Anzelo tidak peduli siapa yang disukai Ruisha.Mencoba meyakinkan dirinya sendiri, Anzelo bertanya dengan suara dingin, "Kenapa kamu berpakaian seperti laki-laki?"Ruisha tidak berani menyembunyikannya lagi dan menjelaskan apa yang terjadi dengan bisikan pelan."Dan siapa namamu?""Ruisha Sandiaga. R, u, i, s, h, a. Ruisha."Suara palsunya begitu mulus. Dengan mata terpejam, tidak ada yang bisa menyangka bahwa suara laki-laki yang indah ini adalah milik seorang gadis.Anzelo yang mendengar itu menjadi sedikit tenang. Dia kembali bertanya, "Kenapa suaramu begitu?"Ruisha menjawab jujur, "Itu suara palsu.""Angkat kepalamu." Anzelo melanjutkan, "Katakan sesuatu dengan suara aslimu."Merasa ada yang tidak beres, Ruisha menatapnya dengan gugup. "Pak Anzelo, suara asli saya sepertinya nggak ada hubungannya dengan semua ini, bukan?""Kenapa? Suaramu sangat jelek, jadi kamu nggak mau bicara?"Anzelo mengejek, "Kamu saja berani datang ke perusahaan dengan menyamar sebagai laki-laki, apa lagi y
Linda begitu memusuhi Ruisha. Ruisha yang tidak ingin membuat keributan berpura-pura tidak mendengarnya.Sebaliknya, sikap ini malah membuat Linda makin marah. Dia mengulurkan tangan untuk menghalangi jalannya. "Evano! Jangan pikir kamu yang sudah jadi asisten, jadi meremehkan orang lain. Orang sepertimu cuma beruntung. Cepat atau lambat, kamu pasti akan dibuang sama Pak Anzelo!""Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini."Ruisha mengerucutkan bibirnya dan menatapnya, lalu berkata dengan lembut, "Kalaupun suatu saat nanti aku dibuang, sekarang aku masih asisten pribadi Pak Anzelo.""Kamu!" Linda menjadi sangat marah setelah mendengar jawabannya.Dia sudah mengidamkan posisi itu sangat lama. Bahkan jika tidak bisa mengalahkan Lucy, dia tidak pernah menyangka posisi itu akan direbut oleh seorang pegawai biasa sepertinya.Dia sudah memendam kemarahan ini cukup lama dan mengira bahwa Evano adalah orang yang bisa dia tindas dengan mudah.Namun, dia tidak menyangka bahwa ada sebongkah batu y
Pupil Ruisha tiba-tiba melebar saat dia menatap taring berbisa di depannya, tidak bisa berkata-kata.Tubuhnya membeku di tempat.Reaksinya yang seperti ini malah menghibur Austin. "Bagaimana? Kesayanganku lucu nggak?"Psikopat!Dia menyebut ular berbisa sebagai kesayangan?Nyawa seseorang dipertaruhkan di sini!Wajah Ruisha berubah pucat, tidak berani menggerakkan ototnya karena takut ular berbisa itu akan langsung menggigitnya.Namun, lengannya juga mulai terasa gatal saat sesuatu berdesir di lengan bajunya.Dengan tubuh tegangnya dia memutar matanya. Ternyata ada seekor laba-laba seukuran telapak tangan yang merayap ke bahunya dengan cepat. Kulit berwarna perpaduan hitam dan coklat tua bergerak pelan, terlihat menggelikan dan menakutkan.Ruisha mau gila rasanya."Perkenalkan."Austin berkata dengan suasana hati yang baik, "Ular taipan pedalaman, dengan bisa lima puluh kali lipat dari ular kobra, bisa membunuh dua ratus ribu tikus dengan sekali gigitan. Coba tebak, berapa kali ular it
"Pak ... Pak Anzelo."Ruisha menatap laki-laki itu dengan bingung, bibirnya sudah pucat karena ketakutan."Evano!" teriak Rheno saat melihat situasi di sini dan langsung bergegas mendekat.Ruisha mencoba untuk tersenyum, tetapi dia tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya. Hal terakhir yang dilihatnya sebelum pingsan adalah Anzelo menghantamkan tinjunya dengan keras ke wajah Austin.Sekali lagi, laki-laki itu menyelamatkannya.Saat ini, pandangan Ruisha benar-benar berubah hitam sepenuhnya."Kenapa heboh begini, Kak?"Menyeka darah dari sudut mulutnya, Austin tersenyum dan bertanya, "Kenapa kamu begitu peduli kepada seorang asisten rendahan sepertinya?"Mata itu, yang selalu menyeramkan dan penuh perhitungan, menatap dengan penuh telisik pada sosok Ruisha yang sudah tergeletak di lantai."Brengsek!"Anzelo menghalangi pandangannya dan menyapu darah di baju Ruisha. Matanya sudah sangat memerah.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menghantamkan tinjunya lagi. "Kalau sesuatu terjadi
Ketika Ruisha sadarkan diri, hari sudah berganti dan matahari sudah berada di atas kepala.Diana sangat terkejut. "Evano, akhirnya kamu bangun juga! Kamu bikin takut saja! Untung ular itu nggak berbisa. Pak Austin benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya bawa ular ke perusahaan!"Ruisha mengerjap dan menguatkan diri, tiba-tiba merasa ada yang salah.Saat ini, dia sudah mengenakan pakaian rumah sakit yang terasa longgar, bahkan korsetnya pun sudah tidak terpasang lagi.Wajahnya langsung pucat. Dia meraih selimut dan bertanya dengan datar, "Aku ... siapa yang membawaku ke rumah sakit? Pakaian yang ada di tubuhku ....""Hah? Oh ya, kamu belum tahu."Diana mengerjap, lalu menjelaskan, "Pak Anzelo yang membawamu ke rumah sakit. Kamar dan dokternya juga diatur sama Pak Anzelo. Harusnya Pak Anzelo juga minta bantuan perawat buat ganti bajumu."Ruisha juga mengerjap.Apa yang dilihatnya sebelum pingsan itu bukan ilusi?Anzelo benar-benar datang untuk menolongnya.Lalu ....Kenyamanan yang begitu
Apa jam tangan yang dimaksud adalah jam tangan yang tidak sengaja dia bawa pulang?Kenapa sekarang masalah itu diungkit lagi?Saat Ruisha tengah gemetar ketakutan, dia mendengar suara yang lebih keras dari dalam, "Ada sistem pemosisiannya? Lacak saja! Lacak sampai dapat!"Sistem pemosisian!Wajah Ruisha berubah pucat dalam sekejap.Bagaimana dia bisa sebodoh itu!Ya, normal saja kalau orang kaya punya alat berteknologi tinggi untuk menyempurnakan kemewahan mereka.Wajar jika jam tangan semahal itu dilengkapi dengan alat pelacak.Tidak. Ruisha tidak boleh sampai ketahuan!Hati Ruisha bergejolak. Dia sudah berbalik dan berniat untuk melangkah pergi. Namun, kakinya tersandung dan dia berpegangan pada dinding.Kartu itu jatuh dari tangannya dan menimbulkan suara benturan yang lantang.Menatap kartu itu, jantung Ruisha berhenti."Siapa?"Suara dingin dan tegas laki-laki itu terdengar. Saat mendengar ada gerakan di depan pintu, dia beranjak dan melangkah mendekati pintu.Ruisha tidak berani
perempuan cantik seperti apa yang tidak bisa didapatkan oleh seorang Anzelo?Apakah Ruisha pantas diperlakukan seperti ini?Anzelo tidak mengatakan apa-apa, hanya menatapnya dengan penuh arti.Akhirnya, dia hanya melambaikan tangannya dan berkata, "Bekerjalah dengan baik."Ruisha tidak memasukkan hal ini ke dalam hati, karena arloji yang memiliki sistem pelacak lah membuatnya lebih khawatir.Dia tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam dan pergi bekerja keesokan harinya dengan dua lingkaran hitam besar di bawah matanya.Baru pada siang hari, ketika semua rekan kerjanya pergi makan, Ruisha diam-diam mengeluarkan arloji yang dibungkus dengan hati-hati itu dari dalam tasnya.Sambil mengusap arloji itu dengan lembut melalui saputangannya, dia menghela napas dalam hati.Awalnya ....Dia ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan.Malam itu adalah kali pertama baginya. Meskipun tidak ada yang mengetahuinya, dia ingin menyimpan sesuatu untuk dijadikan kenangan.Dibandingkan dengan risiko keta
Melihat sekeliling, Clara tidak bisa menahan godaan dan mengambil jam tangan itu.Saat membalikkan badan jam tangan untuk melihat pelat jam, dia langsung terkesiap.Jam tangan ini adalah merek yang sama dengan jam tangan terakhir yang dikenakan Anzelo, bahkan lebih mahal dari jam tangan itu.Jam tangan ini hanya diproduksi sepuluh buah saja di dunia, dengan nomor seri eksklusif di bagian belakang pelat jam dan tidak dijual di pasaran.Jam tangan semahal itu ternyata diletakkan begitu saja di atas meja. Bisa dilihat seberapa kaya seorang Anzelo ini.Air liur Clara sampai hampir menetes. Dia tidak bisa menahan diri dan mengenakan arloji itu di pergelangan tangannya. Dia mencari sudut yang berbeda untuk mengambil banyak foto dan mengaguminya berulang kali. Gurat kekaguman bahkan terlihat jelas di matanya.Dia begitu asyik, sampai-sampai tidak menyadari bahwa pintu ruang presdir terbuka pelan."Siapa?"Pupil mata Anzelo menyipit, telapak tangannya yang besar mencengkeram pergelangan tangan