Share

Bab 6

"Evano."

Saat melihatnya, wajah Anzelo langsung berubah suram. Melalui gigi yang terkatup, dia bergumam, "Kamu penyewa rumah ini?"

Ruisha menegang, tak mampu berbicara. Dia hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan kaku.

Pada saat ini, dia hanya bisa bersyukur bahwa dia tidak sempat mengganti pakaiannya karena terburu-buru harus menyelesaikan pekerjaannya.

Namun, kenapa Anzelo bisa ada di sini?

Wajahnya juga terlalu menakutkan, tatapannya begitu tajam hingga bisa melukai siapa pun yang dilihatnya.

Rheno yang diam-diam berjaga tidak jauh dari situ pun menyadari kesuraman mengerikan di bawah mata laki-laki itu. Dia mendesah pelan.

Niat mematikan di dalam diri Anzelo sudah terbangkitkan.

Suasana pun berubah jadi sangat dingin.

Bahu Ruisha bergidik tanpa sadar, merasa seperti akan mati kedinginan karena tatapannya.

"Sayang, lagi ngapain, sih?"

Suara perempuan yang renyah dan manis terdengar dari belakangnya, terkesan intim dan ambigu. "Nyebelin! Berapa lama lagi kamu ingin aku menunggu? Cepat ke mari!"

Suara ini!

Pupil mata Anzelo menyipit karenanya.

Suara manis yang lembut itu terlalu mudah dikenali. Anzelo pun mengenalinya dalam sekejap.

Itu adalah perempuan terkutuk itu!

Tanpa sadar, dia ingin bergegas masuk dan menangkap perempuan lancang itu.

Belum sempat dia bergerak, dia tiba-tiba terdorong mundur dua langkah ke belakang.

Entah keberanian dari mana yang didapat Ruisha, dia mendorong Anzelo, kemudian menutup pintu dengan keras.

Pandangannya terhalang, mata Anzelo yang sudah sangat menakutkan terlihat makin garang, seakan mampu memakan manusia.

Ruisha menarik sudut mulutnya dan menunjukkan senyuman yang lebih buruk dari tangisan.

"Pak ... Pak Anzelo ...."

Rasanya Ruisha ingin sekali mencari celah di tanah dan bersembunyi di dalamnya.

Mengira kalau makanan pesanannya datang, jadi dia keluar tanpa sempat menutup pintu ruang kerja.

Stereo yang mahal itu memutar isi sulih suaranya dengan sangat jelas, memutarkan kalimat-kalimat yang ambigu.

Ruisha merasa seperti akan meledak karena malu. "Maaf ... maafkan aku ...."

Sialan.

Bagaimana mungkin dia lupa kalau iblis neraka ini sangat benci kalau ada orang yang mendekatinya.

Dia berani menyentuhnya, jangan bilang kalau lengannya nanti akan hancur!

"Buka pintunya!"

Anzelo menyela perkataan Ruisha.

Telapak tangan yang besar dan seperti penjepit besi itu hampir meremukkan bahu Ruisha. Badai berkumpul di bawah matanya yang gelap. "Bawa perempuan itu keluar!"

Ruisha kesakitan dan panik.

Tidak bisa.

Tidak boleh terungkap bahwa dia adalah seorang perempuan.

Ketika Ruisha masih tetap diam, kemarahan Anzelo meningkat. "Bawa dia keluar!"

Di dalam tidak ada siapa pun, siapa yang bisa diserahkan Ruisha?

Ruisha menggigit bibirnya keras-keras, kekesalan pun muncul akibat rasa takut yang dia rasakan.

"Pak Anzelo, ini sudah lewat jam kerja dan ini rumah saya."

Dia mengumpulkan keberaniannya dengan kembali berkata, "Pacar saya lagi nungguin saya."

Pacar?

Napas Anzelo tersengal dan matanya menatap tajam ke sisi depan,

"Pacar saya lagi nggak bisa bertemu dengan Pak Anzelo sekarang."

Ruisha mencoba menggunakan penjelasan yang lebih intim kali ini, "Kami sebagai pasangan seperti lem dan punya gairah. Pak Anzelo bisa mengerti itu, bukan?"

Anzelo tampak tidak terbujuk, hanya wajahnya saja yang makin berubah muram dan mengerikan.

Lagi nggak bisa? Kenapa nggak bisa?

Dengan terdengarnya suara barusan, apa lagi yang tidak dipahami Anzelo?

Sepertinya dia sudah mengganggu hal menyenangkan yang keduanya lakukan.

Rheno memalingkan pandangannya.

Evano terlihat jujur, patuh dan bersih, tetapi ternyata dia begitu bergairah.

Hari bahkan belum gelap.

Perasaan Anzelo sangat campur aduk saat ini.

Dia adalah orang yang gila akan kebersihan, paling benci dengan orang yang suka menjalin hubungan sembarangan dan tidak tulus dalam suatu hubungan. Namun, sekarang dia berubah menjadi orang ketiga dalam hubungan antara Evano dan pacarnya.

Bahkan jika dia dijebak oleh seseorang, dia tetap saja merasa bersalah.

Kenangan malam itu melayang di benaknya. Dia tiba-tiba merasa sangat mual dan makin membenci perempuan itu karena telah membuatnya jatuh ke dalam situasi ini.

Dia bahkan mulai curiga bahwa dia salah dengar.

Di dunia ini ada beberapa orang yang terlihat mirip. Tidak mengherankan jika mereka juga memiliki suara yang mirip, bukan?

Malam itu dia berada dalam pengaruh obat perangsang, jadi bisa saja dia salah ingat.

Jantungnya berdegup kencang dan wajahnya menjadi lebih menakutkan.

"Pak Anzelo."

Ruisha menelan ludah dengan susah payah dan berkata dengan hati-hati, "Apa Bapak masih punya hal lainnya? Pacar saya masih menunggu saya di dalam ...."

Dia berpura-pura menunduk malu-malu, "Sudah jam segini, dia pasti lapar."

Dia berlagak persis seperti pacar yang baik, yang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga di siang hari dan melakukan hubungan panas di saat malam.

Situasi ini membuat perasaan Anzelo makin rumit.

Ruisha sangat kurus. Untuk menyembunyikan identitasnya, dia mengenakan pakaian yang longgar dan kampungan, memberikan kesan kalau dia adalah laki-laki kurus.

Anzelo merasa tidak nyaman. "Kamu secinta itu kepadanya?"

Kata-kata itu sangat tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter seorang Anzelo, bahkan Ruisha pun sampai tertegun.

"Ten ... tentu saja."

Dia menjawab dengan hati-hati, "Aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengannya. Sekarang dia benar-benar nggak bisa keluar, aku ingin Pak Anzelo menghormati itu."

Karena orang itu adalah dirinya.

Bodoh.

Apa dia tahu kalau perempuan itu diam-diam merangkak naik ke atas ranjang laki-laki lain?

Anzelo merasa miris sekaligus menyedihkan. Dia menatap dingin ke arah pintu kamar yang tertutup, seolah-olah dia akan menendangnya di detik berikutnya.

Dia bertanya, "Bagaimana kalau aku nggak mau?"

Nggak mau apa?

Nggak mau menghormatinya?

Ruisha mengepalkan tinjunya kuat-kuat. Dia bisa mendengar detak jantungnya yang keras dengan sangat jelas.

Kebohongannya terbongkar begitu saja.

Jika Anzelo memaksa, kemana dia akan mencari sosok pacar yang dimaksud Anzelo?

Dia gemetar karena gugup, wajahnya bahkan terlihat lebih pucat di balik poni tebalnya. Namun, kakinya berdiri terpaku di ambang pintu, menolak untuk beranjak.

Saat ini, dia seperti belalang sembah yang bodoh.

Dia saja sudah sangat ketakutan, kenapa masih melindungi perempuan itu. Apa itu sepadan?

Anzelo bahkan berpikir buruk. Setelah mengetahui perempuan seperti apa yang dia pacari, apakah Evano akan menyesal telah melindunginya sampai seperti ini?

Lebih baik meminta perempuan itu berkata kepada Evano kalau dia sudah berselingkuh.

Anzelo mengangkat tangannya.

Mata Ruisha membelalak dan pikirannya kosong saat telapak tangan Anzelo menangkup dagunya.

Kulit Ruisha sangat lembut dan halus, seperti tahu.

Sekali dorong, tahu itu akan hancur dan terlepas dari jari-jarinya.

Anzelo terpaksa harus meringankan tekanannya. Melihat pipi yang terjepit, serta bibir yang mengerut, tatapan Anzelo menjadi makin dalam.

Ruisha melihat simpul seksi di tenggorokan Anzelo. Kemeja putih yang dia kenakan memperlihatkan garis-garis ototnya yang kencang.

Tidak ada yang tahu lebih baik daripada Ruisha betapa sempurnanya tubuh Anzelo, betapa panasnya tubuhnya, betapa kuatnya pinggang rampingnya dan bagaimana otot-ototnya ditutupi lapisan tipis keringat ketika mereka saling mengejar kepuasan.

Wajah Ruisha memerah dan matanya berair. Dia berbisik pelan, "Pak Anzelo?"

Laki-laki itu menjawab pelan, "Hmm?" Suara serak yang terdengar sangat menggoda.

"Itu ... apa ada yang lain?"

Menatap lurus ke arah bibirnya yang tipis, Ruisha tidak tahu apa yang dia katakan dan terus mengoceh, "Saya ... pacar saya ... masih menunggu saya di dalam. Apa Bapak lapar?"

Anzelo memejamkan matanya dan melepaskan tangannya.

Apa yang sedang dia lakukan?

Dia benar-benar ingin mencium seorang laki-laki?

Laki-laki ini bukan hanya bekerja sebagai bawahannya saja, tetapi juga sudah punya pacar! Dia juga mungkin bukan orang yang punya niat tulus ....

Benar-benar gila!

Matanya kembali tertuju pada pintu ruangan dan dia berbicara dengan dingin, "Rheno."

"Ya, Pak Anzelo."

Rheno mengerucutkan bibirnya dan menggulung lengan kemejanya.

Dengan satu perintah dari Anzelo, dia akan segera menendang pintu kayu tipis yang bobrok ini.

Jantung Ruisha berhenti berdetak, bahkan tubuhnya sudah menegang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status