Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin

Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Oleh:  Rarha Ira   Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
31Bab
279Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Seorang wanita yang salah memilih pasangan tanpa sengaja mengenal seseorang dari dunia Maya. Hingga akhirnya mereka memiliki rasa yang tak seharusnya ada. Bagaimana kah kisah selanjutnya? Semua akan ditumpas tuntas dalam kisah, Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Bab 1

Prang! Suara menggelegar terdengar ketika aku sedang menyendokkan nasi ke dalam piring. "Udah berapa tahun kamu belajar masak, Adriana?" Aku yang rasanya sudah muak memilih diam tak berniat membalas ataupun menjawab ucapan pria itu. Kembali duduk dan menikmati makanan yang sudah tersedia di atas meja makan. "Bertahun-tahun kerjaan cuma jadi tukang masak, tetap saja nggak becus!" Lagi-lagi cacian yang harus kuterima setiap kali ia ada di rumah. 'Aku benci sama kamu, Mas! Kenapa, sih, cepat sekali kamu kembali ke rumah?' bisik hatiku dalam diam. "Udah nggak bisa ngasih aku keturunan, nggak bisa ngatur uang belanja, masak pun nggak pernah bener!" Mendengar kata-kata tajamnya yang selalu menyalahkanku perihal anak, membuatku naik pitam. Aku berhenti mengunyah makanan yang ada di dalam mulut dan menelannya dengan susah payah. Meletakkan sendok ke atas piring dengan kasar dan memandang wajah pria yang sudah membersamaiku sejak tiga tahun yang lalu itu dengan berani tanpa pe

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Heaven Nur
Mantabb...
2024-10-18 12:15:31
1
user avatar
Els Arrow
bagus ceritanya
2024-10-17 20:20:06
1
user avatar
Allyaalmahira
Bagusss, emosi aku bacanya. Denny oh Denny.. kau meresahkan.
2024-10-16 23:50:58
1
31 Bab

Bab 1

Prang! Suara menggelegar terdengar ketika aku sedang menyendokkan nasi ke dalam piring. "Udah berapa tahun kamu belajar masak, Adriana?" Aku yang rasanya sudah muak memilih diam tak berniat membalas ataupun menjawab ucapan pria itu. Kembali duduk dan menikmati makanan yang sudah tersedia di atas meja makan. "Bertahun-tahun kerjaan cuma jadi tukang masak, tetap saja nggak becus!" Lagi-lagi cacian yang harus kuterima setiap kali ia ada di rumah. 'Aku benci sama kamu, Mas! Kenapa, sih, cepat sekali kamu kembali ke rumah?' bisik hatiku dalam diam. "Udah nggak bisa ngasih aku keturunan, nggak bisa ngatur uang belanja, masak pun nggak pernah bener!" Mendengar kata-kata tajamnya yang selalu menyalahkanku perihal anak, membuatku naik pitam. Aku berhenti mengunyah makanan yang ada di dalam mulut dan menelannya dengan susah payah. Meletakkan sendok ke atas piring dengan kasar dan memandang wajah pria yang sudah membersamaiku sejak tiga tahun yang lalu itu dengan berani tanpa pe
Baca selengkapnya

Bab 2

"Adriana!" panggil seseorang dari arah belakang. Suaranya seperti wanita, tapi ... siapa? Aku menoleh demi melihat siapa orang itu. 'Oh, dia. Pasti Mas Denny mengadu padanya ketika aku pergi tadi,' bisikku dalam hati. Tanpa memperdulikan wanita itu, aku kembali melanjutkan melipat mukena yang tadi aku pakai untuk salat. Setelah selesai, kuletakkan kembali pada tempat semula. "Heh, mantu kurang ajar! Berani-beraninya kamu menghina anakku! Apa maksudnya kamu bilang kalau kamu memberi makan orang satu rumah?!" Aku tak mempedulikan ocehan wanita yang berstatus sebagai ibu mertuaku dan berjalan keluar meninggalkan tempat ibadah itu. "Heh, wanita mandul!" Kakiku berhenti tepat di langkah ke lima. Aku yakin wanita itu masih berada di pelataran masjid ketika mengucapkan kata-kata keji itu. Terdengar langkah kakinya mendekat ke arahku. "Apa? Mau ngelak? Memang begitu, kan, kenyataannya?" "Maaf, ya, Ibu Mertua yang terhormat. Saya tidak mandul! Anda ingat, saya pernah memeri
Baca selengkapnya

Bab 3

3"Baiklah, permisi!" Aku yang telah selesai memasukkan kembali pakaianku ke dalam koper, mulai melangkah menuju pintu. Belum sempat menyentuh gagang pintu, tiba-tiba Mas Denny menarikku dengan kuat. Akibatnya, aku yang terhuyung harus merasakan perih di sekitar tulang pelipis. Samar-samar mendengar seseorang memanggil namaku, tapi aku tak bisa mengenali suara itu hingga akhirnya semuanya gelap dan aku tak bisa mendengar ataupun melihat apapun lagi. "Adriana, bangun, Nak! Apa kamu tidak lelah tertidur selama ini? Apa kamu tidak ingin bangun dan menikmati keindahan senja lagi?" "Siapa itu? Apa maksud dari ucapanmu?" teriakku pada orang itu. "Di mana aku? Ini ada di mana?" tanyaku ketika menyadari bahwa saat ini berada di tempat asing. "Bangunlah, Nak! Jika kamu bangun, maka Ibu akan membawamu pulang bersama kami. Kamu nggak akan terkena tekanan batin lagi tinggal bersama mereka. Ayo lah, Nak, bangun!" Lagi-lagi aku mendengar suara itu. Tunggu-tunggu, sepertinya aku tak asing deng
Baca selengkapnya

Bab 4

"Bu, sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku. Tak tahan lagi jika harus menunggu kembali ke rumah hanya untuk mendapatkan penjelasan tentang keadaanku. "Nak, sebenarnya kenapa kamu bisa ada di rumah sakit ini, semua karena suami dan mertua toxic kamu itu. Awalnya mereka tak mau mengakui perihal kecelakaan yang menimpa kamu, tapi keraguan menyelimuti hati kami. Hingga akhirnya Bapak turun tangan menyelidiki semuanya," jelas Ibu. Kekecewaan tergambar jelas di wajahnya yang cantik. "Kecelakaan? Tapi bagaimana bisa, Bu? Seingatku kemarin pas mau buka pintu, Mas Denny melarang, tapi setelah itu aku nggak tau lagi apa yang terjadi hingga saat ini." "Iya, Nak. Denny narik tangan kamu kuat sampai kepalamu terbentur sudut meja. Gara-gara kecelakaan itu, kamu harus menjalani operasi di bagian kepala dan akhirnya terbaring di rumah sakit ini sejak satu Minggu yang lalu," jedanya, "dan setelah di selidiki, ternyata awalnya mereka tak mau membawa kamu ke rumah sakit. Mereka sengaja merahasiaka
Baca selengkapnya

Bab 5

"Siapa orang yang Ibu katakan ingin bertemu denganku?" tanyaku penasaran. "Seseorang yang sangat dipercayai Bapak mampu membahagiakan kamu." Orang kepercayaan Bapak? Yang mampu membahagiakan aku? Apa maksud Ibu sebenarnya? "Apa maksud Ibu?" "Mksud Ibu—" Tok tok tok. Tiba-tiba pintu diketuk sebelum sempat Ibu menjelaskan. "Sebentar, ya, Sayang, Ibu bukain pintu dulu. Siapa tahu orang itu sudah datang." Wanita yang paling aku sayangi itu melangkah menjauhiku menuju ke arah pintu dengan senyum yang begitu mengembang. "Assalamualaikum," ucap seorang pria yang ada di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Ibu menyambut uluran tangannya. Pria itu menyalami tangan Ibu dengan takzim. "Waalaikumsalam," jawabku dengan lirih. Mereka masuk setelah sedikit berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. "Di, kenalin, ini Sandi. Dosen di salah satu universitas terkenal di Sulawesi Barat. Sandi ini termasuk dosen kebanggan universitas karena pr
Baca selengkapnya

Bab 6

Dering ponsel menyadarkanku dari tidur siang ini. Aku berusaha untuk kembali melanjutkan mimpi indah itu tanpa peduli siapa yang menghubungi. Namun, benda pipih itu kembali berdering sebelum sempat aku kembali ke alam bawah sadar. "Siapa, sih, telepon siang bolong begini?" tanyaku dengan suara khas orang yang baru bangun tidur. "Bangun, Dek! Kamu nggak rindu, kah, sama Abang?" Mendengar suara itu, mataku langsung terbuka dengan lebar. Rasa kantuk pun seakan menguap begitu saja. "Bang Renal? Ini beneran Abang?" tanyaku tak percaya. "Kebiasaan, deh, kalau jawab panggilan nggak di cek dulu," protes pria itu. "Ngantuk, Abang. Jadi nggak fokus buat ngecek panggilan. Mana lagi mimpi indah banget lagi tadi itu." "Jadi, Abang ganggu, nih? Yaudah, Abang matiin aja kalau gitu." Terdengar dari ucapannya bahwa pria itu sangat menyesal. "Eh, jangan, dong! Udah dari kemarin tauk aku nungguin telepon dari Abang." Kubuat suaraku semanja mungkin. Aku tahu, aku juga sadar, bahwa ini semua salah
Baca selengkapnya

Bab 7, Apa maksudnya?

Aku sedikit terkejut setelah mengetahui siapa yang masuk. Ternyata dia ….“Assalamualaikum,” ucapnya setelah masuk. “Waalaikumsalam,” jawabku tak acuh. Bagaimana dia bisa masuk? Bukankah Bapak dan Ibu sudah melarangnya untuk datang? Lantas, kemana mereka pergi? “Bagaimana keadaan kamu, Sayang?” tanya pria itu berjalan ke arahku. “Baik,” jawabku cuek. “Di, maafin Mas, ya! Sekarang Mas sadar, nggak seharusnya bersikap seperti itu sama kamu, aku nyesel, Di. Maafin Mas, ya!” Pria itu menggenggam tanganku erat sekali. Entahlah, rasanya kepercayaanku padanya kini telah musnah. Ceklek. Terdengar seseorang membuka pintu yang tadi sempat ditutup oleh Mas Denny, tapi pria itu langsung memalingkan wajahnya dan berniat menutup pintu itu kembali. “Bang Sandi, tunggu!” cegahku padanya. Pria itu berbalik menghadap ke arah kami setelah mendengar panggilanku. “Iya, Dik. Ada apa?” tanyanya ramah. “Abang bisa tolong kesini sebentar?” Tanpa diminta dua kali, pria itu langsung datang dan menuju k
Baca selengkapnya

Saatnya mengepakkan sayap

“Ha? Maksudnya?” tanyaku tak paham arah pembicaraannya. “Eh, maksudnya, siapa tahu bisa melakukan PDKT dan jadi calon suami kamu.” Aku tertawa mendengar ucapannya. Bisa saja ia bercanda disaat seperti ini. “Abang bisa aja bercandanya,” ucapku dengan tawa yang membahana. “Tapi aku nggak lagi becanda, Diana!” Mendengar ucapannya yang begitu serius, tawaku seketika berhenti seiring jantung yang kian berdegup dengan kencang. “Aku serius ingin menikahimu setelah masa iddah itu selesai.” ‘Duh, pasti dia bawa perasaan oleh ucapanku tadi. Nggak nyangka kalau dia nggak bisa di ajak kerja sama. Astaga! Bagaimana ini? Nyesel, deh, gue bilang kek gitu tadi.’ Aku menepuk pelan keningku saking bingungnya mau menanggapi bagaimana ucapannya. Tiba-tiba pria itu berdiri dan terlihat raut wajahnya yang panik. “Kamu kenapa? Kepalanya sakit lagi, ya? Tunggu di sini, aku panggilkan dokter du—” “Eh, nggak usah, Bang! Aku baik-baik aja, kok. Nggak perlu panggilkan dokter. Oke?” “Kamu yakin nggak papa
Baca selengkapnya

POV Sandi 1. Nama yang sama

Aku masih tak percaya bahwa Ibu memaksaku untuk pergi ke pulau seberang untuk menemui seorang wanita yang tengah koma setelah mengalami KDRT oleh suami dan mertuanya. “Wanita itu adalah anak dari sahabat ayah kamu, Bang. Dulu sebelum meninggal, Pak Ruslan dan Ayah kamu sudah menjodohkan kalian—” “Tapi, kan, kejadiannya udah lima belas tahun yang lalu. Aku udah dewasa, Bu, bisa cari jodoh sendiri,” tolakku dengan halus. Aku adalah tulang punggung keluarga sejak usia delapan belas tahun. Tepatnya setelah kelulusan SMA. Aku yang memiliki dua orang adik tak mungkin melanjutkan pendidikanku ke jenjang perkuliahan dan membiarkan Ibu bekerja seorang diri, tapi memang rezeki yang tak kemana, Allah memberikan aku jalan. Seorang pria yang berasal dari pulau seberang memberikanku modal yang cukup besar untuk memulai usaha. Alhamdulillah, usaha toko kelontong yang aku bangun berkembang pesat dalam jangka waktu beberapa bulan saja. Hingga akhirnya keinginanku untuk kuliah yang dulu hanya di an
Baca selengkapnya

Awal Perkenalan

Saat ini, aku sudah berada di bandara. Penerbanganku masih sekitar tiga puluh menit lagi. Terlihat raut wajah ibu yang begitu bahagia duduk di sebelahku. “Nak, sampaikan salam Ibu pada Adriana dan kedua orang tuanya. Jangan lupa berikan ini padanya.” Wanita surgaku itu menyerahkan sebuah kotak. Aku yakin pasti isinya adalah gelang yang dibuatnya tadi malam. Aku menerima kotak itu dan memasukkannya ke dalam tas punggungku. “Kamu hati-hati, ya. Jangan lupa salat, jangan telat makan, jangan juga lupa kabarin ibu.” “Bu, doain Sandi, ya.” “Doa ibu selalu ada untukmu, Nak.” “Diberitahukan kepada seluruh penumpang dengan tujuan Pekanbaru, pesawat akan lepas landas dalam waktu sepuluh menit lagi. Diharapkan untuk seluruh penumpang segera menuju ke pesawat.” Itu pesawat yang akan aku naiki. “Bu, Sandi berangkat dulu, ya.” Ku cium tangan ibu dengan takzim. “Hati-hati, ya, Nak,” ucap Ibu mengusap kepalaku. Aku mengangguk menanggapi ucapan ibuAku menoleh pada Silvia, mengulurkan tangan pa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status