“Kemana aja sih lo!” Riri berlari mendekati Yura sembari memaki temanya itu, “Lo kemana aja, hah! Udah kaya hantu aja ngilang nggak ada kabar. Bego banget! Lo bikin gue pusing semalem ngerti nggak sih.”
“Lo nangis.”
“Lo pikir gue ketawa, hah!” Riri masih memeluk kencang Yura ke dalam dekapannya.
“So sweet.” Yura ikutan meneteskan air mata tanda kesedihanya melihat bagaimana wajah Riri yang begitu menghawatirkannya.
“Gue khawatir setengah mati lo ngilang gitu aja ngerti nggak sih. Gue takut kita ngga bisa ketemu lagi..huhuhu. Gue ngeri badan lo dimutilasi kaya yang di tipi-tipi. Tapi gue lega lo nggak kenapa-kenapa sekarang.”
Riri melepaskan pelukannya merasa sudah cukup begitu lama berkeluh kesah. Kedua orang tua Yura juga ikut merasa lega memandangi anak perempuanya yang mempunyai teman yang begitu sayang padanya.
“Tante, Om.” Riri menyalami Yuda dan Ratna bergantian, “Maafin Riri ya om, tante enggak bisa jagain Yura. Riri
Hujan mulai mendera di sepanjang perjalanan. Dua mobil sedari tadi saling beriringan depan belakang. Abi sengaja berada dibelakang mobil Raka untuk mengawasi hal yang macam-macam. Selama perjalanan Raka dan Yura hanya diam sampai melewati perbatasan memasuki kawasan Jakarta Raka baru membuka omonganya. “Gausah geer! gue ngajakin lo semobil sama gue karna gue...” Perkataan Raka langsung terpotong karena Yura langsung menimpalinya, “Udah tau gue, lo takut gue ngomong macem-macem kan. Tenang aja lagian gue juga nggak sudi ngakuin ini.” “Bagus lah kalo lo sadar.” “Lo yak!” Tunjuk Yura dengan jengkel, “Ah udahlah ngomong sama lo bikin darah tinggi aja.” Yura menghela nafas membuang muka ke sisi jendela. Berusaha memejamkan matanya berharap cepat sampai ke rumah dan menjauh dari pria di sebelahnya yang begitu menjengkelkan. “Harus banget apa ngikutin Raka, Bi?” Tanya Rio yang asik duduk di belakang sembari mengemil makanan. “Iya, Bi. Lebih c
Dari sebelah kiri Yura terdengar tawa dari dua orang pria dan satu wanita. Mereka tampak asik memberikan celotehan layaknya saling memberikan banyolan konyol. Kiano menajamkan matanya melihat sosok yang kebetulan mirip atau memang beneran orangnya. Kiano semakin mengikis jarak ketika dua orang tida lain adalah Yura dan Bram sedang mengobrol sembari duduk di depan toko yang sudah tertutup. Setelah menverifikasi bahwa wanita itu adalah Yura, Kiano segera membawa diri kehadapan Yura. “Loh Yur ngapain disini?” Tanya Kiano melirik ke Bram dengan tanda tanya aneh di kepalanya mengingat pernah bertemu orang ini sebelumnya. Yura tampak kaget Kiano ada di tempat ini, dia langsung berdiri begitupun dengan Bram. Kiano tampak tidak sendiri bersama teman lelakinya yang Yura juga tidak kenal sama sekali. Tapi Gina wanita yang bersama Kiano mengenal Yura sebagai mantanya Kiano. Kebetulan Kiano akan nongkrong di tempat simbok bersama dua teman di belakang Kiano. “Kita duluan
Bunyi benda-benda pecah saling bersautan, dibawah lampu terang sebuah ruangan tempat tinggal milik Geby menjadi santapan kegilaan dari seorang Dirga. Geby yang baru saja masuk langsung melipir menghindari pecahan yang tergeletak manis berserakan dibawah lantai rumahnya. Pandangan Dirga sangat tajam mengetahui Geby telah kembali tanganya langsung melemparkan sebuah gelas kaca yang sengaja di lempar hampir mengenai kepala Geby. “Dari mana aja lo, hah! masih bisa lo seneng-seneng.” Cemooh Dirga yang sangat kesal, matanya sudah merah karena marah, “Inget Geb seluruh tubuh lo adalah milik gue. Kalo bukan karna gue sekarang lo udah enggak ada du dunia ini.” “Shhh.” Geby merintih membiarkan Dirga meremas kedua bahunya dengan kedua tanganya, “Tenang dulu, gue udah lakuin apa yang seharusnya gue lakuin. Lo nggak usah khawatir Raka udah ada digenggaman gue, dia bahkan hampir jadi milik gue.” “Ck, hampir…hampir. Lo bahkan nyia-nyia moment sebaik itu.” Ucap Dirga. Geby l
Keesokan paginya Yura membuka mata untuk kali pertama dia berada ditempat asing dan tentu saja rasanya benar-benar tidak mungkin bisa digambarkan olehnya sediri. Raka tidur di kamar tamu membiarkan Yura memakai kamarnya sesuka hati walaupun dalam hati tidak rela.Gilang sudah menunggu di meja makan, ingin menikmati sarapan bersama menantu barunya. Gilang ingin membehas resepsi yang pernikahan yang memang belum diadakan. Pernikahan yang mendadak itu menjadi pernikahan sederhana antara Raka dan Yura. Yura tidak peduli apalagi dengan Raka tapi setidaknya dia harus mengambil keuntungan dari pernikahan ini. Dimana dia harus berhasil melepas status pernikahan bersama Yura kemudian menikah lagi bersama orang tercintanya yaitu Geby. Yura turun dengan gaun sederhana namun tampak sangat cantik dan pas dimata. Gilang langsung tersenyum menatap menantunya.Yura membalas senyum kaku yang dipaksakan sembari berjalan mendekati Gilang meminta izin untuk pulang ke rumahnya.
Tepat di meja makan keluarga kecil Bram berada tersaji hidangan buatan Sasa yang sederhana. Ditengah kesibukanya mengurus Kenan dia mencoba melakukan yang terbaik untuk melayani suaminya Bram. Hari ini tepat pernikahan mereka yang ke tiga tahun. Setelah dikabarkan oleh Yuda bahwa putrinya Yura sudah menikah Sasa langsung senang dan tidak perlu khawatir lagi dan ingin memperbaiki kerenggangan diantara dia dan suaminya. Semalam Sasa menunggu Bram pulang namun yang ditunggu tidak kunjung pulang. Baru tepat jam dua dini hari suara mobil milik Bram baru memasuki area perkarangan rumah. Sasa cukup lega setidaknya Bram pulang di hari spesial pernikahan mereka. “Aku langsung ke kantor banyak kerjaan numpuk hari ini.” Ujar Bram disela Sasa yang sedang mengambil nasi untuk suaminya. Bram seperti melihat Sasa seperti berbeda hari ini. Istrinya tampak memoles wajahnya dan semerbak wewangian tercium di hidungnya, “Kamu mau kerumah mama?” Tanya Bram sembari mengancingka
Riri, Dini dan Yura mereka bertiga bersantai di salah satu warung kecil. Di warung itu juga ada pak ilham pak Juned yang duduk tidak jauh dari mereka bertiga. Seperti biasa suasana istirahat penuh dengan wajah anak kantoran yang di landa kelaparan. Beruntungnya Yura dan lainnya sudah lebih dulu sampai sehingga tidak terjebak antrian panjang. “Sini atuh eneng-eneng! Gabung aja.” Ujar Pak Juned. Dia adalah satu satu orang yang sering melawak di dalam kantor. Badanya tinggi kurus rambutnya gondrong.- bayangin aja sendiri. “Iya sini biar makin arab.” Ujar Ilham menambahkan ucapan Juned. Pak ilham ini yang selalu mengingatkan Yura dan lainnya untuk jangan melupakan beribadah. “Kapan lagi kan makan bareng gini.” Yura dan lainya langsung berpindah tempat sekalian mengobrol ringan mendengarkan bualan bapak-bapak beristri. “Emang iya ini minggu kalian terakhir magang?” Tanya Juned. “Iya pak jangan kangen loh sama kita.” Jawab Riri menimpali pak Juned,
Kiano membantu melepaskan ikatan helm milik Yura, “Jangan baper!” Ledek Kiano langsung mendapat tatapan tajam dari Yura. Sekarang hubungan Yura dan Kiano mulai membaik seperti dulu lagi walaupun mereka berdua tidak lagi memiliki hubungan spesial. Tapi seperti ini jauh lebih nyaman menurut Yura. Kiano juga mulai sadar dengan posisinya dan mulai mencoba kencan buta agar tidak lagi berharap dengan Yura. “Awas!” Yura menepis tangan Kiano. “Yaelah Yur sensi amat lagi dapet lo yak!” Ucap Kiano yang hanya memperhatikan Yura yang kesulitan melepaskan kaitanya, “Gak bisa kan lo! Makanya gausah ngeyel kalo dibantuin.” Yura langsung cemberut, “Bantuin buruan!” “Mandiri dah gede.” Jawab Kiano sambil menahan tawa melihat Yura yang berniat menimpuknya dengan ponselnya. “Ki, buruan ih! Gue capek banget pengen rebahan ini.” Rengek Yura detik berikutnya. “Ck, bayi banget cengeng! Sini gue bantuin.” Yura mendekat ke sisi Kiano agar dibantu untuk membuka
Raka meraih gagang pintu kamar kemudian membukanya perlahan. Memperlihatkan dinding merah muda dnegan hiasan kupu-kupu dan langit-langitnya berwarna biru seperti terlihat lekungan awan tercetak. Tampak Yura yang memunggunginya sesenggukan sedang menangis. Yura hanya mendengar ada yang masuk ke kamarnya. Yura membentengi diri agar kedua orang tuanya menyerah membujuknya. Raka masuk perlahan sedangkan Yura sudah siap mengoceh lagi, kali ini Yura pikir adalah papanya. Tapi penciumanya sangat tajam di tengoklah olehnya langsung. “Ngapain lo kesini?” “Gue lebih tua dari lo ya, sopan dikit.” Jawab Raka berjalan ke sisi nakas tempat belajar Yura. Badan Raka dibiarkan berpaku pada meja. Tanganya bersilang bersiap untuk mebujuk rayu wanita didepanya. Yura menatap penuh permusuhan. Yura sangat kesal melihat Raka yang mengambil piguranya. “Gausah megang-megang najis nanti.” Yura mengambil pigura dari tangan Raka dan memintanya jangan pernah menyentuh barang apapun di ka