Danurwenda, pendekar muda yang sedang menanjak namanya dihadapkan pada pembunuhan berencana yang menjebak dirinya. Di saat sedang berjuang memulihkan nama baiknya, Danurwenda terlibat jalinan asmara dengan seorang putri senapati yang ternyata menyimpan sebuah rahasia. Bagaimana cara Danurwenda membersihkan namanya? Lalu rahasia apa yang ada pada putri senapati? Cover : buatan sendiri menggunakan ibis paint x. Simak kisahnya.
View MoreSeekor kuda tampak berlari melintasi jalan yang membelah belantara rimbun. Di atas hewan tunggangan ini, seorang lelaki setengah baya agak berdiri mengapit punggung kuda jantan tersebut. Kedua tangannya menggenggam erat tali kekang.
Wajahnya menyiratkan kecemasan. Keringat sebesar biji jagung menetes di dahi. Dia tampak terburu-buru. Bukan karena dikejar waktu, tetapi sedang menyelamatkan diri dari kejaran beberapa orang yang memburunya.
Sementara itu, tiga orang yang wajahnya ditutupi topeng terbuat dari kayu tipis, berkelebat dari pohon ke pohon menggunakan ilmu meringankan tubuh. Mereka mengejar si penunggang kuda.
Dua orang di kanan dan satu lagi di kiri jalan. Hebatnya, meski kuda berlari begitu kencang, mereka bertiga mampu mengejar bagaikan elang yang terbang sambil meliuk-liuk.
Ketika jaraknya sudah semakin mendekat, sekitar lima tombak lagi bisa mengejar si penunggang kuda. Salah satu orang bertopeng melemparkan senjata berupa anak panah berukuran kecil.
Syutt!
Namun, naluri si penunggang kuda cukup kuat juga. Dia merundukkan badan, maka lewatlah senjata kecil itu hanya menemui tempat kosong.
Syutt!
Sekali lagi serangan datang dari sebelah kanan. Si penunggang kuda merebahkan badannya ke sebelah kiri punggung kuda. Selamat lagi untuk kedua kalinya.
Akan tetapi serangan terus berlanjut. Dalam situasi seperti itu tentu saja si penunggang kuda tidak bisa bergerak bebas. Selain menyelamatkan diri, juga harus mengendalikan kuda dan menjaga barang penting yang dibawanya di balik baju.
Sampai suatu ketika akhirnya tiga orang bertopeng kayu memilih untuk melukai hewan tunggangannya.
Syutt!
Cepp!
Anak panah kecil itu tepat mengenai paha kanan kaki depan. Tak ayal lagi kuda ini langsung tersungkur.
Sementara si penunggang kuda sudah waspada. Sebelum kudanya terjungkal dia sudah melenting ke atas setinggi dua tombak dari punggung kuda. Dia lalu bersalto satu kali guna menyeimbangkan diri.
Begitu mendarat di tanah, posisinya sudah dikepung tiga orang bertopeng yang kini sudah menggenggam senjata masing-masing berupa golok.
Kejap berikutnya tiga serangan beruntun memburu si penunggang kuda ke tiga titik berbahaya pada tubuhnya. Namun, lelaki setengah baya ini mampu menghindari ketiganya dengan sekali berkelit.
Sayangnya si penunggang kuda tidak membawa senjata yang bisa melindungi dan mungkin bisa menyerang balik. Sehingga dia lebih banyak menghindar saja.
Tetapi tentu saja hal itu tidak bisa bertahan lama. Selain karena tenaganya yang mulai menurun, gerakannya juga melambat. Akibatnya senjata lawan berhasil menggoreskan luka di kulitnya.
Srett!
Meski tipis, tapi terasa perih karena bercampur keringat dan ini sangat menggangu konsentrasinya. Akhirnya sabetan demi sabetan menghujani badannya.
Darah menetes dari luka-lukanya yang menguak. Pandangan lelaki setengah baya ini mulai kabur, kepalanya juga terasa berat.
Sementara tiga orang bertopeng ini sepertinya tidak mau memberi ampun. Mereka memang berniat menghabisi si penunggang kuda.
Namun, di saat-saat genting seperti itu tiba-tiba satu sosok berkelebat cepat bersama sebuah pukulan jarak jauh yang terbentuk dari kumpulan tenaga dalam.
Wutt!
Blasss!
Tiga golok yang hampir menebas leher, dada dan perut terpental kembali bagaikan menghantam dinding tak kasat mata.
Seorang pemuda tampan tampak sudah merangkul si penunggang kuda yang hendak roboh karena kelelahan.
"Danurwenda!" seru salah seorang bertopeng kayu.
"Berani sekali kau ikut campur!" maki yang lainnya.
"Gawat, kita menghadapi lawan yang tangguh!" bisik yang satunya lagi.
Danurwenda tampak tenang saja mendudukkan si penunggang kuda ke pinggir jalan. Dia belum melakukan apa pun ketika tiga orang bertopeng menyerbunya.
Namun, begitu satu jangkauan lagi senjata mereka menemui sasaran.
Plakk!
Tiga senjata mereka terlepas dari genggaman. Wajah ketiganya seketika pucat.
"Edan, gerakannya sangat cepat sekali!" ujar salah seorang bertopeng.
"Benar, padahal tadi dia masih membelakangi kita!" sahut yang lain.
"Mau main curang, hah!" hardik Danurwenda.
Danurwenda seorang pendekar muda yang memiliki tubuh gagah ideal. Tidak terlalu kekar, juga tidak kurus. Bentuk wajah yang lonjong dengan garis sempurna membentuk pesona yang memikat kaum wanita.
Tiga orang bertopeng pantang menyerah, mereka kembali menyerang Danurwenda. Namun, permainan jurus mereka dapat diimbangi si pendekar muda yang asal-usulnya cukup misterius ini.
Di dunia persilatan tidak ada yang tahu dari mana Danurwenda berasal. Orang tua, guru dan dari perguruan mana lahir sebagai pendekar, belum ada yang tahu.
"Kepung tiga arah!" ucap salah seorang bertopeng.
Sekarang mereka lebih ke penasaran ingin menjajal kemampuan pendekar muda tersebut.
"Kenapa cuma tiga, bukannya ada delapan arah?" Danurwenda masih bisa bersikap konyol dengan raut wajah seperti linglung. Kini dia diserang dari tiga arah. Kadang datang secara bersamaan, ada pula menyerang dengan cara bergantian.
Walaupun demikian ternyata si pemuda masih mampu mengimbangi tiga lawannya. Jurusnya selalu tidak mudah ditebak.
"Kau tahu jurusnya yang ini?" tanya salah seorang bertopeng kepada temannya ketika mereka saling bertukar tempat.
"Seperti kata orang, jurusnya tidak bisa dikenali!" jawab temannya sambil berpindah tempat, lalu dia memberi isyarat kepada temannya dengan kedipan mata.
Maka lawan yang berada di belakang dengan cepat melemparkan senjata rahasia anak panah kecil ke arah leher Danurwenda.
Wutt!
Tepp!
Senjata tersebut terjepit di antara dua jari tangan Danurwenda yang bergerak cepat ke belakang begitu merasakan ada kesiur angin menerpa lehernya.
Si pemuda tersenyum tipis sambil mengacungkan dua jari yang menjepit senjata itu. "Mau curang lagi?"
"Jurus Jepitan Jari Dewa, ternyata bukan omong kosong!" seru si topeng yang melemparkan senjata tadi.
Hebatnya lagi, sekejap kemudian senjata itu meluncur balik ke arah si pemilik. Kontan saja dia tak bisa menghindar karena saking cepatnya luncuran senjata tersebut.
Crepp!
"Ukh...!"
Anak panah kecil ini tepat menancap di tengah-tengah kening. Si topeng yang satu ini langsung roboh.
Dua temannya terkejut bukan main. Nama besar Danurwenda memang bukan cuma isapan jempol belaka. Namun, sepertinya mereka belum putus asa.
"Kurang ajar, terima pembalasan kami!" teriak si topeng di sebelah kanan.
"Aku kira kalian yang akan menyusul dia!" balas Danurwenda. Pertarungan pun berlanjut.
Dalam satu kesempatan, dua orang bertopeng berhasil memungut kembali senjatanya lalu segera digunakan untuk menyerbu Danurwenda.
Seperti tadi, mereka akhirnya merasakan Jurus Jepitan Jari Dewa. Ujung golok mereka terjepit jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan Danurwenda tanpa tergores sedikit pun.
Lebih terkejut lagi keduanya tidak bisa melepaskan senjata masing-masing dari jepitan tersebut.
"Edan, kuat sekali!" Si topeng satu kerahkan seluruh tenaganya, tapi tiada hasil.
Tidak ada cara lain akhirnya mereka melepaskan genggamannya lalu melemparkan senjata anak panah kecil sebelum berbalik mengambil langkah seribu.
Trang!
Trang!
Anak panah kecil itu ditangkis oleh golok yang masih terjepit di jari Danurwenda.
"Ini pembalasan bagi tukang curang!" Danurwenda lemparkan dua golok tersebut ke depan.
Wushh!
Crepp!
Crepp!
Lemparan golok lebih cepat dari gerakan lari mereka. Akhirnya keduanya roboh setelah punggung masing-masing tertembus senjatanya sendiri.
Danurwenda segera berbalik menolong si penunggang kuda. Ternyata kondisinya semakin parah. Sepertinya sudah tidak kuat menahan luka-lukanya.
"Paman, bertahanlah. Aku akan membawa Paman ke tempat tabib!"
"Tidak perlu, Danurwenda!" Si penunggang kuda berkata dengan terpatah-patah karena menahan sakit.
"Jangan khawatir, Paman pasti bisa selamat!"
"Jangan repot-repot, tolong penuhi permintaanku... Ah!"
"Katakan, Paman!"
Si penunggang kuda mengambil sesuatu dari balik bajunya. Sebuah kantung kain tipis, menandakan isinya juga tipis.
"Berikan ini langsung kepada Senapati Mandura!"
Danurwenda menerima bungkusan tersebut yang tidak memakan tempat andai disimpan di balik baju. Sementara si penunggang kuda sudah mulai kejang-kejang.
"Paman, paman!" Danurwenda tampak panik.
"Namaku ... Janitra, ah!"
Si penunggang kuda akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Tiba-tiba telinga Danurwenda menangkap suara angin berdesir dari belakangnya.
Tubuh senapati terlempar lalu ambruk. Dadanya terasa sangat sesak bagai dihimpit batu raksasa. Tenaga dalamnya seketika buyar, malah ada yang menghantam diri sendiri.Akibatnya tubuh sang Senapati tak bisa digerakkan lagi seperti lumpuh. Selain sesak, di bagian dalamnya terasa remuk dan panas menyengat.Pada saat itulah Sang Prabu keluar, meloncat dan langsung mendarat di depan senapati yang tergeletak tak berdaya."Kau ditangkap karena merencanakan tindakan makar!" seru Sang Raja.Para prajurit langsung terdiam begitu tahu siapa yang muncul."Jika kalian masih membela dia, maka kalian dianggap pembangkang!" teriak Sang Raja.Semua prajurit tidak ada yang berani bergerak. Sementara sang senapati sudah kehilangan harapan. Dia sangat dendam kepada Danurwenda, tetapi apa daya sekarang dia hanya manusia biasa tanpa kekuatan.Kemudian Sang Raja memerintahkan agak senapati ditangkap dan dibawa ke istana.Pagi-pagi buta di istana Nunuk. Danurwenda diundang ke kamarnya Nila Saroya. Kamar yang
Sang Prabu membuat gerakan mendorong dengan satu tangan ke arah mulut gua. Sekelebat angin lembut menderu membelah air sungai sehingga membentuk sebuah jalan."Mari!" ajak Sang Raja.Danurwenda dan Nila Saroya mengikuti Sang Raja melangkah di jalan air yang terbentuk secara ajaib ini sampai berada di sisi sungai sebelah barat. Setelah itu jalan air ini menutup kembali.Ternyata di luar sudah hampir gelap. Sang Raja yang mengenakan pakaian resi terus berjalan ke tengah hutan di dekat hulu sungai itu.Sampai di suatu tempat yang agak lapang, Sang Prabu berhenti lalu kedua tangannya bertepuk pelan. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sebuah kereta kuda tanpa kusir dan berhenti di depan Sang Raja."Silakan naik," kata Sang Raja.Danurwenda langsung menjura. "Silakan Gusti Prabu dan Tuan Putri yang naik duluan, biar saya yang menjadi kusir!"Sang Raja tersenyum lalu naik ke kereta diikuti Nila Saroya yang agak ragu-ragu. Kereta kuda pun berangkat setelah Danurwenda duduk di tempat kusir dan me
Nila Saroya ingat kemarin hampir menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Sekarang setelah bersama Danurwenda dia lupa kalau sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Entah bagaimana kabar sang kekasih saat ini setelah ada kabar tentang ayahnya ini."Kau mau di bawah atau di atas?" Pertanyaan Danurwenda membuyarkan lamunan dan mengejutkannya."Ap- apa?""Kau mau tidur di mana, di atas dipan atau di lantai?" ulang Danurwenda."Kau di mana?" Nila Saroya balik tanya."Terserah kamu yang duluan, atau mau bareng-bareng saja di atas?" Danurwenda lemparkan kerlingan mata yang memikat.Dari awal dia tahu sifat gadis ini pendiam dan pemalu, tapi dia tahu apa yang dirasakan di dalam hati Nila Saroya."Ap-, tid-, eh. Aku di sini saja!" Nila Saroya segera naik ke atas dipan. Dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya.Kemudian Nila Saroya berbaring membelakangi Danurwenda. Cukup lama keduanya saling diam. Akhirnya Danurwenda merebahkan diri di sebelah Nila Saroya.Nila Saroya kaget ketika mer
"Ayo lari!"Danurwenda membawa dua orang yang jadi buruan ini masuk ke bukit, menyelinap ke balik bebatuan besar sehingga dalam waktu singkat jejak mereka hilang."Siapa yang melarikan mereka?" tanya si pemimpin di atas kuda setelah sampai di sana."Danurwenda!""Pendekar yang jadi kepercayaan istana Galuh itu?""Benar, Ketua!"Si pemimpin langsung maklum kenapa lima anak buahnya ini tidak menyerang."Cari terus, biar aku yang menghadapi Danurwenda!" perintah si pemimpin.Sementara itu Danurwenda sudah menyelinap ke tempat yang sulit di jangkau. Dengan kepiawaiannya dia bisa membawa dua orang yang sedang dilindunginya.Akhirnya mereka sampai ke sebuah gua kecil tersembunyi di lereng bukit. Lelaki setengah baya itu tergopoh-gopoh sambil mengatur napasnya.Sementara si gadis yang tidak lain Tuan Putri bernama Nila Saroya sudah duduk menyandar ke dinding gua."Terima kasih, Anak muda!" ujar lelaki setengah baya. Danurwenda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum."Ki Narya, sebenarnya si
Di sebuah desa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nunuk. Di dalam kamar sebuah rumah besar, tampak seorang gadis cantik sedang merenung menyendiri."Ini hari pernikahan Tuan Putri, kenapa masih menyendiri di sini, tukas rias sudah menunggu di kamar Tuan Putri!" kata seorang gadis lain yang merupakan pembantu di rumah ini."Aku tidak mau dijodohkan dengan dia, orangnya jelek, perangainya buruk lagi. Terus kenapa ayah belum juga pulang dari istana. Semakin kesal saja, aku mau kabur saja!""Heh, jangan, Tuan Putri!"Gadis yang dipanggil Tuan Putri ini tiba-tiba berbinar matanya begitu melihat sosok pembantunya. Bentuk tubuh dia dengan pembantunya ini hampir mirip, hanya wajah saja yang berbeda.Lalu si Tuan Putri ini tiba-tiba menarik si pembantu keluar menuju kamarnya yang sudah ada beberapa orang tukang rias. Dia ingat semua tukang rias tidak ada yang mengenali dirinya."Ini Tuan Putri yang akan dirias!" kata Si Tuan Putri sambil mendorong pembantunya. Si pembantu tampak bingung."Sudah, ik
Setelah ada pesta menyambut kemenangan atas bebasnya desa Cipeundeuy dari penindasan Raksana dan Gumara.Delapan orang pemanah diangkat menjadi kelompok keamanan desa. Beberapa orang sesepuh juga diminta untuk menjadi pejabat pengurus desa.Suasana di rumah itu sudah sepi. Tinggal Danurwenda bersama gadis berkulit hitam manis itu. Setelah diperhatikan, Kinasih cantik juga.Tubuh gadisnya sudah matang sehingga membentuk lekuk yang membuat para lelaki menelan ludah."Setelah tahu siapa kamu, aku tidak bisa menahanmu pergi!" ujar Kinasih sambil menatap tajam penuh arti. Bola mata gadis ini seakan ingin meloncat menembus kedua mata si pemuda."Padahal aku ingin kau lebih lama di sini, bahkan tetap tinggal di sini!" Lanjut si gadis mengharap."Mungkin lain kali, aku akan tinggal lebih lama. Apalagi bersama gadis secantik kamu!""Jangan mudah berjanji!" Kinasih tersipu. "Mungkin kau akan lupa, apalagi di kota raja banyak gadis-gadis cantik!"Danurwenda menatap gadis itu lekat. Tidak dapat d
Gumara kaget, segera menghampiri anak buahnya yang jatuh itu. Sebuah anak panah menancap tepat di dada menusuk jantung."Pembokong sialan!""Ada apa, Anakku?""Lihatlah, Pak!"Gumara menyapukan pandangan, tak ada yang mencurigakan. Bahkan seolah-olah angin pun diam tak bergerak."Apa rencana mereka?" gumam Raksana sambil memandang anak panah yang sudah dicabutnya."Aaah!"Brukk!Satu lagi di tempat lainnya tampak terpental lalu ambruk tak berkutik. Setelah diperiksa juga sama terpanah tepat di jantungnya. Semakin marah Gumara dan ayahnya melihat kejadian ini."Setan alas!""Bedebah!"Apa yang terjadi sebenarnya?Selama tiga hari menghilang, Danurwenda dan Kinasih secara sembunyi-sembunyi menemui warga-warga desa. Mereka mengajak warga untuk melawan Raksana.Namun, kebanyakan menolak karena takut dan tak punya kemampuan. Hingga akhirnya Danurwenda punya gagasan mencari dan menemui orang-orang yang suka berburu.Kebanyakan mereka ahli dalam memanah buruan di hutan. Setelah diajak dan di
"Tunggu pembalasan kami, bocah!" seru salah satunya."Siapa mereka?" tanya Danurwenda setelah kelima orang itu lenyap."Mereka anak buahnya Raksana," jawab si gadis berkulit aga gelap, tapi manis."Raksana?"Kemudian si gadis menceritakan keadaan desanya yang dilanda kekacauan atas ulah seorang warga berilmu tinggi yang menggunakannya untuk menindas warga yang lain."Bahkan Raksana dan Gumara, anaknya, telah membunuh Ki Kuwu. Desa Cipeundeuy dikuasai mereka dan anak buahnya, berbuat sewenang-wenang. Memungut upeti panen seenaknya kepada warga,""Tidak ada yang memberitahukan ke kerajaan?""Setiap ada yang mau ke kerajaan selalu ketahuan, ditangkap, disiksa bahkan dibunuh!""Wah, kejam sekali mereka!""Lebih biadab lagi, Gumara selalu melecehkan gadis-gadis desa. Jika ada yang disukainya, akan ditangkap dan dijadikan budak nafsunya."Naluri Danurwenda yang baik ingin berbuat sesuatu untuk menolong desa ini dari kesewenang-wenangan. Tidak mengapa perjalanan pulangnya terhambat kalau unt
Rupanya Danurwenda tidak tahan melihat tubuh indah Dewi Kalajenget sejak tidak sengaja menyentuh buah montoknya. Sintal, sepasang gunung yang besar. Lebih besar dari wanita yang pernah dia temui sebelumnya.Padahal usia Dewi Kalajenget jauh lebih tua, tapi lekuk tubuhnya masih menggoda. Kulit mulus dan kencang. Dia ingat Putri Angin yang memiliki kecantikan sempurna, tapi tidak sesekal wanita ini.Entah kenapa akhir-akhir ini Danurwenda seperti gampang haus asmara. Kerinduan kepada Setyawati membuatnya mencari pelampiasan kepada wanita lain.Wanita itu menggelinjang kegelian. Bahkan kedua tangannya bergerak menarik punggung Danurwenda sehingga pemuda ini menindih tubuhnya.Kembennya telah terlepas begitu saja sehingga bagian atas tubuhnya terpampang bebas tanpa penghalang. Danurwenda mengatur perasaannya. Kulit tubuh Dewi Kalajenget memberikan sensasi nikmat yang beda. Apalagi dua bulatan yang mengganjal di dada."Aku akan mengabulkan keinginanmu," bisik Danurwenda di telinga Dewi Kal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments