Setelah kejadian malam itu Lily memilih mengabaikan semua panggilan dan pesan yang Bryan kirimkan. Lily mengurung diri di kamar, menjadikan sakit sebagai alasan baginya untuk tidak pergi bekerja.
Hingga dua hari kemudian, Lily mau tak mau harus bertemu dengan Bryan. Orang tua pria itu mengundang keluarganya ke pesta ulang tahun pernikahan.
“Apa perlu kita pergi ke dokter?”
Lily menoleh pada Risha, berharap wanita itu tidak sadar kalau sebenarnya dia malas menghadiri pesta orang tua Bryan.
“Aku baik-baik saja, Bunda tidak perlu cemas,” jawab Lily sambil mengalihkan pandangan ke kaca spion tengah mobil untuk menatap Adhitama, papanya.
Lily merasa ada yang salah. Mungkinkah papanya tahu apa yang sudah dia perbuat, sehingga mengabaikannya dua hari ini?
Lily menghela napas lantas membuang muka ke arah jendela mobil. Dia tak lagi banyak bicara di sisa perjalanan menuju kediaman orang tua Bryan.
Setibanya di sana, Lily mendapati Bryan sudah menanti mereka. Lily menatap malas Bryan yang tampak tersenyum padanya, Adhitama dan Risha, seolah tak memiliki dosa. Lily merasa mual melihat kepura-puraan Bryan.
Lily hanya diam melihat Bryan mempersilakan kedua orang tuanya. Dia memilih berjalan di belakang sang papa, tetapi siapa sangka Bryan mencekal lengannya, membuat Lily menghentikan langkah.
“Apa lagi maumu?” Lily melepas paksa tangan Bryan yang mencengkramnya kuat.
Tatapan Lily datar saat Bryan menghilangkan senyum setelah kedua orang tuanya berjalan agak jauh.
“Kenapa tidak menjawab panggilan dan membalas pesanku?” Bryan bertanya sambil memperhatikan sekitar.
Lily memandang kesal pria di hadapannya. Sampai tiga hari yang lalu, ia masih mencintai pria ini, namun sekarang memandang wajahnya saja Lily tak sudi.
“Apa perlu aku jelaskan?” ketus Lily. Dia melihat Bryan tiba-tiba gelisah.
“Lebih baik kamu tidak usah membahas kejadian tempo hari pada orang tuaku atau orang tuamu.” Bryan bicara penuh penekanan.
Lily melirik tajam. Dia tak membalas lagi perkataan Bryan dan memilih mengabaikan.
Baru Lily hendak melangkah, tetapi Bryan mencekal tangannya lagi. Dia melihat jelas katakutan dari tatapan dan tingkah Bryan.
Di saat bersamaan, Arya—ayah Bryan mundekat ke arah mereka berdiri.
“Kenapa kalian masih di sini?” tanya pria itu.
“Iya, Pa. Kami baru mau bergabung,” balas Bryan lalu melirik Lily yang hanya diam.
“Ayo masuk! Papa ingin memperkenalkan Lily pada pamanmu,” ucap pria itu lalu berjalan lebih dulu.
Setelah Arya pergi, Lily mendapat tatapan tajam dan peringatan dari Bryan.
“Ingat, jangan membuat masalah!”
Lily tak acuh lalu berjalan mendahului Bryan.
Mereka berjalan masuk menghampiri para orang tua berkumpul. Lily melihat dari belakang seorang pria bertubuh tegap dan gagah sedang membaur dengan orang tuanya.
“Kemarilah, biar papa perkenalkan dengan Arsen,” ucap ayah Bryan sambil melambai ke Bryan dan Lily.
Lily mendekat bersama Bryan. Saat sampai di dekat pria bernama Arsen itu, keterkejutan tersirat jelas di raut wajahnya dan seketika memucat.
Begitu pula dengan Arsen. Pria itu terkejut melihat wanita yang kemarin menolak uangnya ada di hadapan, namun detik berikutnya Arsen bisa menguasai kembali raut mukanya dan menunjukkan ketenangan.
“Arsen, perkenalkan ini Lily, calon menantu kami,” ucap Monica, ibunda Bryan, dengan senyum merekah.
Lily mengalihkan pandangan dari Arsen. Lily sudah menguasai raut wajahnya untuk terlihat tenang, tetapi sesungguhnya Lily sedang panik dan ketakutan.
Bagaimana mungkin pria yang telah merenggut kesucian dan menghinanya sebagai wanita bayaran adalah paman dari Bryan?
Lily mengulurkan tangan, dia berusaha menahan gemetar telapak tangannya untuk menerima jabat tangan Arsen.
“Aku benar-benar masih tidak menyangka kalau kamu punya saudara yang lama tinggal di Amerika.”
Lily memandang Adhitama yang tersenyum sambil berbicara ke orang tua Bryan. Sesekali dia melirik ke arah Arsen yang berdiri tak jauh darinya.
“Sebenarnya dia ini anak dari istri ke dua papaku.” Arya membalas seraya memukul pelan lengan Arsen.
Lily kaget dan langsung menatap pada Arsen, terlihat jelas di matanya pria itu menarik sudut bibir lalu menenggak minuman di gelasnya sambil sedikit memalingkan muka.
“Kebetulan sekali, bagaimana kalau sebelum Arsen kembali ke luar negeri kita nikahkan Bryan dan Lily,” ucap Monica.
Lily tampak syok. Mana mungkin dia masih ingin menikah dengan Bryan setelah mengetahui kalau pria itu hanya berniat untuk memanfaatkannya.
Lily melihat Bryan ingin berbicara, dan seketika dia buru-buru untuk menyela.
“Bibi Monica, sebenarnya ada yang mau aku sampaikan,” ujar Lily.
Lily mengepalkan tangan di sisi badan, mengumpulkan keyakinan saat Bryan menatapnya penuh intimidasi.
“Ada apa, Lily? Apa yang ingin kamu sampaikan, Sayang?” tanya Monica penuh perhatian seperti biasa.
Lily merasakan detak jantungnya semakin cepat, dia menyadari selain orang tua Bryan dan orang tuanya, ada Arsen yang juga akan mendengarnya.
“Bibi, Paman. Maaf. Aku tidak bisa menikah dengan Bryan. Aku ingin membatalkan pertunangan kami.”
Semua orang terkejut, mereka menatap Lily yang bicara begitu serius.
“Lily, Sayang, kamu bercanda, ‘kan?” Monica berusaha tenang meski sangat syok dengan perkataan Lily.
“Tidak, aku serius aku tidak ingin menikah dengan Bryan.”
Lily hampir bicara lagi, tetapi Adhitama sudah lebih dulu menarik tangan Lily dan mengajaknya pergi menjauh dari orang-orang.
Satu alis Arsen tertarik ke atas. Calon menantu? Arsen menatap aneh pada Lily yang sedang ditarik pergi. Sejenak Arsen memandang ke arah Adhitama dan Risha yang mengajak Lily menjauh.
“Mungkin Lily sedang kurang sehat jadi bicaranya agak aneh. Kamu nikmati saja pestanya, ya,” ucap Arya tertawa sumbang.
Arsen mengangguk pelan. Dia melihat kecemasan dalam tatapan Arya dan Monica. Namun, Arsen tidak peduli. Lantas, ia meninggalkan kakak dan kakak iparnya dengan satu sudut bibir terangkat tipis.
“Tuan, apa rencananya gagal?” tanya Thomas, asisten pribadi Arsen.
Arsen berdiri seraya menikmati segelas wine. Dia tak membalas pertanyaan Thomas. Ekspresi wajah Arsen datar dan tenang.
Setelah menghabiskan winenya, Arsen melangkah pergi dari sana, diikuti Thomas di belakangnya, dengan kedua tangan yang berada dalam kedua saku celana. Langkah Arsen begitu mantap dan tegap sehingga memancarkan aura dominasi dan karisma yang bisa membuat semua orang terpesona dan takjub.
Namun, langkah Arsen mendadak berhenti ketika indera pendengaran Arsen menangkap percakapan antara Bryan dan Arya yang menarik perhatiannya.
“Apa yang kamu lakukan sampai Lily berani membatalkan pertunangan kalian di depan orang tuanya?”
“Begini, Pa.” Bryan terdengar takut-takut. “Sebenarnya … Lily memergokiku sedang bersama wanita lain di apartemennya.”
Lily mengepalkan telapak tangan di samping tubuh. Menahan amarah yang terasa ingin meledak, tetapi dia sadar dan menghormati kedua orang tuanya.“Jangan bertindak atau membuat keputusan gegabah. Bagaimana bisa kamu membatalkan pertunanganmu dan Bryan secara tiba-tiba? Apa kamu pikir papa akan percaya begitu saja dengan alasanmu?”Lily menatap tak percaya pada Adhitama yang sedang memarahinya di ruang keluarga.Apa yang papanya katakan? Tidak percaya padanya? Kenapa? Lily tahu kalau sang papa sangat menyayanginya, tetapi kenapa kali ini papanya tidak mau mendengarkannya?Bola mata Lily berkaca-kaca, tetapi dia berusaha menahan diri untuk tak menangis atau meluapkan emosinya ke sang papa.Andai sang papa tahu, bagaimana perasaannya saat ini, mungkinkah sang papa tetap tak percaya padanya?“Jika Papa tidak percaya padaku, oke tidak masalah. Tapi, aku akan tetap pada keputusanku. Lebih baik aku melajang sampai mati daripada menikah dengan pria yang tidak baik seperti Bryan!” Lily bicara d
Lily memilih pergi ke rumah pamannya. Tentu saja untuk saat ini, hanya sang paman yang mungkin bisa sedikit memahami kondisinya.“Duduklah, kamu mau minum teh atau kopi?” tanya Haris sambil mengajak Lily duduk.Lily memasang wajah cemberut. Dia ingin mengadu atas semua yang terjadi pada dirinya ke pamannya itu. Dia bahkan menunggu sampai sore sampai Haris pulang.“Ada apa? Kenapa mukamu masam seperti itu?” tanya Haris keheranan.“Aku sedang bertengkar dengan Papa,” jawab Lily lalu memeluk bantal sofa.Haris terkejut, tapi dia tampak tenang.“Tidak biasanya. Ada masalah apa sampai kalian bertengkar?” tanya Haris.Lily menceritakan soal pertengkarannya dengan Adhitama, juga pemicunya. Namun, Lily tentunya tidak menceritakan semuanya apalagi malam panas itu, kecuali jika dia ingin mati cepat.Haris bergumam pelan. Dia mengangguk-angguk memahami apa yang Lily ceritakan.“Ya, mungkin papamu hanya cemas. Kamu yang lebih muda, seharusnya bisa sedikit mengalah dan mintalah maaf ke papamu,” uj
Lily masih berdiri dengan satu tangan yang urung memutar gagang pintu. Kesepakatan apa maksud pria ini?“Pernikahan,” kata Arsen lagi seolah bisa membaca pikiran Lily.Mata Lily membola. Lily langsung membalikkan tubuhnya kembali menghadap Arsen. “Pernikahan.” Lily menunjuk dirinya dan Arsen bergantian. “Kamu dan aku?”Arsen menyandarkan tubuhnya pada puncak sofa di ruangannya sambil bersedekap. “Jika kamu keberatan, kita bisa menikah kontrak selama tiga tahun, setelah itu kamu bisa bercerai dariku.”“Pernikahan kontrak? Kenapa kamu tiba-tiba menawarkan pernikahan?” tanya Lily. Dahinya sampai berkerut halus, bingung.Lily melihat Arsen yang tak langsung menjawab, maka itu dia kembali berkata, “Apa kamu pikir aku akan menerimanya? Asal kamu tahu saja, setelah memutuskan pertunangan dengan Bryan, aku tidak ingin menikah seumur hidupku! Tapi, sekarang kamu menawarkan pernikahan, secara kontrak pula? Itu sangat konyol!”Pandangan Arsen datar. Setelah mendengar semua ucapan Lily, Arsen mem
Meskipun agak gemetar, tapi Lily bisa bicara pada Arsen dengan sangat lancar. Gadis itu membeku di tempatnya saat Arsen memandang datar padanya. Lily tidak mengeluarkan suara lagi begitu juga dengan Arsen yang duduk tenang di belakang meja kerja. Hingga keheningan itu berakhir saat suara cemas seseorang terdengar di telinga Lily. "Maaf Pak Arsen, saya tidak ... " Lily menoleh pada Thomas yang datang dari arah belakang, asisten Arsen itu tampak ketakutan karena tidak bisa mencegahnya masuk tanpa permisi. Lily melihat wajah Thomas pucat, memberikan ketegasan padanya bahwa posisi Arsen sangat terhormat dan disegani. "Tinggalkan kami dan tutup pintunya." Lily mengalihkan pandangan pada Arsen yang berdiri bersamaan dengan Thomas yang melakukan perintah pergi meninggalkan mereka. Keberanian dan rasa percaya diri Lily memudar mendengar suara tegas Arsen. Lily menyadari baru saja memutuskan hal besar dengan berani menerima tawaran pernikahan dari pria yang belum lama dia temui. "Baru
Lily terkejut bahkan sampai tak bisa berkata-kata karena ucapan Arsen.“Sekarang? Maksudmu hari ini?”Lily yang tak pernah mengurus apapun menyangkut administrasi menjadi bingung. Dia ingin membantah Arsen, tapi pria itu lebih dulu memutar tumit berjalan menuju meja kerja. Lily melihat Arsen menekan tombol telepon lalu mendengar pria itu memberi perintah.“Thom, ke ruanganku sekarang!”Lily merasakan perutnya semakin mulas, dia bahkan tak bisa melakukan apa-apa saat Arsen memintanya memberikan berkas miliknya ke Thomas yang sudah masuk ruangan.“Apa yang harus saya lakukan dengan ini Pak?” tanya Thomas setelah menerima dokumen dari Lily.“Temui Jerry! Bilang padanya aku harus menikah hari ini,” ucap Arsen.“Apa Pak?”Lily berjengket karena teriakan Thomas, asisten Arsen itu menatap heran padanya kemudian Arsen.Lily melihat mata Arsen menyipit seolah menunjukkan ketidaksenangan pada sikap Thomas barusan.“Tapi Pak, mana bisa menikah tiba-tiba, setidaknya dokumen harus lengkap, selain
Lily melihat Adhitama awalnya kaget mendengar ucapan Arsen, tapi sekejap kemudian papanya itu tersenyum miring.“Menikah? Hari ini juga? Lelucon apa yang sedang kalian pertontonkan padaku?”“Ini bukan lelucon Pak Adhitama, saya benar-benar ingin menikahi Lily,” balas Arsen.Lily menatap lekat wajah Arsen dari samping, dia melihat jelas betapa tegas pria itu saat bicara. Lily tidak mau menyela pembicaraan keduanya dan lebih mencemaskan sang bunda.Lily menoleh ke Risha, tapi hanya sesaat, lalu dia memalingkan wajahnya lagi untuk menghindari kontak mata dengan wanita yang melahirkannya ini.“Lily, apa Bunda bisa bicara berdua denganmu?” Suara Risha memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.Lily mengangguk menjawab pemintaan Risha, kemudian berjalan mengikuti sang bunda pergi ke ruang keluarga.Sementara itu, tatapan Adhitama ke Arsen masih sama. Tajam dan penuh tanda tanya.‘Bukankah Arya bilang pria ini anak dari istri ke dua papanya? Dia jelas mendengar saat Lily memutuskan pe
Lily diam menunggu reaksi Arsen atas syarat yang papanya berikan. Dia mengalihkan tatapan dari Adhitama ke Arsen, kemudian memandang iba Risha yang tampak memijat kening."Saya tahu Anda tidak bisa menerima begitu saja pernikahan kami.” Arsen membalas dengan tatapan. Matanya tidak menujukkan keraguan sedikit pun. “Jadi, saya akan menerima syarat Anda untuk membuktikan kesungguhan saya ke Lily.”Tanpa sadar Lily menahan napasnya menunggu respon Adhitama, lantas papanya mengangguk lalu tanpa bicara lagi mengajaknya dan Arsen pergi ke kantor urusan agama seperti apa yang sudah mereka bicarakan sebelumnya.Saat Lily dan Arsen berjalan keluar mendahului, Risha tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Adhitama.Risha memandang punggung putrinya dan Arsen untuk memastikan mereka sudah jauh, lalu mengungkapkan isi hatinya ke sang suami."Mas Tama, kenapa Mas biarkan Lily menikah dengan pria asing? Apa yang sebenarnya Mas Tama pikirkan?" Risha sedikit emosi. Air matanya yang tertahan kini tumpah
Lily ingin menyangkal, dia hampir menjawab ucapan Arsen, tetapi para pelayan lebih dulu datang hingga dia mau tak mau kembali mengikuti langkah Arsen.Saat memasuki kamar, Lily terkesiap, matanya memindai kamar milik Arsen yang begitu besar, tetapi tidak banyak furniture di dalamnya.Kini, Lily bingung hendak melakukan apa terlebih setelah pelayan pergi meninggalkan dirinya dan Arsen."Aku akan meminta Bibi Jess membelikan satu lemari pakaian untukmu, meski kita tidur satu kamar, tapi kamu tidak boleh masuk ke kamar gantiku," ucap Arsen.Lily hanya diam mendengarkan, tatapannya tertuju pada Arsen yang berjalan menuju kamar ganti sambil melepas jas kemudian kancing kemeja."Apa jangan-jangan dia menyembunyikan senjata ilegal di sana?” Namun, Lily langsung menutup mulutnya ketika satu pikiran terlintas di otaknya. “Atau mungkin mayat?” Lily menggelengkan kepala keras, menghilangkan pikiran buruk di kepala.Lebih baik dirinya sadar dan membereskan barang bawaannya. Wanita itu menyeret sa
Informasi yang diberikan Thomas selalu akurat. Divisi pemasaran kedatangan staff baru laki-laki bernama Arjuna yang kini sedang menyapa para staff di sana.Staff baru yang memiliki nama sapaan Juna itu memang tampan, sehingga tak hanya staff divisi pemasaran yang terpesona, staff lain yang berpapasan dengannya di lift tadi juga tak bisa memalingkan muka.Namun, setampan apa pun staff baru itu tidak mencuri perhatian Lily. Dia bersikap biasa saat Dini menginjak kakinya sambil tertawa-tawa menatap Juna saat pria itu memperkenalkan diri.“Mohon bantuannya agar saya bisa bekerja dengan baik di sini,” ucap Juna pada seluruh staff, sebelum kemudian tatapannya jatuh pada Lily yang tampak tenang, tak seheboh staff lain.“Baiklah, kalau ada apa-apa kamu bisa meminta bantuan staff lain,” ucap Sonia. Wajah selingkuhan Bryan itu masam dan tertuju pada Lily.Juna mengangguk sopan. Dia juga membalas senyum para staff wanita yang sejak tadi menatapnya kagum. Juna berjalan ke meja kerja miliknya, tep
Adhitama menatap tak senang karena ucapan Arsen. Pria itu sepertinya ingin melawannya. Bagaimana pun, Adhitama akan tetap waspada dan tak menerima Arsen begitu saja, firasatnya mengatakan kalau ada sesuatu yang membuatnya tak bisa mempercayai Arsen. “Bagaimana pun, ini penting bagi kami. Jika Anda menginginkan cucu dari kami, bukankah memang sebaiknya status pernikahan kami tidak disembunyikan?” Adhitama terlihat tenang meski rasa kesal bercokol di dada. Dia menatap Lily yang diam dan tetap menatap Arsen, lalu akhirnya Adhitama kembali menatap menantunya itu. “Itu akan menjadi urusanku. Keputusanku tetap sama.” Setelah mengatakan itu, Adhitama memilih berdiri dari kursi meninggalkan semua orang. Risha menjadi bingung, harapan berkumpul bersama dengan suasana hangat, jadi berantakan karena pembahasan yang sebenarnya bisa dicarikan solusi. Risha ikut berdiri lalu mengejar Adhitama. Rencananya mengundang Arsen dan Lily makan siang bersama tak lain untuk membuat Adhitama dan Ars
Hari berikutnya.Lily sudah bersiap-siap untuk pergi bersama Arsen. Dia sedang memakai sepatu ketika melihat Arsen keluar dari kamar ganti dan sudah berpakaian rapi.“Sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Lily karena Arsen belum memberitahu tujuan mereka.“Kamu akan lihat nanti,” jawab Arsen seraya mengancingkan manik ujung kemeja polos yang dipakainya.Kerutan samar terlihat di dahi Lily. Semoga Arsen tak membawanya ke tempat aneh-aneh.“Ayo!” ajak Arsen saat melihat Lily sudah selesai memakai sepatu.Lily mengangguk. Dia segera berdiri seraya meraih tasnya, lalu berjalan keluar kamar bersama Arsen.Arsen dan Lily menuju mobil yang sudah disiapkan di depan teras. Lily keheranan saat melihat Arsen berjalan ke arah pintu kemudi.“Kenapa? Cepat masuk.” Di antara pintu mobil yang terbuka, Arsen berdiri dan menatap Lily.“Kamu mau menyetir sendiri?” tanya Lily merasa aneh. Belakangan ini Arsen selalu pergi dengan sopir, tetapi sekarang pria itu yang mengendarai mobilnya sendiri.“Ada masala
Lily tiba-tiba merasa gerah, terlihat jelas raut wajahnya menunjukkan rasa malu.Lily langsung berdiri. Pembicaraan ini terlalu intim, jika Lily masih terus ada di sana, Lily tidak tahu apa yang akan dilakukan Arsen padanya!Kening Arsen terangkat melihat Lily berdiri. “Kamu mau ke mana? Tugasmu belum selesai." Arsen bicara dengan nada tegas seraya menatap pada Lily.“Kembali ke kamar!”Setelah mengatakan itu, Lily meninggalkan Arsen begitu saja di ruang kerja.Melihat kepergian Lily yang malu-malu seperti itu membuat pria itu tersenyum, menggoda Lily ternyata menyenangkan. Jadi, ini belum seberapa, masih banyak hal yang bisa Arsen lakukan dan membuat Lily meminta Arsen berhenti untuk menggodanya.Baru Lily menutup pintu ruang kerja Arsen dan melangkah beberapa langkah, tiba-tiba dari arah belakang Lily mendengar pintu ruangan Arsen kembali dibuka.Suara pintu yang langsung terbuka tanpa diketuk, jadi membuat Lily penasaran. Dengan langkah pelan, Lily kembali mendekati ruang kerja Ars
Lily membelalakkan mata saat Arsen tersenyum tepat di depan wajahnya. Senyum pria itu membuat jantung Lily berdetak tak karuan. Hingga dia mundur ke belakang dengan pipi merona."Lakukan apa? Jangan aneh-aneh," ucap Lily salah tingkah. Dia menengadahkan tangan kanannya ke Arsen. "Berikan kontrak pernikahan dulu padaku, aku tidak mau melakukan apapun untukmu sebelum hubungan kita jelas."Lily melihat Arsen menegakkan punggung, pria itu begitu tenang berbeda dengannya yang semakin kikuk sampai terbatuk-batuk.“Tidak perlu membicarakan kontrak pernikahan,” kata Arsen sambil melewati Lily dan tangan kanannya mengusap puncak kepala Lily. “Masuk ke dalam ruang kerjaku dan tunggu aku di sana.”Lily membeku, matanya mengerjap beberapa kali, lalu Lily mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh dada sebelah kiri. Baru ketika Lily berhasil mengendalikan dirinya, Arsen sudah tidak terlihat.Di dalam ruang kerja Arsen, Lily duduk diam menunggu Arsen, untungnya jantungnya sudah berdetak normal kemb
Lily syok karena bentakkan Arsen, membuatnya secara impulsif membalas tak kalah keras. “Kenapa kamu membentakku?!”Lily menatap Arsen kesal karena suaminya itu memandangnya seperti seseorang yang baru saja melakukan kesalahan fatal.“Kenapa tidak pulang dengan Deni?” tanya Arsen. Nada bicaranya masih sama, tinggi.“Kamu sendiri, kenapa pergi tidak bilang? Sekarang tiba-tiba pulang, besok tiba-tiba pergi. Kamu bebas pergi kemanapun tetapi aku tidak?” balas Lily kesal, suaranya juga masih ikut meninggi. Tidak terima Arsen yang baru pulang dari entah dari mana justru membentaknya.Wajah Lily memerah menahan emosi, meski matanya tidak bisa menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.Arsen menatap datar pada Lily. Dia tidak pernah menyangka kalau Lily bisa balas membentaknya seperti sekarang.Karena Arsen masih diam, Lily kembali meluapkan perasaannya. “Kalau menikah kontrak hanya menguntungkan salah satu pihak, bukan ini tujuan awal kita menikah.” Lily bicara dengan nada tegas, dagunya sedik
Adhitama sangat terkejut mendengar ucapan Lily, apalagi putrinya ini seperti sedang menantang keraguannya akan hubungan pernikahan yang Lily jalani.Adhitama menghela kecil. “Baiklah kalau kamu memang sangat yakin akan hal itu.” Pria itu menatap tanpa keraguan pada Lily. “Papa tunggu kamu membuktikan ucapanmu.” Meskipun sebenarnya Adhitama belum berharap Lily memiliki anak lebih dulu karena belum yakin pada Arsen, tetapi demi membuktikan ucapan Lily, Adhitama harus mengambil keputusan itu.Lily terkesiap, bahkan sampai meneguk ludah dengan kasar. Dia tidak menyangka kalau sang papa akan setuju dengan ucapannya untuk cepat-cepat memberikan cucu.Padahal Lily hanya ingin meyakinkan saja agar sang papa percaya dengan ucapannya, tetapi siapa sangka Adhitama malah menuntut balik.“Oh ya, bagaimana bisnis Papa?” tanya Lily mengalihkan pembicaraan dengan membahas masalah perusahaan.“Baik,” jawab Adhitama, “papa juga sudah mendapat direktur penggantimu,” imbuh Adhitama lagi.Lily diam sesaa
Sore itu Lily membuat beberapa staf ARS Company yang kebetulan pulang bersamaan dengannya terkejut. Dua unit sedan mewah dengan dua sopir yang sudah membukakan pintu sama-sama mempersilahkan Lily naik. Lily mengatupkan bibir rapat. Sopir dengan mobil berwarna abu-abu metalik merupakan sopir Arsen yang tadi pagi mengantarnya, sedangkan sopir paruh baya di belakang dengan sedan hitam adalah sopir pribadi papanya. "Nona, apa Anda tidak mau pulang?" Lily memandang sopir Arsen lalu beralih ke sopir Adhitama. "Mbak Lily, Papa Anda ingin bertemu." Lily merasakan dadanya berdenyut nyeri. Akhirnya dia mendekat ke Deni — sopir Arsen dan berkata, “Aku akan meminta izin suamiku, jadi kamu bisa pulang saja." Deni bergeming. Dia bisa terkena masalah jika tidak melakukan tugas dengan benar. "Tapi Nona, saya bisa terkena marah Tuan." "Tenang saja! Aku pastikan kamu tidak akan kena marah suamiku." Lily menggunakan suara lirih saat menyebut kata suami. Dia takut jika sampai ada yang me
Arsen memandang keluar jendela mobil mewah miliknya yang dikemudikan Thomas.Beberapa saat yang lalu Arsen baru mendapat kabar dari Bibi Jess tentang Lily yang tetap bersikeras berangkat kerja meski ia larang.Pria tampan itu urung tersenyum menyadari Thomas sejak tadi mengawasi dari kaca spion tengah. Tatapan Arsen beralih pada sebuah ponsel yang tergeletak di samping kursinya."Pak, apa Anda yakin akan melakukan ini?"Arsen tak menjawab pertanyaan Thomas, dia meraih ponsel itu lalu menyalakannya."Tahun ini sepertinya akan menjadi tahun keberuntunganku. Aku tidak menyangka selingkuhan Jerry adalah psikiater Lily," ucap Arsen.Thomas tersenyum, dia memandang Arsen lagi sebelum kembali fokus mengemudi.Thomas menggeleng samar. Di dunia ini apa yang tidak bisa Arsen lakukan? Jangankan hal yang lurus, yang buruk saja bisa bosnya tangani."Bedebah sialan itu memberiku obat perangsang di hari pertama kakiku menginjak negara ini," kata Arsen. "Dia pasti tidak menyangka selama ini aku memeg