangan saya." Ucap sang dosen. Yura dan Dini serempak mengekor pada sang dosen diikuti Riri berlari mengejar keduanya. Setelah selesai melakukan bimbingan mereka menuju gazebo yang ada di kantin kampus tempat biasa anak kampus nongkrong. Dari arah parkiran Kiano datang denga
“Baru pulang?”Suara terdengar saat Yura menyalakan lampu yang terlihat gelap.Yura sebisanya mengatur keterkejutanya, “Iya.” Jawab Yura pada sang ibu.Yura berjalan meletakan sepatu pada sebuah rak kecil di belakang pintu. Kemudian beralih ke posisi ayahnya yang sedang duduk disebuah bangku dekat jendela sang ayah sambil memegang buku beserta kaca mata terpasang di matanya. Menghela nafas sejenak lalu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar.Yura jelas memilih menghindari pertanyaan yang akan membuat keadaan semakin panas. Ayahnya masih mendiamkannya sampai saat ini. Sedari tadi bahkan dia mengutarakan kebodohan dirinya karena hampir saja lupa jika barusan diantar oleh Pak Bram yang menjadi masalah ayahnya masih tida mau bicara denganya.“Bodoh! Semoga aja tadi enggak ada yang liat.” Ujar Yura menjambak rambutnya sebelum berhenti karna decitan pintu yang terbuka, “Kenapa, Ma?”Kepala Mama R
Dua manusia duduk berdampingan di sebuah tempat asing yang jauh dari hirup pikuk kendaraan yang berlalu lalang. Sudah dua hari Yura memutuskan untuk tidak mengaktifkan ponselnya. Bukan tanpa alasan gadis itu melakukan hal tersebut. Tuduhan yang mengatas namakannya sangat tidak berdasar hanya karna sebuah foto langsung heboh sejagat raya. “Udah baikan?” Yura menyuilkan senyum dibalik topi berbentuk kucing yang menggemaskan, “Lebih baik.” “Masih betah?” “Bentar lagi iya, Ga.” “Hmm.” Elus pucak kepala Yura dengan lembut, “Gue kesana dulu ya, mau ini.” Tunjuk Gaga pada benda berbentuk kotak. Gaga sedikit menjauh dari Yura karna ingin menyalakan rokoknya. Membiarkan Yura duduk tenang di bangku panjang dan dia mengawasinya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Semalam Yura memang menghubungi Gaga untuk menemaninya keluar. Gaga tentu senang bukan main tapi ternyata setelah bertemu yang di dapat hanya kesedihan dari wajah sang mantan tercinta. S
Bram pulang menapakan kakinya pada undakan kedua tangga lantai di rumahnya. Di ujung tangga atas terlihat istrinya menguncir rambut asal. Sasa turun sambil menggendong putranya Kenan yang melengkuh manja pada sang ibu.“Baru pulang mas?” Tanya Sasa dengan nada tidak suka.Bram mencium kepala putranya kemudian beralih bertatap dengan istrinya, “Mamah menginap?”“Iya, aku yang memintanya. Lagian mama pengen lebih lama sama cucunya.” Jawab Sasa dengan santainya melenggang turun kembali menuju meja makan untuk membuatkan sarapan pagi untuk Kenan.Bram menjegat tangan Sasa, “Seharusnya kamu bilang ke aku.” Ujar Bram tidak suka.“Lain kali aku akan bilang.” Jawab Sasa menepis tangan suaminya.Sasa turun dengan perasaan jengkel karena melihat goresan tanda merah di kerah sang suami. Kepalanya penuh dengan pemikiran negatif mengarah pada seseorang yang dicurigainya. Belum pasti tapi S