Share

Bab 5

Kenapa tubuh Evano bisa sekecil dan selembut ini?

Kulitnya putih dan lembut, sangat kenyal saat disentuh. Bibirnya merah muda, membuat laki-laki ingin melindunginya.

Anzelo tanpa sadar tenggelam dalam lamunannya, tergoda hingga perlahan menunduk.

Aroma manis yang begitu familier masuk dalam penciumannya.

Bayangan liar pada malam itu, suara mempesona seorang perempuan yang sangat menggoda dan aroma yang masih tersisa tiba-tiba menyapunya. Tubuh Anzelo langsung menegang tak terkendali.

Ruisha membuka matanya lebar-lebar dan wajahnya memerah karena tidak percaya.

Dia ... dia ternyata ....

Dia benar-benar menyukai laki-laki?

Pantas saja dia tidak dekat dengan perempuan, pantas saja dia sangat marah pada malam itu ....

Seolah-olah memahami sesuatu, Ruisha tersentak dari pelukan Anzelo.

"Maaf, maaf, Pak Anzelo!"

Dia ketakutan setengah mati, "Saya ... saya nggak sengaja."

Setelah mengetahui rahasianya, Anzelo tidak akan membuangnya ke laut untuk memberi makan ikan, bukan?

Merasa tangannya kosong, Anzelo tanpa sadar mengulurkan tangannya.

Menyadari perilakunya yang tidak masuk akal, matanya membeku. "Kamu pakai parfum apa?"

"Parfum apa?"

Ruisha menjawab datar, "Saya seorang laki-laki dewasa, mana mungkin pakai parfum?"

Warna gelap mata Anzelo seperti jurang, sangat dalam dan berbahaya.

Evano di depannya berpakaian dengan rapi, tegap dan tidak gemulai, sama seperti laki-laki pada umumnya. Hanya saja, keberadaannya tidak terlalu mencolok.

Suaranya juga sangat bagus, hangat, jernih, lembut dan tidak agresif.

Tidak ada sedikit pun kesan perempuan dalam suaranya, khas suara laki-laki sejati.

Dia adalah seorang laki-laki, kenapa dalam dirinya menyalurkan kesan seorang perempuan?

Dari telinga begitu intim. Siang dan malam bersama, sangat dekat dengan intim ....

Dia masih bilang tidak kenal?

Sorot mata Anzelo bahkan lebih menakutkan.

Telapak tangan besar itu mengencang seperti lingkaran besi. Ruisha tidak bisa menahan keringat dingin karena rasa sakit yang terasa.

"Pak ... Pak Anzelo ...."

Mata Ruisha berkedip cepat, merasa bahwa tatapan Anzelo akan membunuhnya.

Merasa sakit, dia pun meringis, "Sakit ... kamu menyakitiku ...."

Pergelangan tangan Ruisha juga kecil dan lebih putih daripada kebanyakan perempuan. Memar-memar merah itu terlihat jelas di kulitnya yang seputih salju, memberikan kesan ambigu.

Anzelo seolah tersiram air panas dan dengan kasar menepis tangannya. Saat ini, wajahnya terlihat tidak mengenakkan dan menakutkan.

Bajingan!

Dia bisa tergerak dan merasa iba hanya karena seorang mata-mata yang begitu pengecut ....

Ruisha hampir terjatuh dan tersandung saat berdiri.

Wajah laki-laki itu benar-benar tidak mengenakkan. Jadi, dia berkata dengan hati-hati, "Pak Anzelo baik-baik saja?"

"Enyahlah."

Wajah Anzelo begitu muram, matanya dingin dan penuh dengan rasa jijik, "Pergi"

Barusan sikapnya baik-baik saja, kenapa tiba-tiba berubah kasar begitu?

Ruisha tidak berani berkata lebih banyak, dengan cepat meninggalkan ruang kantor presdir. Setelah duduk di meja kerjanya pun jantungnya masih berdebar kencang tanpa bisa dikendalikan.

Tidak, tidak bisa begini.

Dia tidak bisa terus bekerja di Kamandjana Group.

Reputasi Anzelo sangat kuat dan dia tidak pernah meragukan kemampuan atau kecerdasan laki-laki itu.

Kalau begini, cepat atau lambat, kejadian malam itu akan terbongkar.

Dia tidak bisa masuk penjara.

Mengundurkan diri dari Kamandjana Group dan menjauhi Anzelo adalah hal terbaik yang bisa dia pikirkan.

Dengan keputusan yang sudah bulat, Ruisha merasa lega. Saat dia membuat surat pengunduran diri, ponselnya tiba-tiba berdering.

"Halo?" Wajahnya begitu lembut.

"Rui ... Evano."

Burhan menekan suara bersemangatnya, lalu mengatakan, "Ibumu berbicara dengan tetangga hari ini. Dia juga masak buat makan malam ...."

Ruisha tertegun dan menimpali terkejut, "Ibu mau ketemu sama orang lain?"

"Kenapa hal begitu saja kamu bilang sama Evano?"

Kemala tersenyum dan berkata, "Evano, apa pekerjaanmu lancar? Capek nggak?"

Tanpa menunggu Ruisha menjawab, dia melanjutkan, "Tetanggamu, Tante Rani merasa iri saat tahu kamu kerja di Kamandjana Group. Ibu tahu kalau Evano, anak ibu ini orang yang menjanjikan. Kamu nggak tahu saja ibu jadi sebahagia apa karena kamu bekerja di Kamandjana Group. Ibu benar-benar sangat bahagia."

Sukacita itu meluap-luap.

Buku-buku jari Ruisha memutih, dia meremas ponselnya erat-erat. Dia tidak mampu tersenyum lagi saat menatap surat pengunduran diri yang baru bertuliskan judul.

"Kondisi ibumu jauh lebih baik setelah kamu diterima di Kamandjana Group."

Burhan berkata dengan gembira, "Dia sudah nggak pernah kejang lagi, bahkan hari ini ngobrol sama Tante Rani. Ayah sudah konsultasikan sama dokter. Dengan kondisi seperti ini, ada kemungkinan besar ibumu akan sembuh."

Burhan hampir menangis karena gembira. "Evano, selama ini kamu sudah sangat menderita. Ayah minta maaf padamu ...."

Ruisha adalah seorang gadis yang harus hidup di dunia sebagai seorang laki-laki demi mereka. Dalam hati, Burhan benar-benar merasa bersalah kepada putri angkatnya ini.

"Ayah bicara apa, sih."

Hidung Ruisha terasa sakit. Dia menunduk dan berbisik pelan, "Kalau bukan karena ayah dan ibu, mana mungkin ada aku? Aku nggak merasa menderita, kok."

Setelah membuat rencana pulang ke rumah untuk makan malam dalam beberapa hari lagi, Ruisha menutup telepon dan diam-diam menghapus surat pengunduran diri yang sudah dia ketik.

Burhan dan Kemala adalah penolong sekaligus keluarganya.

Mereka tidak memperlakukannya dengan buruk. Sekarang, bahkan Kemala sudah menunjukkan tanda-tanda membaik. Ruisha tidak berani bertaruh.

Bahkan jika dia berada dalam situasi yang sulit di Kamandjana Group, dia tidak bisa mengundurkan diri.

*

Gaji tinggi seorang asisten pribadi tidak didapatkan dengan mudah.

Keesokan paginya, Ruisha tiba di kantor lebih awal dan mulai kesibukannya.

Anzelo adalah orang yang sangat bersih dan pendiam. Penciumannya sangat tajam, bahkan mampu mencium bau dari filter di sistem pendingin udara. Meskipun begitu, dia tidak mudah alergi karena debu.

Suhu di kantornya harus diatur pada suhu 26 derajat dan udaranya harus diatur pada kelembapan 50. Dia tidak tahan dengan kabut yang keluar dari pelembab udara.

Oleh karena itu, asisten pribadinya perlu menguji sistem pendingin udara sebelum dia datang, menyesuaikan suhu dan kelembapan terlebih dahulu dan mematikan pelembap udara sebelum dia mulai bekerja.

Anzelo langsung mengurus pekerjaan begitu sampai di kantor, menatap dokumen tanpa melihat telapak tangannya yang bergeser 60 derajat ke kanan.

Secangkir kopi diletakkan di sana. Dia menggenggam gagang cangkir tanpa kesalahan. Gerakannya berhenti sejenak saat kopi masuk ke dalam mulutnya.

Bukan berarti ada masalah, tetapi semuanya begitu sempurna.

Lima puluh derajat di dalam mulut, kekuatan serta rasanya sangat sesuai dengan keinginannya.

Setelah itu, dia menyadari bahwa sejak dia melangkah masuk ke kantor, udara, kelembapan, bahkan penempatan berkas-berkas sudah ditata dengan sangat nyaman untuknya.

Bahkan Lucy, yang sudah bekerja di sampingnya selama lebih dari setengah tahun tidak bisa melakukan itu.

Kebetulan, Ruisha sedang menempatkan dokumen yang baru saja dia bawa, tiga puluh lima sentimeter di sebelah kirinya dengan gerakan yang ringan dan tenang.

Jejak kepuasan muncul di bawah mata Anzelo. Alisnya yang dingin sedikit lebih lembut.

"Evano."

Dia berbicara pelan, "Rapat nanti, kamu saja yang menyiapkan semua keperluannya."

Sebagai presdir Kamandjana Group, dia selalu mementingkan kemampuan kerja karyawannya.

Ketika kemampuan Ruisha luar biasa, dia tidak keberatan memberinya lebih banyak kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya.

Bahkan jika Ruisha adalah seorang mata-mata, dia tidak takut untuk membuatnya menangani hal penting.

Ini adalah kepercayaan dirinya.

Di sebelahnya, wajah Rheno menunjukkan jejak kerumitan dan penyesalan.

Mana mungkin Evano adalah seorang mata-mata?

Ruisha tidak memperhatikan situasi lain, hanya merasa Anzelo jauh lebih lembut. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, jadi dia merasa senang. "Baik, Pak Anzelo."

Pertemuan sore itu diadakan tepat waktu.

Selama pertemuan berlangsung, Ruisha merasakan dengan jelas kemampuan Anzelo.

Dia tidak banyak bicara dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mendengarkan para eksekutif menjelaskan dengan wajah yang tenang.

Meskipun Kamandjana Group sangat kuat dan masalah yang harus dia tangani seorang presdir sangat berat dan kompleks, dia mampu menyampaikan inti permasalahan dalam dua atau tiga kalimat sederhana.

Para eksekutif yang berwibawa dan kuat pun gemetar ketika berada di depannya. Ruisha melihat banyak dari mereka yang diam-diam menyeka keringat dingin yang keluar tanpa bisa dikendalikan.

Rheno juga sama terkejutnya.

Ruisha dan Anzelo bekerja sama dengan sangat baik.

Tidak perlu komunikasi, bahkan tanpa perlu Anzelo menggerakkan alisnya, Ruisha tahu dokumen mana yang harus disiapkan dan diletakkan pada posisi di mana Anzelo bisa menjangkaunya dengan tangannya yang terangkat.

Kumpulan data sebagai pendukung, situasi secara keseluruhan, pemahaman diam-diam tentang kerja sama menunjukkan seolah-olah mereka telah bekerja sama selama beberapa dekade.

Tekanan yang dirasakan para eksekutif pada pertemuan itu jelas lebih besar. Mereka gemetar karena takut ada yang salah dengan kinerja mereka. Mereka bersikap patuh dan tertunduk.

Anzelo tidak pernah merasa senyaman ini saat bekerja.

Dengan adanya seseorang yang membantunya melakukan bagian pekerjaan yang rumit, dia bisa menggunakan lebih banyak energinya untuk berpikir dan meringkas, membuat pekerjaannya sepuluh kali lebih mudah.

Dia menyukai orang pintar dan dia lebih menyukai orang pintar yang cakap dan jujur.

Selama Evano tidak bertindak keterlaluan, Anzelo tidak keberatan memberikannya kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dan bakatnya.

"Kamu lumayan juga."

Dengan mata yang dalam, laki-laki itu kembali berkata, "Sepuluh persen peningkatan kinerja bulan ini."

Karena terbiasa dengan sikap dinginnya yang berbisa, Ruisha sampai berdecak kaget dan menjawab dengan terbata-bata, "Terima kasih, Pak Anzelo."

Jika bukan karena malam itu, Anzelo sebenarnya merupakan atasan yang cukup baik.

Ya, dia memang banyak menuntut dan pekerjaan yang harus dilakukan cukup banyak. Namun, dia juga orang yang paham kapan harus memberikan penghargaan dan hukuman. Dia sosok atasan yang kompeten dan murah hati.

Anzelo mengerutkan kening.

Hanya sedikit penakut dan terlalu lemah.

Pada saat itu, Rheno melirik ke arah ponselnya dan terlihat kaget. "Pak Anzelo, ada kabar dari perempuan itu."

Ekspresi Anzelo suram, wajahnya dipenuhi dengan aura mematikan yang samar. "Katakan di kantor."

Kaki panjangnya melangkah dengan lebar. Sebelum pergi, dia sempat melirik Ruisha sekilas.

Wajah Ruisha langsung pucat. Dia menggigit bibirnya karena khawatir, jadi tidak menyadari tatapan tajam laki-laki itu.

Apa dia akan ketahuan?

Tidak, tidak mungkin.

Dia sekarang adalah Evano, tidak akan ada seorang pun yang akan menghubungkan seorang laki-laki sepertinya dengan seorang perempuan yang ada di malam itu.

Tidak apa-apa, semuanya pasti akan baik-baik saja.

Ruisha dengan putus asa mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Jantungnya berdebar kencang menyuarakan kekhawatiran.

*

Di bawah bangunan perumahan yang bobrok, sebuah limusin hitam mewah yang sederhana diparkir di persimpangan, menarik perhatian banyak orang.

Laki-laki yang keluar dari mobil itu mengenakan jas panjang, sosoknya begitu tegap dan mulia. Garis-garis yang terlihat di luar kacamata hitam itu tampak dingin dan sempurna.

Keberadaannya seakan tidak pada tempatnya jika dipadukan dengan lingkungan sekitar.

"Kamera pengawas di sana menangkap perempuan itu naik ke lantai empat pagi-pagi sekali."

Rheno menunjuk ke kamera di pinggir jalan. "Setelah diselidiki, kemungkinan besar perempuan itu masuk ke kamar 401 dan bermalam di sana."

Sambil ragu-ragu, dia menambahkan, "Penyewa kamar 401 adalah seorang pemuda."

Menghabiskan malam?

Aroma nasi menguar di udara di sekitar mereka, bercampur dengan bau tak sedap dari lingkungan yang sudah bobrok. Wajah Anzelo yang sudah tidak mengenakkan jadi makin terlihat muram.

Ternyata perempuan itu memiliki hubungan tidak jelas dengan laki-laki lain.

Kekesalan membuncah di lubuk hatinya, bahkan ada rasa jijik yang muncul.

Yang paling dibencinya adalah orang yang tidak tegas dan tidak setia pada hubungan mereka.

"Ayo."

Anzelo naik ke lantai atas dengan wajah muram dan tidak mengatakan sepatah kata pun.

Di dalam kamar 401, dengan busa kedap suara yang ditempelkan di dinding ruang kerja kecil itu, Ruisha duduk di depan komputernya, mendengarkan suara-suara yang keluar dari stereo dengan ekspresi serius.

Tumbuh dengan berpura-pura menjadi anak laki-laki membuatnya belajar memalsukan suaranya selama masa pergantian suaranya di kala dewasa. Secara tidak sengaja, dia menemukan bahwa dia sangat berbakat dan menjadi seorang pengisi suara yang hebat di bidang ini.

Apa yang dia dengarkan sekarang adalah sulih suara yang baru saja dia rekam. Dia berniat menyerahkannya kepada pihak yang bekerja sama dengannya setelah semuanya beres.

Lampu isyarat di atas meja menyala.

Sambil membuka pintu ruang kerja, dia mendengar ketukan di pintu depan.

Mengira pesanan makannya datang, Ruisha membuka pintu kamarnya dengan cepat tanpa berpikir panjang. Saat melihat sosok yang berdiri di ambang pintu, matanya langsung terbelalak. "Pak ... Pak Anzelo?"

Jantungnya hampir berhenti karena melihat kedatangannya.

Mengapa Anzelo ada di sini?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status