Share

Bab 2

Ruisha adalah seorang perempuan, tetapi berdandan seperti laki-laki untuk menggantikan identitas Evano Sandiaga, kakaknya.

Ruisha adalah seorang yatim piatu.

Saat berusia satu tahun, dia diadopsi oleh orang tuanya, Keluarga Sandiaga, yang telah kehilangan putra mereka.

Kemala, ibu Ruisha kehilangan putranya dan mentalnya terganggu. Setelah mencoba melakukan bunuh diri beberapa kali, Burhan, ayah Ruisha membawa pulang Ruisha, yang memiliki tahi lalat kecil di ujung hidungnya, sama dengan Evano. Dia berbohong kepada Kemala dan berkata kepadanya kalau Ruisha adalah putra mereka, Evano.

Keadaan Kemala membaik dan Ruisha menjadi Evano sejak saat itu, bersembunyi dari semua orang dengan menjalani kehidupan yang sederhana dan suara yang dibuat-buat.

Sampai dia bergabung dengan Kamandjana Group, Kemala berada dalam kondisi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Pekerjaan di Kamandjana Group sangat penting bagi Ruisha. Ruisha yang sangat takut mendapat masalah, menerima teguran itu dengan patuh.

Rheno belum pernah bertemu dengan orang yang tidak punya emosi seperti ini, yang benar-benar penurut.

Dia mengamati Ruisha dengan cermat dan menyadari bahwa sebagian tempat di wajah Ruisha di balik rambut dan kacamatanya sangat bersih.

Kulitnya lebih halus dan putih dari seorang gadis, bibirnya berwarna merah muda dan hidungnya mancung. Jika bukan karena suaranya yang persis seperti anak laki-laki, akan sangat sulit untuk membedakan jenis kelaminnya.

Nada suara Rheno sedikit melunak, "Temui aku di kantor kalau sudah selesai."

*

Ruisha tidak berani menunda dan bergegas ke Permata Indah dengan membawa barang-barang yang diperintahkan.

Begitu kakinya berjalan menuju tempat yang diberitahukan oleh Rheno, perasaan familier itu makin terasa.

Saat mengetuk pintu, kepala Ruisha meledak dengan konfirmasi penuh.

Laki-laki yang berhubungan seks dengannya semalam adalah orang yang paling dicari di seluruh Asia, presdir Kamandjana Group yang masuk dalam daftar Forbes di usia dua puluh delapan tahun, Anzelo Kamandjana.

Ruisha membeku di tempat, jari-jarinya mencengkeram tas berwarna hijau dan putih di tangannya dengan erat.

Kemarin malam dia ternyata tidur dengan atasannya yang begitu terkenal itu?

Sudah menunggu lama dan tidak mendengar jawaban, Anzelo yang sudah tenggelam dalam kemarahan pun bertanya dengan wajah lebih muram dari sebelumnya, "Mana bajunya?"

"Hah?"

Ruisha yang terkejut membuka mulutnya dan membeku di tempat.

Suasana hati Anzelo menjadi makin buruk. Dia kembali bertanya dengan kejam, "Aku nggak ingat Kamandjana Group mempekerjakan pegawai dengan gangguan mental dan penyandang disabilitas."

Dia bahkan tidak melirik Ruisha lagi saat mengatakan itu.

Setelah kejadian yang tidak disengaja kemarin, dia terbangun tanpa mengenakan sehelai benang pun, ditemani tempat tidur yang berantakan dan jejak menghilangnya perempuan lancang itu.

Yang bisa dia ingat hanyalah betapa menyentuhnya suara manis dan rapuh perempuan itu saat sedang terisak, betapa menawannya aroma manis dari tubuhnya dan betapa cocoknya tubuh indahnya untuknya ....

Pada saat kegilaan itu mencapai puncak, suara itu hancur berkeping-keping, membuat hatinya merasakan perasaan yang berbeda.

Menyadari apa yang muncul dalam pikirannya, wajah Anzelo berubah dingin. "Kamandjana Group nggak butuh karyawan yang nggak berguna."

Ruisha bergidik.

Ibunya baru saja sembuh, dia tidak boleh dipecat!

Sambil menyerahkan pakaian dengan wajah pucat, dia meminta maaf dengan suara fals, "Maaf, Pak Anzelo."

Anzelo tidak mau repot-repot mendengarkan perkataannya dan tidak mengambil tas itu.

Sambil menyapu pandangannya ke arah tempat tidur yang berantakan, wajahnya cemberut dan dingin. "Geledah ruangan ini dengan hati-hati, jangan menyisakan satu sudut pun."

"Temukan perempuan itu."

Suaranya dingin dan membekukan. "Aku nggak akan pernah melepaskannya."

Dia memiliki status tinggi untuk waktu yang lama, jadi memiliki aura yang kuat. Aura mematikan yang terselip dalam suaranya tidak memiliki celah dan sangat indah.

Ruisha gemetar ketakutan dan bersyukur dalam hati.

Dia selalu dandan layaknya laki-laki dan memiliki potongan rambut pendek. Kemarin, setelah melakukan kencan buta untuk menggantikan Clara, dia juga harus menandatangani kontrak pengisi suara. Jadi, dia menggunakan pakaian perempuan dan memakai wig.

Perbedaan dandanan laki-laki dan perempuan yang dia lakukan terlalu besar, jadi tidak mudah ditebak.

Anzelo tidak peduli dengan reaksi dari pegawai kecil seperti Ruisha dan berbalik ke kamar mandi.

Tidak lama kemudian, terdengar suara gemercik air yang jernih dari dalam sana.

Dia benar-benar pergi mandi?

Kamar mandi hotel terbuat dari kaca buram. Sosok laki-laki yang tinggi dan sempurna itu terlihat dan terpampang nyata.

Melihat itu, wajah Ruisha langsung memerah. Dia memejamkan matanya dengan keras, jantungnya berdebar kencang.

Makin dia tidak ingin melihat, pikirannya malah makin mengingat kejadian semalam. Anzelo memiliki tubuh yang proporsional. Otot-ototnya terpahat dengan sempurna, simpul tenggorokannya terlihat sangat seksi saat dia berada dalam pergolakan emosi yang intens.

Pikiran kotor apa yang sedang Ruisha bayangkan!

Ruisha menampar wajahnya yang memerah keras-keras, membuat manik-manik di tangannya bergoyang-goyang.

Wajahnya berubah muram untuk sesaat.

Tiba-tiba, suara gemercik air di kamar mandi berhenti.

Laki-laki itu memberi perintah dengan nada dingin, "Baju!"

Ruisha membeku.

Memikirkan tekanan yang begitu kuat, dia tidak berani berpikir dua kali dan langsung mengambil tas itu, menyerahkannya melalui pintu. "Pak Anzelo, ini bajunya."

Keduanya sama-sama laki-laki, kenapa pegawainya ini bersikap begitu?

Malu-malu seperti sedang dimanfaatkan saja.

Anzelo mengerutkan kening. "Bawa masuk."

"Sepertinya nggak etis, Pak ...."

Ruisha masih mencoba menolak, "Pak Anzelo, tolong diambil saja. Saya ...."

Anzelo yang sedang dalam suasana hati yang sangat buruk pun mencibir, "Lakukan apa yang diperintahkan, kalau nggak, kamu bisa pergi."

Hati Ruisha langsung bergidik saat dia menyadari bahwa laki-laki di hadapannya bukanlah laki-laki yang bisa dia bantah.

Dengan kaku, dia melangkah masuk ke dalam kamar mandi yang beruap, menatap lantai lekat-lekat dan tidak berani mendongak ke atas. "Pak ... Pak Anzelo."

Dia bersikap seperti sedang menghadapi binatang buas.

Kenapa laki-laki dewasa bersikap lembek seperti itu!

Anzelo mendengus pelan, tiba-tiba kehilangan minat untuk mempersulitnya.

Dia menarik tas di tangan Ruisha. "Keluar."

Ruisha menghela napas lega dan langsung berbalik.

Angin sepoi-sepoi berhembus saat tubuh Ruisha berbalik, meninggalkan aroma manis di hidung Anzelo. Seketika, kenangan semalam kembali muncul.

Tatapan Anzelo membeku dan dia berteriak, "Berhenti!"

"Berbaliklah!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status