Share

Bab 7

"Serahkan dokumen untuk besok kepadanya."

Setelah keheningan yang tertahan, Anzelo berkata dengan nada dingin, "Jangan sampai pekerjaan tertunda."

Hei?

Setelah keterkejutan singkat, Rheno akhirnya bereaksi.

Tanpa sedikit pun kerutan di wajahnya, dia bersikap profesional seperti yang biasa dia tunjukkan saat bekerja. "Evano, besok kamu akan pergi dinas bersama Pak Anzelo ke Kota Thamran. Apa ada tempat yang lebih nyaman untuk mendiskusikan hal ini secara detail?"

Ruisha mengerjap perlahan, otaknya menegang sejenak sebelum dia menyadari arti dari kata-kata itu.

Jadi, mereka datang hanya untuk memberitahunya bahwa dia akan pergi dinas keluar?

Melegakan sekaligus tidak masuk akal.

Apakah masalah sepele seperti itu sampai harus membuat Anzelo mendatanginya secara langsung?

Dia tentu saja tidak menolak untuk melakukan perjalanan bisnis.

Kamandjana Group sangat murah hati dalam memberikan tunjangan, tidak hanya dalam hal biaya perjalanan, tetapi juga tunjangan tambahan dan bonus.

Kemala membutuhkan banyak uang untuk pengobatan jangka panjang yang harus dia jalani untuk penyakitnya. Jadi, akan sangat menyenangkan kalau Ruisha bisa mendapatkan lebih banyak uang tambahan.

Melihat wajah tanpa ekspresi laki-laki itu saat hendak pergi, reaksi Ruisha bergerak lebih cepat daripada otaknya. Dia mengulurkan tangan dan menariknya. "Pak Anzelo."

Menatap wajah dingin laki-laki itu, dia menyadari bahwa dia telah menggenggam telapak tangan laki-laki itu.

Setelah sekali lagi melanggar pantangannya, Ruisha rasanya ingin menampar dirinya sendiri untuk sekali lagi. Dia tergagap, "Terima kasih, terima kasih atas kepercayaannya, Pak Anzelo. Saya akan melakukan tugas saya dengan baik."

Anzelo memiliki kekuatan penindas yang sangat kuat. Ketika dia melihat orang lain, dia bahkan membuat mereka tidak berani bernapas.

Setelah hening beberapa saat, dia berkata dengan nada dingin, "Aku harap begitu. Kamandjana Group nggak akan mempekerjakan pegawai yang nggak kompeten."

Setelah mengatakan itu, dia pergi dengan langkah cepat.

Rheno berkata, "Evano, Pak Anzelo berharap banyak darimu."

Apa sesusah itu mengatakan kalau dia menyukai etos kerja Ruisha?

Dia pasrah dan menjelaskan kepada Ruisha menggantikan presdirnya itu.

"Aku mengerti."

Ruisha berkata dengan serius, "Pak Rheno, aku akan bekerja keras."

Dia sebenarnya cukup berterima kasih kepada Anzelo.

Ruisha tumbuh dengan menjauh dari orang-orang, tidak bersosialisasi atau menunjukkan diri, melakukan banyak hal dalam diam.

Dia sudah terbiasa diabaikan, bahkan dikucilkan.

Hanya Anzelo yang tidak butuh agar dia menyendiri dan tidak bersosialisasi, yang melihat bakatnya yang mumpuni dan memberinya lebih banyak kesempatan.

Dia adalah atasan yang sangat baik. Merupakan suatu keberuntungan bekerja di bawahnya. Dia hanya perlu melakukan pekerjaan dengan baik.

Sayangnya, dia menyimpan terlalu banyak rahasia.

Ruisha menunduk dengan sedikit penyesalan di dalam hatinya.

*

Anzelo duduk di kursi belakang, sentuhan Ruisha barusan masih terasa di telapak tangannya.

Lembut dan sedikit dingin.

Mengapa tangan seorang laki-laki begitu kecil dan lembut?

Bahunya juga kurus. Karena diliputi kemarahan, barusan dia tidak menyadari bahwa tulang-tulang Ruisha begitu rapuh, seperti akan hancur jika dicengkeram dengan kuat.

Benar-benar tidak cukup kuat.

Seleranya terhadap perempuan juga tidak bagus.

Tatapan penuh kasih sayang dan malu-malu Ruisha terlintas di benaknya, membuatnya merasa terganggu.

Melalui jendela mobil, dia melihat keduanya menyelesaikan percakapan mereka dan Ruisha menaiki tangga menuju kamarnya.

Lampu otomatis menyala bersamaan dengan langkah kakinya, menerangi sosok rampingnya hingga dia menghilang di koridor lantai empat.

Ada sesuatu yang aneh sekaligus familier tentang hal itu.

"Pak Anzelo, sudah selesai."

Rheno masuk ke dalam mobil dan bertanya ragu-ragu, "perempuan itu ...."

"Selidiki lagi."

Anzelo mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke jok dan berkata dengan nada dingin, "Aku butuh bukti."

Rheno sedikit lega saat Anzelo tidak memperpanjang kemarahannya kepada Ruisha.

"Benar. perempuan itu sangat licik. Malam itu dia pasti datang dengan penuh persiapan."

Dia berkata, "Mungkin membuat kita mencurigai Evano juga merupakan hal yang dia sengaja."

Anzelo tidak mengatakan apa-apa dengan mata terpejam. Wajahnya yang sempurna dan dingin itu terpecah oleh cahaya dan bayangan, memberikan kesan buram.

"Evano memiliki hubungan yang baik dengan pacarnya."

Anzelo terlihat dingin, tetapi sebenarnya dia adalah bos yang sangat pemaaf selama batasannya tidak dilanggar.

Rheno menimpali dengan santai, "Dia masih pakai baju kerja, tapi mau masak buat pacarnya. Pintar sekali dia memanjakan pacarnya ...."

"Berisik."

laki-laki itu tiba-tiba membuka mulutnya dan nadanya begitu dingin, "Sesuka itu sama gosip? Haruskah aku mengirimmu ke Star Entertainment buat jadi paparazi?"

Rheno diam-diam menutup mulutnya.

*

Anzelo selalu bekerja dengan serius dan intens. Setelah tiba di hotel dan beristirahat sejenak, mereka pergi untuk menghadiri jamuan resepsi.

Kali ini, mereka datang ke sini untuk negosiasi teknologi energi baru di bawah bendera Kamandjana Group. Anzelo sampai turun tangan sendiri, yang membuktikan pentingnya proyek ini.

Ruisha, yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman di bidang ini sudah memegang materi saat berada di pesawat. Setelah turun dari pesawat, dia bahkan lebih sibuk mengatur semua hal untuknya.

Baru pada awal resepsi, dia bisa mengatur napas dan makan.

Di perjamuan, tidak ada yang memperhatikannya karena dia hanya seorang asisten. Semua orang menatap Anzelo.

Dia tampak seperti seorang tokoh hebat, duduk di sana dengan sedikit ekspresi dan tidak banyak bicara.

Akan tetapi, kehadirannya begitu kuat, membuat siapa pun mencoba mengamati raut wajahnya.

Kuat, dingin, tidak bisa dihancurkan dan mahakuasa.

Anzelo juga terbiasa dengan tatapan ini. Dia mengangkat alisnya pada saat bersulang. Ekspresinya ringan, tetapi tidak sombong, mengangkat gelasnya dan meminum minuman di dalamnya.

Kusuma mengangkat gelasnya, memanggilnya Pak Anzelo, lalu ikut minum.

Anzelo terlihat tidak bergerak, menunduk untuk menyembunyikan rasa lelah di bagian bawah matanya.

Saat itu, ada sedikit gerakan di sisinya.

Mengangkat kelopak matanya, ternyata asistennya menundukkan kepala sambil menarik tangannya dengan gerakan cepat.

Di depannya, tiba-tiba sudah ada semangkuk bubur teripang yang direbus dengan millet.

Saat disesap ....

Bubur millet yang kental tidak dingin atau panas. Perutnya terasa lebih hangat setelah meminumnya. Bahkan kelelahan yang dia rasakan sedikit mereda.

Anzelo menundukkan kepalanya tanpa jejak.

Dia adalah Anzelo, sosok yang sangat penting dan dikelilingi oleh berbagai macam orang. Namun, tidak ada siapa pun yang memberikan perhatian seteliti ini kepadanya.

Ruisha meletakkan mangkuknya. Dengan menggunakan alat makannya, Ruisha membantunya mengambilkan makanan.

Makanan yang dia ambil sesuai dengan selera Anzelo.

Setelah memakannya sedikit, rasa tidak nyaman karena meminum alkohol menghilang dan perutnya terasa lebih baik.

Sebagai asisten pribadi, ternyata kinerja Ruisha lebih baik dari yang Anzelo harapkan.

Selama dia bekerja dengan disiplin dan tidak menyinggung perasaannya, Anzelo tidak keberatan untuk terus mempekerjakannya.

Alis tajam laki-laki itu tampak sedikit melunak di bawah cahaya temaram ruangan.

Ruisha tidak menyadari akan hal ini.

Setelah berlarian sepanjang hari, dia tahu seberapa keras laki-laki itu bekerja.

Saat banyak orang berbaris untuk bersulang, dia berbisik kepada Anzelo, "Pak Anzelo, bagaimana kalau saya ganti botol anggurnya?"

Dia ingin menukar anggur dengan air putih.

Dia mendekat saat berbicara. Anzelo mencium aroma manis yang terasa sangat familier baginya.

Kenangan malam itu dan raut wajah Ruisha saat membicarakan pacarnya muncul di benak Anzelo. Kerutan di alisnya yang baru mengendur pun kembali menegang.

"Perhatikan batasanmu."

Anzelo mencemooh dengan nada rendah, "Siapa yang memberimu keberanian untuk melakukan itu?"

Kenapa Evano memilih untuk jatuh cinta pada perempuan seperti itu.

Bodoh.

Benar-benar bodoh.

Wajah Anzelo masih terlihat muram, lalu dia menyesap minuman dalam gelasnya ketika ada yang datang bersulang.

Ruisha duduk tegak dengan kikuk.

Benar-benar terlalu banyak ikut campur.

Mana mungkin karyawan kecil sepertinya punya hak buat memedulikan seorang Anzelo?

Dia terlalu temperamental.

Lebih baik dia melakukan pekerjaannya dengan baik dan tidak perlu memedulikan raja iblis itu!

Sudah membuat keputusan, Ruisha menunduk dan bergeser ke samping setelah makan, mengirim pesan kepada Clara.

Clara adalah seorang model yang melarikan diri ke Kota Thamran untuk beristirahat setelah meminta Ruisha menggantikannya datang ke kencan buta.

Setelah tahu Ruisha akan pergi ke Kota Thamran, Clara sangat bersemangat dan tidak sabar untuk mengajaknya bertemu.

Ruisha terlalu fokus berkirim pesan, tiba-tiba pundaknya ditepuk.

Setelah beberapa saat berlalu, terlihat jelas kalau semua orang sudah banyak minum.

Kusuma yang berdiri di depannya sangat mabuk. Saat melihat sebagian wajah Ruisha, matanya berkilat karena takjub.

Dia mengulurkan tangan dan hendak mencium bahunya. ''Evano? Kenapa duduk di sini sendirian dan tidak minum bersama kami? Apa kamu meremehkan kami?"

Matanya menatap dengan penuh telisik, membuat Ruisha merasa tidak nyaman.

"Saya nggak terbiasa minum."

Ruisha mengelak dengan menundukkan kepalanya, terlihat seperti orang aneh. "Jadi, saya nggak akan merusak kesenangan kalian."

"Kamu bisa belajar kalau nggak bisa."

Kusuma masih terus membujuk, "Laki-laki dewasa macam apa yang nggak bisa minum? Laki-laki sejati harus banyak minum. Ayo, ayo, minum denganku."

Dia dengan paksa menarik tangan Ruisha, jari-jari pendeknya yang tebal mengangkat dagunya secara paksa.

"Evano terlihat lebih baik dari seorang gadis. Kenapa kamu menunduk terus?"

Kusuma mengusap punggung tangannya tanpa ragu, lalu berkata dengan cabul, "Aku suka sama anak muda yang cantik. Kenapa kamu malah jadi seorang asisten? Bagaimana kalau kamu main sama aku saja?"

Bulu kuduk Ruisha berdiri dan dia hampir muntah di tempat.

Dia menepis tangannya secara refleks. "Pak Kusuma, saya ini laki-laki! Tolong jaga sikap Bapak!"

Tepisan tangan yang tajam terdengar. Tangan putih dan gemuk Kusuma pun memerah.

"Aku nggak akan peduli kalau kamu bukan laki-laki." Raut wajahnya berubah muram, lalu dia melanjutkan, "Sial, beraninya kamu tidak peka!"

Dia memang menginginkan anak laki-laki muda dan cantik.

Namun, dia tidak bercermin terlebih dahulu apakah dia layak atau tidak.

Ruisha makin ingin muntah. Matanya tanpa sadar mencari sosok yang bisa dipercaya.

"Cari Pak Anzelo? Dia keluar buat jawab telepon."

Kusuma mencibir, "Bahkan kalau dia ada di sana, apa menurutmu dia akan peduli padamu? Pak Anzelo menginginkan teknologiku. Ini terkait dengan proyek besar Kamandjana Group yang bernilai ratusan miliar ...."

Dia berkata dengan nada menghina, "Kamu pikir dia akan rela menyinggung perasaanmu hanya demi menolongmu?"

Dia sudah sejak tadi memperhatikan kalau Anzelo tidak memedulikan Evano. Anzelo tidak menganggap Evano di matanya rupanya.

"Buat aku bahagia, dengan begitu aku akan mengatakan hal yang baik tentangmu di depan Pak Anzelo."

Kusuma mengulurkan tangan lagi. "Kalau menyinggung perasaanku, kamu nggak akan bisa mempertahankan pekerjaanmu di Kamandjana Group."

"Di sini ada banyak orang, aku juga nggak mungkin melakukan hal aneh kepadamu. Sini, biarkan aku memelukmu."

Tangannya yang menjijikkan makin mendekat dan mata Ruisha memerah.

Bagaimana mungkin Anzelo mengacaukan proyek ratusan miliar hanya demi seorang pegawai kecil sepertinya?

Jika dia kehilangan pekerjaannya di Kamandjana Group, lalu bagaimana dengan nasib ibunya?

Jelas-jelas lengan dan kaki Ruisha bebas, tetapi dia merasa seolah-olah ada rantai tak terlihat dan berat yang mengikatnya di sini, membuatnya putus asa dan kesakitan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status