Share

Bab 3

Panik, Ruisha berdiri di tempatnya dan tubuhnya langsung membeku di tempat.

Namun, Anzelo sudah kehabisan kesabaran. Dia menekan pundak Ruisha dan membalikkan tubuhnya dengan cepat.

Karena lengah, Ruisha menghantam dadanya yang basah dan kencang, melihat sekilas tubuh Anzelo yang hanya terbungkus handuk.

Dia mengira rumor yang beredar sebelumnya terlalu dibesar-besarkan, tetapi kini dia menyadari bahwa rumor itu masih kurang tepat.

Anzelo lebih dari sekadar tampan. Dia seperti mahakarya Tuhan, sempurna di setiap lini.

Bagaimana mungkin seseorang bisa sesempurna ini? Bukan hanya memiliki uang, kekuasaan dan status, tetapi juga memiliki tubuh tegap dan tanpa celah seperti ini?

Ruisha memaksa dirinya untuk tenang dan merendahkan suaranya, "Pak Anzelo, apa ada lagi yang Anda butuhkan?"

Suara samarannya adalah suara yang lembut dan enak didengar, yang mampu memikat banyak gadis di dunia maya. Bahkan ada aplikasi game yang secara khusus memintanya menjadi pengisi suara.

Suaranya terdengar lebih baik lagi ketika direndahkan, suara murni milik laki-laki.

Anzelo terdiam. Melihat bagian dagunya yang terbuka, hatinya merasa terpukul.

Apa dia sudah gila?

Dia bahkan tidak bisa membedakan mana laki-laki mana perempuan.

Salahkan saja perempuan terkutuk itu.

Karena kesal, dia dengan kasar melepaskan tangannya, "Keluar!"

Benar-benar temperamental.

Ruisha melarikan diri dan melesat menjauh dari kamar mandi.

*

Dengan rasa jengkel yang masih tersisa di benaknya, Anzelo berpakaian dan bertanya dengan suara pelan, "Dapat sesuatu?"

"Belum."

Ruisha menunduk. "Di sini nggak ada apa-apa, Pak Anzelo."

Kalaupun dia menemukan sesuatu, dia akan menyembunyikannya dan tidak akan memberikannya kepada Anzelo.

Dia hanya ingin bekerja dan hidup dengan tenang sampai ibunya sembuh, tidak berniat menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Dia tidak pantas mendapatkannya, apalagi ....

Tersenyum pahit saat menyentuh manik-manik itu, Ruisha berpikir bahwa sudah ada orang lain yang tinggal di dalam hatinya. Bahkan jika dia tidak lagi memenuhi syarat untuk berdiri di sisi laki-laki itu, tidak ada ruang untuk orang lain.

Untuk beberapa alasan, Anzelo merasa terganggu saat melihat alisnya yang terkulai dan wajah cemberutnya.

"Nggak berguna."

Suaranya dingin seperti es dan dia melirik Ruisha dengan dingin.

Ruisha menundukkan kepalanya dan tidak berani mengatakan apa pun.

Anzelo tidak menatapnya lagi dan mengikat dasinya perlahan.

Jari-jari lentiknya dipadukan dengan wajah yang sempurna tanpa ekspresi, memegang dasi itu sampai ke simpul tenggorokannya.

Ada sesuatu yang sangat seksi tentang tindakannya itu.

Gerakan sederhana itu begitu elegan dan mulia. Setelan jas yang dia kenakan membungkus dengan sempurna bahu lebar dan pinggangnya yang ramping. Seketika, Ruisha langsung teringat saat di mana laki-laki ini mengalami pergolakan cinta. Otot-ototnya ditutupi keringat tipis, napasnya terengah-engah dengan suara pelan ....

Saat ini, jantung Ruisha berdegup kencang dan mulutnya kering.

Gerakan Anzelo terhenti. Dia menatap pergelangan tangan Ruisha dengan tatapan dingin.

Ruisha terkejut, lalu mengalihkan pandangannya. "Pak Anzelo, ada apa?"

"Jam tangan."

Anzelo berkata dengan nada dingin, "Dia mencuri jam tanganku."

Apakah itu disengaja atau tidak disengaja?

Apakah itu ancaman atau sekadar pamer saja?

"Nggak nyuri, kok."

Ruisha tanpa sadar membantah.

Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan dingin. Pupil matanya begitu gelap dan dingin, seperti pisau yang menggores kulit dan menusuk langsung ke bagian dalam tubuh.

Segala sesuatu yang tersembunyi sepertinya tidak bisa disembunyikan lagi jika sudah berada di hadapannya.

"Aku, maksudku ... ini, ini seharusnya nggak dianggap mencuri, bukan?"

Pikiran Ruisha berkecamuk dan dia berkata dengan datar, "Mungkin, mungkin ini hanya kesalahpahaman saja. Kalau Pak Anzelo bilang begitu, bukankah itu akan merusak reputasinya?"

Dia bahkan tidak berpikir untuk mengambil jam tangan milik Anzelo.

Pagi itu terasa begitu menyakitkan. Dia pun panik dan langsung pergi setelah mengemasi barang-barangnya. Mana sempat memedulikan untuk mengambil jam tangan milik Anzelo ....

Anzelo mengaitkan sudut mulutnya, tetapi tidak ada senyum di bawah matanya.

"Kesalahpahaman?" Dia melanjutkan, "Nggak masalah jika itu kesalahpahaman. Tangkap dia dan dia nggak perlu reputasi."

Apa maksudnya? Orang seperti apa yang tidak membutuhkan reputasi?

Seorang tahanan atau mayat?

Wajah kecil Ruisha menjadi pucat. Karena takut menimbulkan kecurigaan, dia tidak berani mengatakan bahkan satu kata pun.

Tidak masalah.

Kemarin dia menggunakan wig, bahkan merias wajahnya. Penampilannya sangat berbeda dengan ketika dia mengenakan pakaian laki-laki. Sesampainya di rumah, dia membuang wig dan pakaiannya. Selama dia tidak mengatakan apa-apa, tidak ada yang akan tahu kalau perempuan itu adalah dia.

Dia menyembunyikan semuanya dengan baik dan tidak akan mungkin bisa ketahuan.

Semuanya pasti akan baik-baik saja.

Ruisha tenggelam dalam pikirannya sendiri, jadi tidak menyadari bahwa tatapan dingin dan tajam Anzelo tertuju padanya, menangkap semua reaksinya.

Mata laki-laki itu membeku dan genggamannya pada ponsel makin erat.

Ada yang tidak beres dengan reaksi pegawai bernama Evano ini.

Apa hubungan Evano dengan perempuan tadi malam? Siapa yang memberinya perintah melakukan itu?

*

"Pak Rheno, aku nggak bisa, aku benar-benar nggak bisa."

Keesokan harinya, sesaat setelah tiba di tempat kerja, Ruisha merasa seperti disambar petir saat mendengar berita itu.

Dia hampir menangis. "Aku cuma pegawai biasa dan nggak tahu apa-apa. Pak Rheno, aku takut mengecewakanmu dan Pak Anzelo ...."

"Belajar kalau nggak tahu. Lakukan saja apa yang diperintahkan."

Wajah Rheno tanpa ekspresi. "Pak Anzelo yang kasih perintah dan kamu nggak bisa nolak. Kalau kamu nggak bisa, keluar saja dari Kamandjana Group."

Ruisha tidak mengerti mengapa Rheno yang kemarin bersikap baik padanya tiba-tiba berubah galak seperti ini.

Dia pun sama seperti Ruisha, tidak mengerti mengapa Anzelo tiba-tiba memintanya untuk menjadi asisten pribadi.

Menjadi asisten pribadi presdir tidak semudah itu.

Lucy, yang ditangkap polisi sebelumnya adalah lulusan kampus tiga terbaik luar negeri dan mahir dalam berbagai bahasa. Dia sangat mampu dan cakap dalam melakukan sesuatu.

Orang dengan penampilan dan kemampuan yang luar biasa seperti itu bahkan dijebloskan ke kantor polisi tanpa belas kasihan, yang menunjukkan sekejam apa hati Anzelo.

Berapa banyak perempuan yang menganggap posisi asisten pribadi presdir sebagai batu loncatan terbaik untuk mendekati Anzelo? Mereka ditakdirkan untuk menjadi pusat perhatian di mata banyak orang.

Ruisha hanya ingin menjadi biasa saja dan tidak merasa dirinya mampu melakukannya.

Selain itu, membayangkan tatapan yang dalam dan gelap milik laki-laki itu membuat jantungnya berdebar tanpa alasan.

Dia tidak berani untuk berada terlalu dekat dengannya.

Rheno bahkan tidak memberinya kesempatan untuk terus menolak dan membawanya ke kantor baru. "Ada yang harus kulakukan. Linda, antar dia."

Linda Kusnandi adalah seorang perempuan cantik yang tinggi dan cerdas. Jika tidak memiliki CV unggul dan sempurna, mereka tidak akan bisa masuk ke jajaran sekretaris Kamandjana Group.

Dia bersedekap dan menatap Ruisha dengan tatapan penuh permusuhan.

Bagaimana mungkin seorang laki-laki biasa dengan wajah rata-rata bisa menjadi asisten Pak Anzelo?

Entah apa yang dipikirkan Pak Rheno dengan menjadikannya asisten pribadi.

Linda tidak menyembunyikan sikap permusuhannya dan langsung membanting setumpuk dokumen di atas meja. "Pelajari dokumen ini dan tuliskan ringkasan laporannya untukku."

Dia sengaja melakukan ini untuk menambah beban kerja Ruisha.

Untuk memahami dokumen-dokumen ini, Ruisha harus bekerja lembur.

Tadi malam, setelah sampai di rumah, dia mencari-cari barang yang dia bawa hari itu dan memang menemukan jam tangan yang tidak sengaja dimasukkan ke dalam tasnya.

Melihat jam tangan yang sangat berharga itu, dia merasa takut dan tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Dia bermimpi Anzelo mencekiknya dan memanggilnya pencuri, lalu berniat menjebloskannya ke penjara.

Tidur siang yang dia rencanakan saat istirahat sekarang menjadi sebuah angan-angan semata.

Ruisha melirik ke belakang dan duduk tanpa daya saat melihat dokumen-dokumen itu.

Dia tidak ingin mendapat masalah, jadi harus menghadapi kesulitan kecil semacam ini.

Melihat Ruisha tidak berani mengatakan apa pun Linda menjadi sangat puas, "Cih, jangan menganggap kalau posisi asisten pribadi itu gampang. Kalau kamu nggak bisa kerja dengan baik, keluarlah sebelum terlambat."

Linda berjalan pergi. Diana yang berada di sebelah menghampiri dengan penuh kegembiraan. "Evano, kamu dipindahkan ke bagian sekretariat presdir! Bagus sekali! Selamat atas promosimu! Kamu harus traktir kami!"

Takut identitasnya akan terungkap, Ruisha selalu bertindak seperti orang yang transparan di perusahaan.

Ruisha akrab dengan Diana karena hari itu Diana datang bulan dan celananya kotor. Kebetulan Ruisha membantunya dan gadis supel itu jadi dekat dengannya.

Ruisha tertawa getir. "Aku nggak bisa apa-apa, malah takut akan mengacaukan semuanya."

Jika punya pilihan, Ruisha lebih suka tinggal di perusahaan sebagai pegawai biasa.

"Nggak apa-apa, aku bakal bantu kamu!"

Diana cemberut. "Jangan hiraukan Linda. Dia memperlakukan Pak Anzelo sebagai sesuatu miliknya, jadi nggak suka sama siapa pun. Sebenarnya Pak Anzelo pun nggak pernah meliriknya. Kalau nggak, mana mungkin kamu yang jadi asisten pribadinya?"

Ruisha yang tidak terbiasa menjelek-jelekkan orang lain hanya diam saat mendengar penuturan Diana.

Diana juga tidak perlu jawaban dari Ruisha. Dia melanjutkan, "Evano, sudah dengar belum? Bu Lucy akan dipenjara!"

Ruisha langsung terkejut. "Kenapa?"

Kemampuan Lucy yang sangat unggul, tetapi masih dijebloskan ke dalam penjara saja sudah sangat mengejutkan. Jika dia benar-benar masuk penjara, kehidupannya yang luar biasa akan hancur.

"Tentu saja karena Pak Anzelo."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status