“Baru pulang?”
Suara terdengar saat Yura menyalakan lampu yang terlihat gelap.
Yura sebisanya mengatur keterkejutanya, “Iya.” Jawab Yura pada sang ibu.
Yura berjalan meletakan sepatu pada sebuah rak kecil di belakang pintu. Kemudian beralih ke posisi ayahnya yang sedang duduk disebuah bangku dekat jendela sang ayah sambil memegang buku beserta kaca mata terpasang di matanya. Menghela nafas sejenak lalu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar.
Yura jelas memilih menghindari pertanyaan yang akan membuat keadaan semakin panas. Ayahnya masih mendiamkannya sampai saat ini. Sedari tadi bahkan dia mengutarakan kebodohan dirinya karena hampir saja lupa jika barusan diantar oleh Pak Bram yang menjadi masalah ayahnya masih tida mau bicara denganya.
“Bodoh! Semoga aja tadi enggak ada yang liat.” Ujar Yura menjambak rambutnya sebelum berhenti karna decitan pintu yang terbuka, “Kenapa, Ma?”
Kepala Mama Ratna menyembul sedikit sejenak melihat rambut sang anak yang berantakan kemudian membuka sedikit lebar untuk berjalan masuk ke kamar sang anak.
“Tadi pulang sama siapa?”
“Ya..” Jawab Yura ingin kembali mengulang pertanyaan dari mama Ratna.
“Pulang sama siapa?” Pertanyaan yang sama keluar dari bibir mama Ratna. Belum mendapatkan jawaban dari sang anak. Ratna kembali bersuara, “Sama yang kemarin di foto iya?” Tebaknya benar seratus persen. Tanpa mendengar jawaban sang putri Ratna sudah mengetahui jawabanya langsung setelah melihat mata sang anak yang terselip ketakutan. Menghela nafas sedikit berbalik menuju pintu namun sebelum itu Ratna kembali menyuarakan isi hatinya, “Inget yur ayahmu itu keras.” Pesan sang mama sebelum menutup pintu kamar. Sepintar-pintarnya Yura berbohong jika berhadapan dengan mamanya dia pasti akan kalah.
“Besok jangan berulah Yuraaaa, arghhhh!” Merancau sepelan mungkin sambil menyambar handuk segera mandi berendam agar menormalkan isi pikiran.
Sementara di ruang bawah kedatangan tamu penting pria berumur beserta pria muda yang umurnya tidak jauh dari Yura. Ratna tampak sopan menyediakan minuman dan cemilan untuk sang tamu.
“Sudah gede ya.” Senyum Ratna pada pria muda yang juga membalas dengan sulas senyum canggung, “Silahkan dinikmati seadanya aja loh ini.” Ujar Ratna sembari membawa nampan ditanganya, “Pangling aku loh.”
“Dia yang dulu ngasuh kamu. Kamu tuh kalo disini sampe harus dibujuk dulu beliin mainan biar mau pulang.” Jelas Gilang pada sang anak. Jujur saja Raka tidak mengingatnya sama sekali.
Ratna tersenyum, “Sampe di simpe-simpe saing susahnya.” Kekeh Ratna mengingat kecilnya Raka, “Enggak inget iya pernah panggil saya mama dulu?” Tanya Ratna yang melihat kebingungan di mata Raka, “Aduh jadi teringat dulu saya gendong kamu kemana-mana sebelum saya punya anak. Sekarang sudah enggak nangis nyariin mamanya lagi ya” Sindir Ratna di sambut kekehan dari Gilang bukanya Raka yang memang tidak ingat memori dulu bahkan wanita berumur didepanya saja dia lupa.
“Mana ingat dia Rat..rat.”
“Sayang dulu tidak semodern sekarang ya Lang, dikit-dikit di videoin jadi enggak ada kenangan. Cukup disini.” Tunjuk Ratna pada kepalanya.
“Jangan lagi Rat, nanti sayanya yang susah.” Kekeh Gilang kembali mengingat perjuanganya dulu.
Melihat pintu rumah terbuka lebar Yuda segera masuk ke dalam rumah langsung mengedarkan pandanganya tersenyum hangat pada sang tamu.
“Baru mau di samper! Kebiasaan ngobrol dulu di warung.” Ujar Ratna menepuk suaminya kemudian berlalu menuju dapur untuk meletakan nampan yang belum sempat dia taroh.
“Akhirnya mampir juga, bos!” Ujar Yuda melepaskan jabatan tanganya. Setelah puas pada sang kawan lama, Yuda beralih pada pria muda yang sedari tadi ikut berdiri, “Anakmu tah Lang? Udah gede iya. Udah punya calon pasti ini.” Ujar Yuda meledek hanya tawa diantara keduanya sedangkan Raka hanya terseyum.
“Anakmu mana, Yud?”
“Ada diatas. Anaku jarang keluar kamar kalo sudah di kamar.” Ujar Yuda menjelaskan sedangkan Gilang mengangguk mengerti.
“Sekarang sibuk ngapain nak Raka?” Tanya Yuda.
Raka yang merasa terpanggil langsung menegakan badanya, “Bantuin Ayah, Om. Sembari lanjut S2.” Ujar Raka menjawab seadanya.
“Sudah kaya kamu kedua ya Lang.”
“Bisa aja kamu, Yud.”
“Minum ya.” Ucap Gilang yang sedari tadi tertawa merasa tenggorokanya menjadi kering.
“Kalo kurang tinggal bilang. Tenang saja selagi minuman aja saya sanggupin asal jangan uang seret ini kantong buat bayaran anak kuliah.” Kekeh Yuda.
Ratna berjalan menuju kamar Yura untuk mengajak sang putri menyapa sang tamu di bawah. Suara ketukan berusaha Ratna keraskan karena tidak kunjung mendapatkan sautan dari putrinya. Setelah beberapa kali mengetuk akhirnya suara Yura terdengar samar menjawab dari bilik kamar mandi di kamarnya.
“Lagi mandi mah. Makan duluan aja. Yura nyusul nanti.” Jawab Yura yang sudah tau jika ketukan itu dari sang mama. Setelah mendengar sautan sang putri, Ratna memilih kembali ke bawah ikut menemani suaminya berbincang dengan sang tamu.
“Anakmu masih mandi.” Ucap Ratna pada Yuda, “Biasa anak perempuan itu lama kalo urusan mandi.” Jelas Ratna pada Gilang.
“Udah biarin aja, Rat. Kalo enggak ketemu sekarang kan bisa lain kali toh kalo masih dibolehin main kesini.” Canda Gilang.
“Nginep aja juga boleh asal jangan di beli saja ini rumah. Harta satu-satunya, Lang.” Timpal Yuda.
“Tan!” Panggil Raka pada Ratna yang sedang membuka toples makanan kecil agar dicicipi oleh Raka, “Boleh numpang ke kamar mandi?” Tanya Raka yang ingin buang air kecil.
“Dari sini lurus aja mentok dapur.”
Ratna melirik pada Raka yang sudah berjalan mengarah ke kamar mandi. Dia hanya ingin memastikan bahwa tempat yang dituju tepat sasaran setelahnya kembali mengobrol bersama di ruang tengah.
“Asik juga suaranya.” Gumam Raka sembari keluar dari kamar mandi tidak sengaja mendengar suara lembut namun samar entah dari ruangan mana. Raka menduga bahwa itu suara dari putri pemilik rumah. Lamunan Raka terbuyarkan oleh suara khas dari Ratna.
“Sudah?”
“Sudah, Tante. Makasih.”
“Berisik ya. Maklumin ya emang suka konser malem-malem anak tante.” Raka terkekeh, “Bosen ya dengerin orang tua pada ngobrol?”
Raka mengangguk mengiyakan, “Dikit, Tante.”
“Gilang kalo ketemu Yuda sudah sampe malem ngobrol juga siap mereka.” Ujar Ratna memberitahu Raka kebiasaan bapak-bapak menolak untuk di bilang tua kalo belum memiliki cucu, “ Kamu jangan kapok ya mampir kesini.”
“Enggak kok, tante. Saya palah terimakasih dulu tante katanya pernah jagain saya waktu kecil.”
Ratna menyentuh pundak Raka menatap sendu, “Sama-sama. Bahagia selalu. Nanti kalo nikah jangan lupa kenalin ke Tante.” Pinta Ratna pada Raka yang sudah dianggapnya anak sendiri. Suara panggilan dari Yuda membuat atensi keduanya beralih pada ruang tengah tempat mereka berada, “Tuh kan baru inget ada yang ngilang. Ayok ke sana.” Ajak Ratna pada Raka. Keduanya berjalan beriringan menuju ruang tengah. Terlihat Yuda dan Gilang sudah menyelesaikan perbincanganya.
“Sudah mau pulang Lang? Enggak nginep aja? Banyak kamar kosong kok disini.”
“Pulang lah, Rat. Kapan-kapan saya mampir lagi. Apalagi kalo jadi besan kan pasti sering mampir.” Canda Gilang terlihat raut wajah Raka yang tidak menyukai candaan itu.
“Kamu ini.” Ratna melirik ke Raka melihat raut muka kesalnya, “Kalo memang keduanya jodoh iya syukur kalo enggak iya kita doain aja semoga keduanya menemukan jodoh yang baik.”
“Saya mah berharap saja, Rat. Siapa tau jadi kenyataan kan kita juga enggak tau.”
“Iya Lang saya paham. Takutnya anakmu salah paham itu loh mukanya sudah di tekuk.”
Atensi ketiganya langsung pada Raka yang terlihat ikut memandangi ketiganya bergantian, “Ah! enggak, tante.” Ujar Raka sedikit tidak enak jika terlalu jujur dengan perasaanya jadi dia memilih berbohong. Jawaban itu membuat ketiganya merasakan lega dilubuk hati.
Gilang melirik jam tanganya, “Sampe lupa waktu aku kalo disini. Pamit lah, Yud. Sampai ketemu lagi. Mari Rat!”
“Iya hati-hati.” Saut Ratna.
Yuda dan Ratna mengantar keduanya sampai depan teras hingga mobil yang dikendarai Gilang dan Raka hilang dari perkarangan rumah. Sepeninggal tamunya keduanya langsung masuk ke dalam rumah. Yuda memilih masuk ke dalam kamar sedangkan Ratna membersihkan meja terlebih dahulu.
“Ck, ketiduran.” Runtuknya Yura sembari memposisikan duduknya menghadap ke arah cermin membuka buntelan di kepala yang sepenuhnya belum kering. Dari pantulan sebuah kaca berbentuk spiral Yura terlihat memakai baju tidur bergambar doraemon namun sudah gambarnya sudah membayang karena terlalu sering di pakai. Menjepit rambutan asal sebelum turun ke bawah untuk mengisi perutnya yang lapar. Yura langsung bertemu mamanya yang terlihat sedang membawa piring berisi potongan kueh dan dua gelas yang sudah habis tinggal tersisa ampas yang mengental di bagian bawah.
“Abis ada tamu iya mah? Yura kok enggak denger sih!” Ujar Yura yang lumayan penasaran.
“Iya.” Jawab Ratna seraya melewati putrinya menuju tempat cucian kotor, “Makan sana! mama bikin semur ayam.”
Yura langsung sumringah tancap gas menghampiri meja makan dan membuka tudung saji. Menghirup aroma yang menggugah isi perut yang sedari tadi minta di isi, “Wih! Abisin ya, mah?”
“Jangan lupa tutup lagi nanti ada kucing.” Titah Ratna sebelum pergi menuju kamar untuk istirahat.
Sebuah dentingan pesan masuk menghentikan suapan Yura. Matanya langsung memicing tajam dengan pesan tersebut, "Yur cek grup! Anak kantor lagi rame ngomongin lu." Selanjutnya dentingan sendok terdengar cukup keras karna terlepas dari gigitan Yura.
Dua manusia duduk berdampingan di sebuah tempat asing yang jauh dari hirup pikuk kendaraan yang berlalu lalang. Sudah dua hari Yura memutuskan untuk tidak mengaktifkan ponselnya. Bukan tanpa alasan gadis itu melakukan hal tersebut. Tuduhan yang mengatas namakannya sangat tidak berdasar hanya karna sebuah foto langsung heboh sejagat raya. “Udah baikan?” Yura menyuilkan senyum dibalik topi berbentuk kucing yang menggemaskan, “Lebih baik.” “Masih betah?” “Bentar lagi iya, Ga.” “Hmm.” Elus pucak kepala Yura dengan lembut, “Gue kesana dulu ya, mau ini.” Tunjuk Gaga pada benda berbentuk kotak. Gaga sedikit menjauh dari Yura karna ingin menyalakan rokoknya. Membiarkan Yura duduk tenang di bangku panjang dan dia mengawasinya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Semalam Yura memang menghubungi Gaga untuk menemaninya keluar. Gaga tentu senang bukan main tapi ternyata setelah bertemu yang di dapat hanya kesedihan dari wajah sang mantan tercinta. S
Bram pulang menapakan kakinya pada undakan kedua tangga lantai di rumahnya. Di ujung tangga atas terlihat istrinya menguncir rambut asal. Sasa turun sambil menggendong putranya Kenan yang melengkuh manja pada sang ibu.“Baru pulang mas?” Tanya Sasa dengan nada tidak suka.Bram mencium kepala putranya kemudian beralih bertatap dengan istrinya, “Mamah menginap?”“Iya, aku yang memintanya. Lagian mama pengen lebih lama sama cucunya.” Jawab Sasa dengan santainya melenggang turun kembali menuju meja makan untuk membuatkan sarapan pagi untuk Kenan.Bram menjegat tangan Sasa, “Seharusnya kamu bilang ke aku.” Ujar Bram tidak suka.“Lain kali aku akan bilang.” Jawab Sasa menepis tangan suaminya.Sasa turun dengan perasaan jengkel karena melihat goresan tanda merah di kerah sang suami. Kepalanya penuh dengan pemikiran negatif mengarah pada seseorang yang dicurigainya. Belum pasti tapi S
Yura dan Dini memasuki perkarangan rumah dengan pagar biru. Dari atas motor Yura dan Dini melambaikan tangan pada Riri. Mereka sengaja mampir setelah selesai dari tempat magang. Keduanya turun dari motor di sambut senyuman khas bangun tidur dari Riri. “Baru bangun tuh.” Ucap Yura meledek. “Tadi enggak ngapa-ngapain kan?” Tanya Riri dengan cengirannya. “Pala lu enggak ngapa-ngapain!” Ujar Dini sewot, “Tugas lo aja Yura yang ngerjain tuh, ck.” “Besok gausah masuk aja Din, biarin Riri berangkat sendiri.” “Setuju banget sih, ck.” “Lagi ada tamu iya?” Tanya Yura yang melihat deretan sepatu di undakan menuju teras rumah Riri. Dini ikut menengok ke jejeran sandal, “Eh iya, tapi ini sepatu cowok deh.” Yura dan Dini langsung menatap Riri dengan curiga. Riri menghela nafas pelan menggeser sepatu yang kedua temannya maksud. “Masuk dulu sih.” “Eh pacar lo Ri?” Tanya Dini mensejajarkan langkahnya dengan Riri sedangkan Yura dibelakang menata
Yura berpapasan dengan Riri yang baru turun dari mobil. Tanpa bertanya Yura sudah tau jika yang mengantar adalah kakaknya Riri. Yura menyapa sopan pada Abi setelahnya di gandeng Riri masuk kedalam area kantor beriringan. “Udah baikan?” Tanya Rini menatap Yura dengan saksama mengamati wajah Yura yang masih menggunakan masker. Mengenai kejadian kemarin Riri menjadi khawatir dengan keadaan temanya itu, “Kak Raka tuh sebenernya baik tapi semenjak pacaran sama tante girang jadi begitu.” “Ck, tante girang bisa aja lo. Lo deket?” Tanya Yura sembari meletakan pantatnya di kursi panjang yang ada di depan kantor. “Enggak, sebatas kenal dia temen kakak gue sih. Sekarang baru ketemu lagi juga, iya gara-gara abang pindah ke sini lagi.” “Oh iya dapet salam.” “Hah salam?” “Iya dari abang gue Abi.” Yura menyebikan bibirnya menahan senyum, “Salam balik nggak nih? Lo orang pertama yang dapet salam dari abang gue tau.” “Idih! Bohong banget
Sudah seperti pesta besar jamuan malam yang begitu besar layaknya sebuah pernikahan. Yura memilih berada di pojokan dia bagaikan pelayan yang sedang kebingungan. Pak Bram sama sekali tidak memberi tahunya mengenai acara sepenting ini apalagi yang ada di tempat itu hanya petinggi-petinggi perusahaan. Bram cukup asik menyapa kolega perusahaan sampai lupa dengan Yura. Yura meraih gelas yang memang di suguhkan untuk para tamu. Menengguknya sampai tandas menyisakan tanda merah dilidah Yura. Yura mencoba mengirim pesan kepada Pak Bram memberitahu bahwa dia akan menunggu di bawah saja. Setelah selesai mengetik pesan dan mengirimkannya Yura langsung melipir keluar ruangan. Yura berjalan sembari ditatap oleh beberapa orang yang mungkin juga bertanya mengapa anak seumuran dirinya berada di tempat yang penting seperti ini. Yura cukup cuek hingga langkahnya terhenti. Yura yang begitu penasaran mencoba mengintip. “Raka bakal kabulin kemauan papah asal papah setuju sama hu
Yura sengaja bangun pagi menuju ke lantai bawah depan rumah sakit yang kebetulan banyak deretan makanan. Niatnya Yura akan pulang sendiri menggunakan taksi online namun ditunda untuk mengisi makanan terlebih dahulu. Yura juga berpikiran untuk membungkus makanan untuk Gilang dan Raka. Yura tidak mau egois mengisi perutnya saja tidak memikirkan yang lainnya juga. Setelah menyelesaikan urusan perutnya Yura menenteng satu keresek berisi makanan dan kembali menuju ruangan rawat Gilang. Di gerbang masuk tampak sebuah mobil milik Yuda memasuki area rumah sakit tidak sendiri karna Ratna turut serta di dalam mobil. Yura masuk duluan ke dalam rumah sakit setelahnya baru kedua orang tua Yura menyusul masuk namun terlebih dahulu menanyakan ke dalam resepsionis rumah sakit. Yuda dan Ratna bergegas setelah mendapatkan nomor ruangan dimana sahabatnya itu berada. Sebenarnya tadi malam Yuda mencoba menghubungi Gilang namun ternyata di jawab oleh pembantu rumah tangganya memberitahu b
Sebuah mobil mewah meninggalkan perkarangan rumah. Sembari menatap layar ponselnya yang menunjukan peta online untuk mendapat arahan menuju ke tempat yang dituju. Mengenakan kaos santai beserta jeans terlihat pantas melekat di tubuh lelaki itu. Lelaki itu tampak serius mengendarai mobilnya. Setelah mendapatkan kabar dia langsung menunda pekerjaanya.Matahari mulai menunjukan atensinya, terlihat menembus kaca mobil milik Abi, lelaki itu ialah Abi. Abi mengendarai mobilnya cukup santai menuju rumah sakit tempat ayah dari Raka. Gilang sudah di anggap ayahnya sendiri setelah kematian kedua orang tuanya. Selama sekolah sampai dia berhasil itu juga berkat dukungan dari Gilang ayah dari Raka yang menyokong biaya sekolahnya. Sehingga dia mampu membiayai adiknya hinga perguruan tinggi. Abi datang sendiri karena dua teman Raka lainnya sedang pergi keluar kota.Sebelum menuju ke rumah sakit dia membeli buah-buahan serta kue ringan. Hanya 10 menit untuk sampai di rumah sakit dari
“Kerja bagus, tetap ikuti dan kumpulkan bukti aku ingin secepatnya masalah ini selesai dan hidup bahagia.” Wanita itu tersenyum puas kemudian mematikan sambungan telepon setelah mendapat kabar dari orang kepercayaanya dan meletakan benda pipih itu ke sebuah laci bercat putih. Kembali ke rumah sakit tempat Gilang berada sekarang. Pria tua itu cukup senang setelah di jenguk kebugarannya juga semakin stabil. “Aku sudah semakin tua. Keinginanku hanya menimang cucu sembari menikmati masa tuaku. Abi kamu kan tahu Raka sangat keras kepala. Tolong nasehati dia, kamu sudah seperti saudara baginya kan. Maaf kalo om merepotkanmu kali ini.” Ujar Gilang sembari meredakan batuk kecilnya. “Tenang saja om. Abi akan berusaha membujuk Raka.” “Kamu memang bisa diandalkan.” Bangga Gilang sembari tersenyum dengan rasa sayang layaknya anak dan ayah, “Lalu bagaimana denganmu apakah sudah memiliki calon?” Abi sedikit canggung mengatakannya, “Mungkin seb