perempuan cantik seperti apa yang tidak bisa didapatkan oleh seorang Anzelo?Apakah Ruisha pantas diperlakukan seperti ini?Anzelo tidak mengatakan apa-apa, hanya menatapnya dengan penuh arti.Akhirnya, dia hanya melambaikan tangannya dan berkata, "Bekerjalah dengan baik."Ruisha tidak memasukkan hal ini ke dalam hati, karena arloji yang memiliki sistem pelacak lah membuatnya lebih khawatir.Dia tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam dan pergi bekerja keesokan harinya dengan dua lingkaran hitam besar di bawah matanya.Baru pada siang hari, ketika semua rekan kerjanya pergi makan, Ruisha diam-diam mengeluarkan arloji yang dibungkus dengan hati-hati itu dari dalam tasnya.Sambil mengusap arloji itu dengan lembut melalui saputangannya, dia menghela napas dalam hati.Awalnya ....Dia ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan.Malam itu adalah kali pertama baginya. Meskipun tidak ada yang mengetahuinya, dia ingin menyimpan sesuatu untuk dijadikan kenangan.Dibandingkan dengan risiko keta
Melihat sekeliling, Clara tidak bisa menahan godaan dan mengambil jam tangan itu.Saat membalikkan badan jam tangan untuk melihat pelat jam, dia langsung terkesiap.Jam tangan ini adalah merek yang sama dengan jam tangan terakhir yang dikenakan Anzelo, bahkan lebih mahal dari jam tangan itu.Jam tangan ini hanya diproduksi sepuluh buah saja di dunia, dengan nomor seri eksklusif di bagian belakang pelat jam dan tidak dijual di pasaran.Jam tangan semahal itu ternyata diletakkan begitu saja di atas meja. Bisa dilihat seberapa kaya seorang Anzelo ini.Air liur Clara sampai hampir menetes. Dia tidak bisa menahan diri dan mengenakan arloji itu di pergelangan tangannya. Dia mencari sudut yang berbeda untuk mengambil banyak foto dan mengaguminya berulang kali. Gurat kekaguman bahkan terlihat jelas di matanya.Dia begitu asyik, sampai-sampai tidak menyadari bahwa pintu ruang presdir terbuka pelan."Siapa?"Pupil mata Anzelo menyipit, telapak tangannya yang besar mencengkeram pergelangan tangan
Hati Clara langsung tercekat, "Seperti yang kamu tahu, malam itu ada yang memberiku obat perangsang. Kebetulan aku juga sedang flu. Dalam situasi seperti itu, wajar kalau suaraku terdengar berbeda."Clara terlihat malu-malu. "Itu pertama kalinya untukku. Rasanya sangat sakit ...."Anzelo gemetar.Dia memeriksanya dengan seksama setelah itu, tentu saja menyadari bercak merah di atas seprai. Itu bisa jadi bukti kalau itu memang pertama kali untuknya.Apa yang dikatakan Clara memang sangat masuk akal, tetapi dia masih tidak mau mempercayainya.Dia berkata dengan nada dingin, "Kalau begitu, aku ingin dengar kamu bicara dengan suara yang sama dengan malam itu."Clara menegang.Setelah itu dia mendengar ejekan Anzelo, "Itu suaramu sendiri. Kalaupun nggak bisa mirip sepenuhnya, setidaknya bisa sedikit mirip, bukan?"Tatapannya dingin dan berbahaya, seolah-olah bisa langsung menendang Clara keluar jika dia berani mengatakan tidak.Clara menjadi takut dan memaksakan sebuah senyuman. "Tentu saja
Anzelo menegang dan merasakan perasaan takut ketahuan yang tak bisa dijelaskan. Dia langsung mendorong Clara ke ruang tunggu yang ada di samping. "Masuk dan jangan bersuara."Clara juga merasa bersalah, takut akan ketahuan oleh Ruisha.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia bergegas masuk ke ruang tunggu dan bekerja sama dengan baik. Dia menyandarkan punggungnya ke pintu dan tidak berani bergerak."Masuk.""Pak Anzelo, ini ada rencana yang baru saja diubah."Ruisha menyerahkan berkas di tangannya dan melirik ke arah meja dengan kesan tidak sengaja.Saputangannya masih ada di sana, tetapi jam tangannya sudah tidak ada.Dia melirik sekilas ke arah Anzelo.Wajah laki-laki itu begitu dingin dan tidak terlihat ada yang tidak beres, seolah-olah menemukan kembali jam tangan itu tidak mempengaruhinya sedikit pun.Tidak tahu merasa lega atau kecewa, Ruisha menghembuskan napas pelan.Baguslah kalau laki-laki ini tidak menyelidikinya.Ruisha tidak perlu terus khawatir dia akan ketahuan.Mulai se
Ruisha mengangguk dan melangkah pergi. Anzelo duduk dengan tenang di kursinya, wajahnya dingin."Pak Anzelo."Clara berjalan keluar dengan langkah gontai dan berkata dengan rasa bersalah, "Maaf, barusan rokku tersangkut di pintu. Aku nggak sengaja bersuara ...."Tentu saja dia sengaja melakukannya.Karena Anzelo tidak ingat kapan terakhir kali mereka bertemu, dia berharap Anzelo tidak akan pernah mengingatnya.Lebih baik tidak mengaitkannya dengan Ruisha.Anzelo menatapnya dengan tatapan dingin, tetapi akhirnya tidak berkata apa-apa.Setelah keheningan yang tertahan, dia menulis sebuah cek dan menyodorkannya. "Aku akan meminta seseorang menyelidiki apa yang terjadi hari itu. Anggap ini sebagai kompensasiku untukmu.""Aku nggak butuh kompensasi."Clara mundur selangkah, air matanya berlinang. "Aku memang cuma seorang selebriti internet, tapi aku mendapatkan uang dengan cara yang bersih. Aku nggak jual diri."Dia terlihat keras kepala karena merasa dipermalukan.Enam belas miliar bukanla
"Itu temanmu?"Diana terkejut. "Jangan bilang itu pacarmu? Nggak disangka, ya, Evano. Ternyata kamu punya pacar kaya! Jangan lupakan kami kalau kamu jadi orang kaya, ya!""Pacar kaya apa?" Ruisha bertanya lagi, "Apa kamu salah orang?"Clara hanya seorang artis kecil, bahkan pengeluarannya lebih besar dari penghasilannya. Dia jauh dari yang namanya perempuan kaya. Bahkan kalau uangnya tidak cukup buat memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia juga sering pinjam uang kepadanya."Kacamata hitam merek C dan mengenakan jaket merah muda. Dia sangat modis. Bukankah dia orangnya?"Diana berkata, "Saat kembali dari makan siang, aku melihatnya masuk ke mobil Mercedes Benz, nomor platnya dipesan secara khusus lagi, ada angka 6 atau 8 kalau nggak salah. Apa yang begitu bukan orang kaya?"Ruisha bahkan lebih terkejut lagi.Dari penjelasan Diana, orang itu memang Clara. Akan tetapi, mana mungkin dia bisa naik mobil mewah bahkan dengan plat mobil khusus?Karena bingung, Ruisha memutuskan untuk menelepon Cl
"Nggak kebetulan, tuh."Ruisha mengantuk, "Aku kebangun.""Evano, terkadang orang nggak harus jujur-jujur amat kalau ditanya."Brandon tertawa seolah-olah baru mendengar lelucon. Setelah beberapa saat, dia kembali mengatakan, "Pak Anzelo terlalu banyak minum. Ke mari dan jemput dia."Ruisha pasrah dan terpaksa harus beranjak.Asisten pribadi tidak dibayar dengan cuma-cuma.Menuju ke sana sesuai dengan alamat yang diberikan Brandon, Ruisha berdiri di depan pintu dan mengirim pesan bahwa dia sudah sampai.Tidak ada gerakan di dalam ruangan. Dia berdiri dengan tenang di koridor sambil menunggu dan tiba-tiba ponselnya berdering."Clara! Kamu akhirnya meneleponku!"Ruisha menjawab dalam hitungan detik, "Dari mana saja kamu? Dicari nggak ketemu dan rekan kerjaku bilang kalau kamu naik mobil mewah. Apa yang terjadi?""Saat itu ada yang harus aku lakukan."Mata Clara berkilat. "Mobil itu punya orang yang lagi deketin aku.""Orang yang lagi deketin kamu? Kenapa aku nggak pernah dengar?""Jangan
Tidak, itu tidak mungkin.Pikiran itu sudah ditepis bahkan sebelum muncul di benak Ruisha.Bagaimana mungkin Clara terlibat dengan Anzelo?Di tempat seperti ibu kota, Mercedes Benz bisa ditemui dengan mudah, bahkan plat nomor seperti itu pun bisa dipesan secara khusus. Meskipun langka, bukan tidak mungkin untuk didapatkan.Itu hanya sebuah kebetulan."Evano?" tanya kepala pelayan.Ruisha baru menyadari bahwa dia sedang berdiri di pintu lift yang terbuka dengan Anzelo dalam pelukannya.Mata laki-laki itu juga terbuka, menatapnya dengan muram tanpa berbicara.Jantung Ruisha berdegup kencang. Dia tersipu malu, membantu laki-laki itu masuk ke dalam lift dan menjelaskan pelan, "Maaf, saya melihat Mercedes Benz yang nggak asing, jadi sedikit melamun."Keraguan melintas di wajah kepala pelayan.Mercedes Benz ini adalah hadiah yang diberikan Tuan Besar Abraham kepada Anzelo beberapa tahun yang lalu. Dia yakin bahwa ini adalah satu-satunya di seluruh ibu kota, bahkan di seluruh negeri ini.Ruis