Terluka karena pengkhianatan sang tunangan, Lily melampiaskannya dengan menenggak tiga gelas cocktail hingga mabuk. Saat tersadar, Lily mendapati dirinya berada di kamar bersama seorang pria asing bernama Arsen. Kesal karena Arsen malah menganggapnya pelacur, Lily melayangkan tamparan ke pipi pria itu. Nahasnya dua hari kemudian dia malah bertemu lagi dengan Arsen di sebuah pesta. Pria itu ternyata memiliki hubungan dekat dengan tunangan yang sudah membuat hati Lily hancur. Lily semakin dibuat tak percaya saat Arsen tiba-tiba saja malah menawarkan sebuah pernikahan kontrak padanya. “Pernikahan kontrak? Kenapa kamu tiba-tiba menawarkan pernikahan?” tanya Lily. “Kalau bukan menikah denganku, pria yang pertama kali tidur denganmu, siapa yang akan menerimamu menjadi istri?” balas Arsen dingin.
View MoreHari berikutnya Lily sudah bangun, tapi malas membuka mata. Dia masih betah memeluk Arsen di atas ranjang, merasakan betapa nyamannya kulit mereka saat bersentuhan. Lily tersenyum, merasa senang karena kejadian malam tadi yang dilewatinya bersama Arsen bukanlah mimpi. Dia bahagia, meskipun merasa pegal dan perih di beberapa bagian tubuhnya. Lily semakin mencurukkan kepala saat Arsen menariknya lebih dalam ke pelukan. Dia ingin berlama-lama seperti ini, tapi sadar tetap harus pergi bekerja. "Sudah pagi, tidak mandi?" Suara Arsen yang serak dan lengket terdengar begitu seksi di telinga Lily. Dia tersenyum menyadari kalau pria seksi itu adalah miliknya. "Aku boleh terlambat 'kan Pak CEO? Aku masih ingin bersamamu," kata Lily, memeluk erat Arsen dan masih enggan membuka mata. "Terserah! Tidak ada yang akan memarahimu." Arsen membalas setelah itu mendaratkan kecupan lembut di puncak kepala Lily. Lily berbunga-bunga, berpikir setidaknya masih bisa bermalas-malasan se
Arsen mengerutkan kening, menahan tubuhnya dan menatap curiga pada Lily. "Tunggu! Kamu minum alkohol?" Arsen melihat Lily kaget mendengar pertanyaannya. Dia memegang tangan Lily karena Lily baru saja memukul dadanya. "Sembarangan! Apa kamu mencium bau alkohol dari mulutku?" Amuk Lily dengan bibir cemberut. Arsen tersenyum lantas menahan tangan Lily di sisi kepala wanita itu. "Aku harus memastikan kamu menginginkannya dengan kesadaran penuh." Arsen memandang mata Lily, tatapan mereka saling mengunci. "Aku sadar, aku menginginkanmu," balas Lily. Lily merasakan cekalan tangan Arsen melonggar bersamaan dengan pria itu yang kembali menyatukan bibir mereka. Arsen menjauhkan wajah, menatap begitu dalam pada Lily, dari mata indah sampai bibir ranum gadis itu tak luput dari sapuan pandangannya. “Aku tidak akan mundur, jadi kamu jangan menyesal,” ucap Arsen. Lily menggeleng pelan dengan senyum manis di wajahnya. “Aku tidak akan menyesal.” Mendapat sinyal untuk terus maju dari
Lily penasaran. Benarkah apa yang dikatakan bundanya kalau pria akan luluh dengan mudah di atas ranjang? Lily membawa pulang ke mansion Arsen semua baju tidur dan lingerie yang tadi mereka beli. Lily menyimpannya rapi ke dalam lemari, lalu memakai satu baju tidur yang bundanya bilang sangat cocok untuknya tadi. Dia mematut diri di depan cermin menunggu Arsen pulang. "Aku tidak bisa membiarkan Sonia menang, apalagi karena masalah internal rumah tangga seperti ini," ucap Lily. "Kalau memang jalan lurus susah ditempuh, aku akan menggunakan jalan orang dalam." Lily mengerjap, kemudian menggeleng untuk menyadarkan diri. "Tidak! Intinya malam ini aku harus mendapatkan hatinya." Lily melihat kembali model baju tidur yang dia pakai dari pantulan cermin. Lily yang begitu polos, manis dan tidak tahu apa-apa tentang hal berbau dua puluh satu tiba-tiba harus merayu pria. "Tenang! Pokoknya aku harus membuat Arsen luluh," ucap Lily lagi. Dia lantas menyemprotkan parfum mahal ya
Lily Pergi ke rumah orang tuanya. Setibanya di kediaman Adhitama, Lily langsung masuk rumah mencari keberadaan Risha. Dia bahkan terburu-buru menghampiri saaat menemukan Risha duduk di ruang keluarga. “Bunda.” Lily memanggil manja. Risha langsung berdiri saat melihat Lily datang. Dia sangat senang Lily berkunjung ke rumah. Belum juga Risha menyapa, dia terkejut karena Lily tiba-tiba memeluk sambil menangis. “Sayang, ada apa?” tanya Risha terkejut sambil mengusap punggung Lily. “Kenapa datang-datang malah nangis begini?” Lily tak menjawab, dia masih menangis sambil mempererat pelukannya pada Risha. “Ada apa, hmmm? Coba cerita ke bunda,” kata Risha lagi. Belum juga Lily menjawab, Risha sudah lebih dulu mendengar suara perut Lily yang berbunyi dengan keras. “Apa kamu belum makan?” tanya Risha. Lily berhenti menangis lalu melepas pelukan. Dia menatap sang bunda sambil mengangguk, tetapi di detik berikutnya Lily kembali menangis. “Ayo, makan dulu. Nangisnya dilanjut lag
Lily tertegun begitu juga semua orang. Ruangan itu seketika hening. Sonia yang memperhatikan Lily sejak tadi terlihat mengerutkan kening. 'Kenapa Pak Arsen menyudutkan Lily? Apa mereka sedang bersandiwara? Jelas Bryan bilang mereka mungkin punya hubungan spesial' Sonia menggeleng pelan setelah bergelut dengan pikirannya sendiri mendengar Lily bicara. "Menurut saya memanfaatkan bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan cara promosi ini, karena ini memang berdasarkan fakta yang sedang terjadi di tengah masyarakat kita. Mereka cenderung mengikuti apa yang selebgram populer yang mereka ikuti lakukan," jawab Lily. Semua orang terkejut karena Lily berani menjawab Arsen dengan sedikit menaikkan nada bicara. Sonia bahkan heran dari mana Lily memiliki keberanian seperti ini. Kecuali memang memiliki hubungan dengan Arsen. Sonia masih mengamati, ingin melihat sejauh mana dugaan Bryan benar. "Hampir semua perusahaan menggunakan selebriti media sosial sebagai BA dan laba peru
Lily bingung harus menjawab apa, sedangkan dia tidak tahu apa maksud Thomas. Lily masih mencoba mencerna apa yang terjadi saat Thomas semakin mendekat ke arahnya. Lily merasa terancam dan melangkah mundur untuk mengantisipasi. “Aku mohon selamatkan aku,” pinta Thomas memelas. Tiba-tiba Lily tersenyum penuh arti, dia menyadari jika Thomas pasti sedang terkena marah Arsen sampai bersikap begini. “Selamatkan dari apa?” tanya Lily pada akhirnya. Thomas mengembuskan napas pelan, lalu menceritakan tentang mobil yang sudah dia pesan dan seharusnya Arsen bayar. “Baiklah aku akan membantumu,” ucap Lily, “tapi jika berhasil, kamu berhutang satu permintaan dariku,” imbuh Lily seraya menaik-turunkan kedua alis. “Baik,” balas Thomas tanpa berpikir. “Oke, deal.” Lily dan Thomas sepakat. Thomas langsung meraih untuk menjabat tangan Lily, setelah sadar dia melepaskan tangan wanita itu dan minta maaf. ”Apa kamu sudah menyelesaikan tugasmu?” tanya Thomas kemudian. Kedua alis Lily b
Lily menunggu dengan penasaran lantas tertawa mendengar jawaban wanita itu. "Pemiliknya terkenal kejam." Lily menunduk menyembunyikan senyum, dia tak ingin wanita itu curiga padanya. "Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu, lanjutkan pekerjaanmu, aku doakan semoga semuanya lancar." Lily berdiri saat wanita itu juga berdiri. Dia tersenyum dan membalas lambaian tangan wanita itu. "Dia memang kejam, bahkan denganku masih saja kejam," gumam Lily. Dia menggeleng pelan kemudian duduk lagi. Lily kembali menyusun materi untuk presentasinya. Dia bahkan mematikan ponselnya agar bisa lebih fokus. ** Di ruang kerja Arsen Arsen menatap ponselnya yang tergelatak di meja. Dia mendengar ketukan dan suara Thomas tapi memilih mengabaikan. Arsen meraih lalu membalik ponselnya agar tak melihat layar. Dia menyandarkan punggung sedikit kasar kemudian memutar kursinya menghadap jendela. Arsen menumpukan siku ke lengan kursi kerjanya lantas memijat kening. Benarkah dia kesal hanya karena Lily
Lily melihat Sonia mengepalkan tangan di sisi badan dan penuh percaya diri berkata," Aku akan mendapatkan posisi direktur pemasaran dan akan aku pastikan kamu ditendang dari ARS." Lily tertawa menghina lalu pergi meninggalkan Sonia. Sonia yang kesal ingin berteriak memaki Lily, tapi sadar banyak karyawan ARS yang berlalu lalang di lobi. Lily berjalan menuju lift, dia menyapa ramah karyawan lain yang mengantri. Namun, keramahan Lily tidak disambut baik. Dengan ekor matanya Lily melihat beberapa di antara mereka saling berbisik, tapi dia memilih untuk mengabaikan. Lily masuk ke lift, menekan lantai di mana para karyawan yang lolos tes tertulis dan wawancara akan mendapat pembekalan selanjutnya di aula. Sesampainya di sana Lily langsung duduk di salah satu kursi. Suasana masih sepi hingga Lily memilih membuka ponsel untuk mengecek adakah pesan masuk untuknya. Lily berdecak kesal saat mendapati tidak ada pesan dari Arsen. "Dia itu memang pria dingin, sebenarnya dia men
Pagi itu tanpa sarapan, Lily pamit berangkat lebih dulu ke kantor. Arsen yang melihat Lily terburu-buru hanya mengerutkan kening. Dia bahkan tidak membalas ucapan Lily karena istrinya itu sudah keluar kamar. Arsen masuk ke ruang ganti untuk berganti baju, dia masih berdiri di depan cermin ruang ganti dengan handuk yang melilit pinggang saat tiba-tiba saja melihat Lily masuk. "Astaga!" Lily kaget dan langsung membalikkan badannya memunggungi Arsen. "Untuk apa kembali?" tanya Arsen dingin. Dia mengambil baju ganti dari lemari kemudian mulai memakainya satu persatu. "Aku... aku...." Lily gugup. "Aku belum mendengar kamu membalas saat aku pamit tadi." "Itu penting?" Nada bicara Arsen masih tetap dingin. Lily menoleh sedikit memastikan Arsen sudah mengenakan celana dan kemeja. Lily merasa Arsen bersikap dingin lagi padanya sejak Dini menelepon kemarin lusa. "Iya, aku belajar dari Bunda kalau istri harus meminta izin suami saat keluar rumah," balas Lily. "Suami?" Arsen
“Apa yang terjadi?!”Lily terbangun dengan jantung berdetak liar. Napasnya memburu saat matanya menyapu ruangan asing yang disinari cahaya matahari. Kepala masih berdenyut hebat akibat alkohol semalam, tetapi yang membuat tubuhnya benar-benar membeku adalah rasa sakit yang menusuk di bawah sana.Dengan tangan gemetar, Lily meraih selimut yang melilit tubuhnya, perlahan-lahan menyingkapnya untuk memastikan sesuatu.Dia tidak mengenakan apa pun.“Tidak mungkin…”Cepat-cepat, Lily menatap sekeliling dan seketika dia pun membeku.Dia mendapati bajunya berserakan di lantai, dan sepasang sepatu pria yang tergeletak rapi di dekat meja kopi adalah bukti bahwa dia tidak sendiri tadi malam!Ketakutan menyergapnya seketika. Lily buru-buru memegangi kepalanya, mencoba mengingat bagaimana semua ini bisa terjadi.Semalam, Lily menyaksikan calon suaminya, Bryan, berbagi ciuman panas dengan wanita lain di apartemen miliknya sendiri. Dan lebih parahnya lagi, wanita itu adalah Sonia, gadis yang dulu pal...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments