Share

Pria bernama Jafar

Author: Rarha Ira
last update Last Updated: 2025-02-18 11:42:36

Ancaman yang Semakin Nyata

Aku duduk di kursi dengan tangan gemetar, mencoba menekan rasa panik yang mulai menguasai pikiran. Ponselku tetap tak berdering, tak ada jawaban dari keluargaku maupun keluarga Bang Sandi. Aku menatap pria itu dengan wajah penuh kecemasan.

“Kita harus segera periksa keadaan mereka,” ujarku.

Bang Sandi mengangguk. “Kita pisah. Aku dan Adriana ke rumah paman demi memeriksa ibu dan kedua adikku, sementara Iqbal menghubungi kontaknya di kepolisian. Kalau memang ada sesuatu yang mencurigakan, kita butuh bantuan.”

Aku langsung berdiri, tapi Bang Sandi menahanku, menatapku dalam-dalam. “Abang janji, Abang nggak akan biarin siapa pun menyentuh kamu atau keluarga kita.”

Aku mengangguk pelan, meski ketakutan masih menggerogoti dadaku.

---

Kami bergegas meninggalkan motel dan mengendarai mobil ke rumah paman. Jalanan malam terasa lebih mencekam dari biasanya. Setiap kendaraan yang melintas membuatku waspada.

“Apa menurut Abang mereka akan menyerang langsung?” tanyaku,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Malam Yang Mencekam

    Aku menghela napas lega setelah mendengar penjelasan ibu mertua. Setidaknya, Silvi dan Sundari tidak berada di sini saat orang-orang itu datang. Tapi ini berarti mereka masih dalam bahaya—mereka bisa saja menjadi target berikutnya.Bang Sandi sepertinya berpikir hal yang sama. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencoba menelepon Silvi. Aku melihat rahangnya mengeras saat panggilannya masuk ke kotak suara."Kenapa nggak diangkat?" tanyaku cemas."Entahlah, mungkin dia masih di pesta," jawab Bang Sandi, tapi nada suaranya penuh kekhawatiran.Aku tidak bisa menunggu lebih lama. Aku langsung berdiri. "Kita harus jemput mereka sekarang.""Aku ikut," kata Ibu dengan suara penuh ketegasan.Aku menggeleng. "Bu, di rumah ini masih belum aman. Kalau ibu ikut, kita malah berisiko lebih besar. Lebih baik ibu dan paman tetap di sini, pastikan pintu terkunci dan jangan buka untuk siapa pun."Ibu terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk setuju.Bang Sandi menggenggam tanganku erat. "Ayo, kit

    Last Updated : 2025-02-18
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 1

    Prang! Suara menggelegar terdengar ketika aku sedang menyendokkan nasi ke dalam piring. "Udah berapa tahun kamu belajar masak, Adriana?" Aku yang rasanya sudah muak memilih diam tak berniat membalas ataupun menjawab ucapan pria itu. Kembali duduk dan menikmati makanan yang sudah tersedia di atas meja makan. "Bertahun-tahun kerjaan cuma jadi tukang masak, tetap saja nggak becus!" Lagi-lagi cacian yang harus kuterima setiap kali ia ada di rumah. 'Aku benci sama kamu, Mas! Kenapa, sih, cepat sekali kamu kembali ke rumah?' bisik hatiku dalam diam. "Udah nggak bisa ngasih aku keturunan, nggak bisa ngatur uang belanja, masak pun nggak pernah bener!" Mendengar kata-kata tajamnya yang selalu menyalahkanku perihal anak, membuatku naik pitam. Aku berhenti mengunyah makanan yang ada di dalam mulut dan menelannya dengan susah payah. Meletakkan sendok ke atas piring dengan kasar dan memandang wajah pria yang sudah membersamaiku sejak tiga tahun yang lalu itu dengan berani tanpa pe

    Last Updated : 2024-10-04
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 2

    "Adriana!" panggil seseorang dari arah belakang. Suaranya seperti wanita, tapi ... siapa? Aku menoleh demi melihat siapa orang itu. 'Oh, dia. Pasti Mas Denny mengadu padanya ketika aku pergi tadi,' bisikku dalam hati. Tanpa memperdulikan wanita itu, aku kembali melanjutkan melipat mukena yang tadi aku pakai untuk salat. Setelah selesai, kuletakkan kembali pada tempat semula. "Heh, mantu kurang ajar! Berani-beraninya kamu menghina anakku! Apa maksudnya kamu bilang kalau kamu memberi makan orang satu rumah?!" Aku tak mempedulikan ocehan wanita yang berstatus sebagai ibu mertuaku dan berjalan keluar meninggalkan tempat ibadah itu. "Heh, wanita mandul!" Kakiku berhenti tepat di langkah ke lima. Aku yakin wanita itu masih berada di pelataran masjid ketika mengucapkan kata-kata keji itu. Terdengar langkah kakinya mendekat ke arahku. "Apa? Mau ngelak? Memang begitu, kan, kenyataannya?" "Maaf, ya, Ibu Mertua yang terhormat. Saya tidak mandul! Anda ingat, saya pernah memeri

    Last Updated : 2024-10-04
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 3

    3"Baiklah, permisi!" Aku yang telah selesai memasukkan kembali pakaianku ke dalam koper, mulai melangkah menuju pintu. Belum sempat menyentuh gagang pintu, tiba-tiba Mas Denny menarikku dengan kuat. Akibatnya, aku yang terhuyung harus merasakan perih di sekitar tulang pelipis. Samar-samar mendengar seseorang memanggil namaku, tapi aku tak bisa mengenali suara itu hingga akhirnya semuanya gelap dan aku tak bisa mendengar ataupun melihat apapun lagi. "Adriana, bangun, Nak! Apa kamu tidak lelah tertidur selama ini? Apa kamu tidak ingin bangun dan menikmati keindahan senja lagi?" "Siapa itu? Apa maksud dari ucapanmu?" teriakku pada orang itu. "Di mana aku? Ini ada di mana?" tanyaku ketika menyadari bahwa saat ini berada di tempat asing. "Bangunlah, Nak! Jika kamu bangun, maka Ibu akan membawamu pulang bersama kami. Kamu nggak akan terkena tekanan batin lagi tinggal bersama mereka. Ayo lah, Nak, bangun!" Lagi-lagi aku mendengar suara itu. Tunggu-tunggu, sepertinya aku tak asing deng

    Last Updated : 2024-10-04
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 4

    "Bu, sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku. Tak tahan lagi jika harus menunggu kembali ke rumah hanya untuk mendapatkan penjelasan tentang keadaanku. "Nak, sebenarnya kenapa kamu bisa ada di rumah sakit ini, semua karena suami dan mertua toxic kamu itu. Awalnya mereka tak mau mengakui perihal kecelakaan yang menimpa kamu, tapi keraguan menyelimuti hati kami. Hingga akhirnya Bapak turun tangan menyelidiki semuanya," jelas Ibu. Kekecewaan tergambar jelas di wajahnya yang cantik. "Kecelakaan? Tapi bagaimana bisa, Bu? Seingatku kemarin pas mau buka pintu, Mas Denny melarang, tapi setelah itu aku nggak tau lagi apa yang terjadi hingga saat ini." "Iya, Nak. Denny narik tangan kamu kuat sampai kepalamu terbentur sudut meja. Gara-gara kecelakaan itu, kamu harus menjalani operasi di bagian kepala dan akhirnya terbaring di rumah sakit ini sejak satu Minggu yang lalu," jedanya, "dan setelah di selidiki, ternyata awalnya mereka tak mau membawa kamu ke rumah sakit. Mereka sengaja merahasiaka

    Last Updated : 2024-10-04
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 5

    "Siapa orang yang Ibu katakan ingin bertemu denganku?" tanyaku penasaran. "Seseorang yang sangat dipercayai Bapak mampu membahagiakan kamu." Orang kepercayaan Bapak? Yang mampu membahagiakan aku? Apa maksud Ibu sebenarnya? "Apa maksud Ibu?" "Mksud Ibu—" Tok tok tok. Tiba-tiba pintu diketuk sebelum sempat Ibu menjelaskan. "Sebentar, ya, Sayang, Ibu bukain pintu dulu. Siapa tahu orang itu sudah datang." Wanita yang paling aku sayangi itu melangkah menjauhiku menuju ke arah pintu dengan senyum yang begitu mengembang. "Assalamualaikum," ucap seorang pria yang ada di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Ibu menyambut uluran tangannya. Pria itu menyalami tangan Ibu dengan takzim. "Waalaikumsalam," jawabku dengan lirih. Mereka masuk setelah sedikit berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. "Di, kenalin, ini Sandi. Dosen di salah satu universitas terkenal di Sulawesi Barat. Sandi ini termasuk dosen kebanggan universitas karena pr

    Last Updated : 2024-10-04
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 6

    Dering ponsel menyadarkanku dari tidur siang ini. Aku berusaha untuk kembali melanjutkan mimpi indah itu tanpa peduli siapa yang menghubungi. Namun, benda pipih itu kembali berdering sebelum sempat aku kembali ke alam bawah sadar. "Siapa, sih, telepon siang bolong begini?" tanyaku dengan suara khas orang yang baru bangun tidur. "Bangun, Dek! Kamu nggak rindu, kah, sama Abang?" Mendengar suara itu, mataku langsung terbuka dengan lebar. Rasa kantuk pun seakan menguap begitu saja. "Bang Renal? Ini beneran Abang?" tanyaku tak percaya. "Kebiasaan, deh, kalau jawab panggilan nggak di cek dulu," protes pria itu. "Ngantuk, Abang. Jadi nggak fokus buat ngecek panggilan. Mana lagi mimpi indah banget lagi tadi itu." "Jadi, Abang ganggu, nih? Yaudah, Abang matiin aja kalau gitu." Terdengar dari ucapannya bahwa pria itu sangat menyesal. "Eh, jangan, dong! Udah dari kemarin tauk aku nungguin telepon dari Abang." Kubuat suaraku semanja mungkin. Aku tahu, aku juga sadar, bahwa ini semua salah

    Last Updated : 2024-10-04
  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 7, Apa maksudnya?

    Aku sedikit terkejut setelah mengetahui siapa yang masuk. Ternyata dia ….“Assalamualaikum,” ucapnya setelah masuk. “Waalaikumsalam,” jawabku tak acuh. Bagaimana dia bisa masuk? Bukankah Bapak dan Ibu sudah melarangnya untuk datang? Lantas, kemana mereka pergi? “Bagaimana keadaan kamu, Sayang?” tanya pria itu berjalan ke arahku. “Baik,” jawabku cuek. “Di, maafin Mas, ya! Sekarang Mas sadar, nggak seharusnya bersikap seperti itu sama kamu, aku nyesel, Di. Maafin Mas, ya!” Pria itu menggenggam tanganku erat sekali. Entahlah, rasanya kepercayaanku padanya kini telah musnah. Ceklek. Terdengar seseorang membuka pintu yang tadi sempat ditutup oleh Mas Denny, tapi pria itu langsung memalingkan wajahnya dan berniat menutup pintu itu kembali. “Bang Sandi, tunggu!” cegahku padanya. Pria itu berbalik menghadap ke arah kami setelah mendengar panggilanku. “Iya, Dik. Ada apa?” tanyanya ramah. “Abang bisa tolong kesini sebentar?” Tanpa diminta dua kali, pria itu langsung datang dan menuju k

    Last Updated : 2024-10-16

Latest chapter

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Malam Yang Mencekam

    Aku menghela napas lega setelah mendengar penjelasan ibu mertua. Setidaknya, Silvi dan Sundari tidak berada di sini saat orang-orang itu datang. Tapi ini berarti mereka masih dalam bahaya—mereka bisa saja menjadi target berikutnya.Bang Sandi sepertinya berpikir hal yang sama. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencoba menelepon Silvi. Aku melihat rahangnya mengeras saat panggilannya masuk ke kotak suara."Kenapa nggak diangkat?" tanyaku cemas."Entahlah, mungkin dia masih di pesta," jawab Bang Sandi, tapi nada suaranya penuh kekhawatiran.Aku tidak bisa menunggu lebih lama. Aku langsung berdiri. "Kita harus jemput mereka sekarang.""Aku ikut," kata Ibu dengan suara penuh ketegasan.Aku menggeleng. "Bu, di rumah ini masih belum aman. Kalau ibu ikut, kita malah berisiko lebih besar. Lebih baik ibu dan paman tetap di sini, pastikan pintu terkunci dan jangan buka untuk siapa pun."Ibu terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk setuju.Bang Sandi menggenggam tanganku erat. "Ayo, kit

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pria bernama Jafar

    Ancaman yang Semakin NyataAku duduk di kursi dengan tangan gemetar, mencoba menekan rasa panik yang mulai menguasai pikiran. Ponselku tetap tak berdering, tak ada jawaban dari keluargaku maupun keluarga Bang Sandi. Aku menatap pria itu dengan wajah penuh kecemasan.“Kita harus segera periksa keadaan mereka,” ujarku.Bang Sandi mengangguk. “Kita pisah. Aku dan Adriana ke rumah paman demi memeriksa ibu dan kedua adikku, sementara Iqbal menghubungi kontaknya di kepolisian. Kalau memang ada sesuatu yang mencurigakan, kita butuh bantuan.”Aku langsung berdiri, tapi Bang Sandi menahanku, menatapku dalam-dalam. “Abang janji, Abang nggak akan biarin siapa pun menyentuh kamu atau keluarga kita.”Aku mengangguk pelan, meski ketakutan masih menggerogoti dadaku.---Kami bergegas meninggalkan motel dan mengendarai mobil ke rumah paman. Jalanan malam terasa lebih mencekam dari biasanya. Setiap kendaraan yang melintas membuatku waspada.“Apa menurut Abang mereka akan menyerang langsung?” tanyaku,

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Mulai terungkap

    Kami semua saling pandang. Wajah Iqbal masih pucat setelah menerima panggilan tadi.“Kita harus pergi dari sini sekarang,” kata Bang Sandi tegas.Iqbal langsung menyalakan mesin mobil dan kami meluncur keluar dari parkiran dengan kecepatan yang tidak mencolok, tapi cukup cepat untuk meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Aku melirik kaca spion, memastikan tidak ada yang mengikuti kami.“Kalian pikir siapa yang menelepon tadi?” tanyaku pelan.Iqbal mengepalkan tangan di atas setir. “Jelas seseorang yang tahu apa yang kita lakukan.”“Apa mungkin Arman?” tanya Bang Sandi.Iqbal menggeleng. “Kalau dia, pasti dia sudah langsung mengancam atau menyuruh orangnya mengejar kita. Ini terasa berbeda. Suaranya lebih tenang, seperti seseorang yang punya kendali penuh.”Aku menggigit bibir, mencoba mencerna semuanya. “Lalu siapa?”Belum ada yang bisa menjawab. Kami melaju dalam keheningan, masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri.---Kami akhirnya berhenti di sebuah motel kecil di pinggiran kot

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Masalah Baru Lagi

    ---Malam itu, kami berkumpul di ruang tengah rumah Iqbal, mengatur rencana untuk masuk ke apartemen Melisa. Sebelum Arman atau siapa pun yang berkepentingan dengan dokumen itu bertindak lebih jauh, kami harus bergerak cepat. Iqbal mengetik sesuatu di laptopnya sementara aku dan Bang Sandi duduk di sofa, memerhatikan.“Jadi, apartemennya ada di lantai 5, dan berdasarkan data yang aku dapat, dia tinggal sendirian sebelum menikah,” kata Iqbal tanpa mengalihkan pandangan dari layar.“Keamanan di sana seperti apa?” tanya Bang Sandi.Iqbal menyeringai kecil. “Standar. Ada petugas di lobi dan kamera di beberapa sudut, tapi aku sudah mengatur sesuatu untuk memutus kamera selama 15 menit. Itu waktu yang kita punya.”Aku menatap Iqbal dengan khawatir. “Kalau ketahuan, bagaimana?”Iqbal menoleh padaku. “Makanya kita harus hati-hati. Aku nggak bilang ini aman, tapi kita nggak punya banyak pilihan.”Bang Sandi menghela napas, lalu menatapku. “Kamu nggak harus ikut, Sayang.”“Aku ikut,” jawabku te

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    mulai terkuaknya sebuah misteri

    ---Malam itu, kami berkumpul di ruang tengah. Iqbal masih sibuk dengan laptopnya, sementara aku dan Bang Sandi duduk saling berhadapan. Setelah pertemuan dengan Arman di taman, suasana di rumah kami berubah. Ada keheningan yang menggantung, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.“Aku nggak yakin apa yang Arman inginkan benar-benar cuma soal balas dendam,” kata Iqbal tiba-tiba, memecah keheningan.Bang Sandi menatapnya. “Maksudmu?”Iqbal menatap layar laptopnya sebelum menjawab, “Aku memeriksa lagi akun media sosialnya, dan ada sesuatu yang aneh. Arman sering menulis tentang keadilan, tapi di antara semua itu, dia juga menyebutkan sesuatu tentang dokumen penting.”“Dokumen?” tanyaku, bingung.Iqbal mengangguk. “Aku belum tahu dokumen apa yang dia maksud, tapi kelihatannya itu ada hubungannya dengan Melisa, orang yang dia sebutkan tadi.”Bang Sandi menghela napas panjang. “Jadi dia bukan cuma marah. Dia mencari sesuatu.”“Aku pikir begitu,” kata Iqbal. “Kita mungkin bisa mulai da

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Kembali Menemui Arman

    --- Pagi itu, setelah kejadian di jalan besar, kami kembali ke rumah dengan hati penuh kecemasan. Arman sudah pergi, tapi ancamannya masih menggema di pikiranku. Rasanya seperti bayangan gelap yang selalu mengikuti kami. Iqbal mengunci pintu dengan lebih ketat, memastikan semua jendela tertutup rapat. Sementara itu, Bang Sandi membantuku duduk di sofa. Dia berlutut di hadapanku, menggenggam kedua tanganku erat. “Sayang, kamu nggak apa-apa?” tanyanya lembut, matanya memancarkan kekhawatiran yang tulus. Aku mengangguk perlahan, meskipun dada ini terasa sesak. “Aku cuma takut, Bang. Dia benar-benar serius dengan ancamannya.” Bang Sandi mengusap tanganku dengan penuh kasih. “Abang nggak akan biarin dia menyakiti kamu, Sayang. Ini janji Abang.” Ucapan itu seharusnya membuatku tenang, tapi aku tahu situasi ini lebih rumit dari yang bisa kami kendalikan. Arman bukan hanya seseorang yang mar

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pria Berjaket Hitam

    --- Bang Sandi memelukku erat setelah Iqbal melontarkan pernyataan itu. Aku merasakan detak jantungnya yang cepat, namun tangannya tetap kokoh menggenggam pundakku. Seolah ingin memastikan aku tetap aman di sisinya. “Sayang, tenang. Abang di sini. Apa pun yang terjadi, nggak akan ada yang menyentuh kamu,” katanya, suaranya penuh ketegasan. Aku mengangguk meski tubuhku gemetar. Kehangatan pelukannya menjadi satu-satunya hal yang membuatku merasa sedikit lebih tenang di tengah ketakutan yang semakin nyata. “Iqbal, apa kita bisa memastikan dia nggak bisa melacak kita lagi?” tanya Bang Sandi sambil menoleh ke arah Iqbal. Iqbal sibuk mengetik di laptopnya, wajahnya serius. “Aku sudah memutus koneksi dia sementara ini, tapi ini hanya solusi sementara. Kalau dia benar-benar ada di sekitar sini, kita harus lebih waspada.” Aku menghela napas panjang,

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Petunjuk Baru

    ---Setelah percakapan dengan Satrio berakhir, ruang tamu menjadi hening. Aku menatap Bang Sandi dan Iqbal bergantian, mencoba mencerna apa yang baru saja kami dengar. Perempuan misterius yang mendatangi Satrio … siapa dia? Dan, kenapa dia begitu tertarik pada Bang Sandi?“Apa kamu ingat perempuan lain yang mungkin terlibat dalam kejadian itu, Bang?” tanyaku dengan suara bergetar.Bang Sandi menggeleng pelan. “Setahu Abang, waktu itu cuma Satrio yang terlibat langsung. Nggak ada keluarga korban lain yang datang ke rumah sakit atau tempat kejadian.”“Tapi kalau perempuan itu benar-benar ada,” sela Iqbal sambil mengetik sesuatu di laptopnya, “mungkin dia punya hubungan dengan tempat kejadian kecelakaan. Bisa jadi dia pernah kehilangan seseorang di lokasi itu.”Aku mengangguk, meski pikiranku masih terasa kusut. “Kalau begitu, kita harus cari tahu lebih banyak tentang lokasi kecelakaan itu. Mungkin ada laporan atau artikel lama yang menyebut

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    perempuan misterius

    Bang Sandi dan Iqbal yang sedang fokus ikut terkejut dan memandangku dengan tatapan penuh rasa keingintahuan. Aku meraih ponsel yang tergeletak di atas meja dengan segera memeriksa sang penelepon. Di layar ponsel, terlihat nama Aldo yang muncul. Aku pun menjawab panggilan itu dengan penuh semangat. Belum sempat aku mengucapkan salam, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang terasa asing di telingaku. "Luka fisik bisa diobati, luka hati sulit mendapatkan penawar." Suara itu ... Itu bukan suara Aldo! Bang Sandi yang melihatku mendadak lemah langsung berlari dan memeluk tubuhku. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Bang Sandi menepuk pelan pipi kiriku. Aku menggenggam erat ponselku dengan tangan gemetar, dan pandanganku mulai kabur. Suara itu masih terngiang-ngiang di telingaku. "Luka fisik bisa diobati, luka hati sulit mendapatkan penawar." Apa maksudnya? "Sayang, apa yang dia bilang?" desak Bang Sandi, matanya penuh kekhawatiran. Aku mencoba berbicara, tapi suaraku te

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status