Dalam waktu singkat Danurwenda sudah dikepung belasan prajurit bersenjata lengkap. Tidak ada celah untuk kabur kecuali melawan.
Sedangkan dia tidak ingin melawan, sebab dia tidak merasa bersalah. Tetapi untuk bicara baik-baik pun tidak ada gunanya. Semua prajurit ini pasti akan menuruti perintah atasannya.
Lalu Danurwenda melihat ke langit-langit, hanya itulah jalan satu-satunya untuk menerobos ke luar. Dalam situasi seperti ini dia tidak bisa bertingkah konyol seperti sebelumnya.
Maka ketika beberapa senjata tombak menderu ke arahnya, Danurwenda tolakkan kaki ke lantai kuat-kuat sehingga tubuhnya meluncur ke atas menjebol atap rumah yang terbuat dari 'welit' atau rumbia.
Brass!
Trakk!
Serangan tombak beradu sesama temannya sendiri. Sebagian prajurit sudah berlari keluar mengejar Danurwenda.
Pendekar muda itu mendarat indah di halaman belakang rumah. Ternyata di sini ada barak prajurit. Dia salah mengambil langkah.
Tadinya dia mengira kalau mengambil jalan depan akan sulit karena banyak prajurit. Ternyata jalan belakang juga tidak kalah banyak.
Karena prajurit yang sedang berkumpul di barak langsung siaga begitu mendengar teriakan perintah Bekel Sutasena. Lalu ada orang tak dikenal baru saja mendobrak atap.
Maka tidak salah lagi yang dimaksud pembunuh tadi adalah orang yang baru mendarat ini, yaitu Danurwenda.
Pecahlah pertarungan satu lawan banyak. Kali ini Danurwenda menggunakan salah satu ilmu andalannya yang bernama Hampang Awak
Salah satu jenis ilmu meringankan tubuh yang biasanya digunakan untuk berlari cepat. Sesuai namanya, Hampang artinya ringan dan Awak artinya tubuh, tapi saat ini ilmu tersebut digunakan untuk gerak cepat menghindari serangan yang begitu banyak dari segala arah.
Seperti di awal Danurwenda tidak ingin melukai prajurit satu pun. Dia hanya ingin meloloskan diri karena merasa dijebak.
Dengan Ilmu Hampang Awak sosoknya berubah seperti angin yang bergerak cepat. Semua serangan dari puluhan prajurit tidak ada yang berhasil bersarang di badannya.
Selain itu dia mencari atau membuka celah agar ada jalan untuk melarikan diri. Dia tidak peduli seandainya nanti dicap buronan karena telah membunuh pejabat istana.
Setelah beberapa lama akhirnya Danurwenda bisa merangsek keluar dari kepungan prajurit. Begitu peluang terbuka, dia langsung melesat ke arah lereng gunung yang berada di belakang.
"Maaf, aku bukan pembunuh. Aku berjanji akan menemukan siapa pelaku sesungguhnya!" teriak Danurwenda.
Danurwenda melesat bagaikan cahaya, sosoknya langsung lenyap di balik rimbunnya pepohonan. Para prajurit termasuk Sutasena yang sudah ikut mengejar menjadi kebingungan. Jejak Danurwenda tidak dapat ditemukan.
Apalagi hari sebentar lagi malam. Suasana di tempat itu sudah tampak gelap.
Besoknya tersiar kabar bahwa pendekar muda yang sudah menorehkan namanya di dunia persilatan, Danurwenda menjadi buronan kerajaan karena telah membunuh Senapati Mandura.
***
Danurwenda tidak mungkin kembali ke rumahnya yang berada di sebuah desa kecil di dekat sungai Citarum. Pemuda ini sekarang berada di tempat persembunyian, di sebuah bukit sebelah utara perbatasan kota Karang Kamulyan.
"Suara aneh seperti serangga malam, sosok misterius di atas atap. Aku yakin dialah yang membunuh senapati. Entah ilmu apa yang dia gunakan, begitu senapati mendengarkannya langsung kesakitan dan tewas," gumam Danurwenda mengingat peristiwa kemarin.
"Ilmu itu jelas ditujukan kepada senapati sebab aku tidak terpengaruh sama sekali!"
Danurwenda harus menemukan sosok misterius itu demi mengembalikan nama baiknya. Tetapi dari mana dia memulainya?
Sedangkan saat ini dia sudah menjadi orang yang sangat dicari kerajaan. Kalau menyerahkan diri, dia tidak akan bisa membela diri.
Kesaksian Sutasena sudah cukup untuk menjebloskannya ke penjara atau bahkan dihukum penggal.
"Tidak, aku tidak bersalah dan aku harus membuktikannya!" tekad Danurwenda.
Lalu dia mengingat lagi rangkaian kejadiannya dimulai dari ketika menolong dan menerima permintaan seorang bekel bernama Janitra.
"Kelompok orang bertopeng itu tidak ingin Senapati Mandura tahu rahasia yang terkandung dalam benda yang dititipkan Bekel Janitra padaku.
"Sosok di atas atap yang mengeluarkan bunyi serangga malam pasti bagian dari kelompok orang bertopeng. Dia langsung membunuh senapati dengan ilmunya sekaligus menjebak dan memfitnahku!"
Berkali-kali Danurwenda menghela napas gelisah. Namanya sudah cukup dikenal di jagat kaum pendekar, tetapi baru kali ini dia menghadapi masalah yang cukup rumit menurutnya.
Karena masih bingung harus mulai dari mana cara memecahkannya.
Sudah lama pendekar muda ini duduk di atas dahan pohon tinggi di puncak bukit lagi, sehingga dia bisa memandang ke tempat yang jauh dalam radius seratus tombak lebih.
Dari semua arah yang telah dia pandangi sejak pagi tadi, hanya ada satu jalan besar yang membentang dari arah utara ke selatan hingga sampai ke perbatasan kota.
Bola matanya yang awas dapat melihat sesuatu yang mencolok di ujung utara. Sebuah kereta kuda mewah dikawal beberapa prajurit berkuda di depan dan belakang.
"Yang di dalam kereta itu pasti orang penting, tapi...."
Danurwenda menangkap pergerakan lain jauh di depan kereta kuda tersebut. Beberapa orang tengah bersembunyi di balik pohon.
"Walah, mereka hendak menghadang rombongan itu!"
Danurwenda berdiri seimbang di atas dahan yang melintang. Kejap berikutnya sosok Danurwenda sudah melesat ke utara dengan Ilmu Hampang Awak, sosoknya seperti terbang. Padahal aslinya dia meloncat-loncat.
Ketika sedikit lagi mendarat, dia tolakkan lagi ujung kakinya ke tanah, pucuk daun atau ranting sehingga tubuhnya melesat lagi. Namun, karena jarak yang begitu jauh, dia tidak bisa mencegah terjadinya pencegatan rombongan yang mengawal kereta kuda.
Di sana sudah terjadi pertarungan antara prajurit pengawal dengan penghadang yang menutupi wajahnya dari hidung ke bawah dengan kain hitam dan bersenjata golok. Mereka ternyata kawanan perampok yang memiliki kepandaian silat cukup tangguh sehingga prajurit yang mengawal kereta tampak terdesak. Bahkan ada yang sudah terluka kena bacokan golok. Termasuk kusir kereta kuda yang sepertinya tidak memiliki kepandaian bela diri sudah terkapar tak bernyawa sejak awal.
Salah seorang perampok naik dan hendak masuk ke saung kereta yang terdapat seorang gadis berparas cantik, tetapi di waktu yang tepat Danurwenda tiba langsung menendang orang ini sampai terpental jauh.
"Hahaha … jangan harap, ya!" ujar Danurwenda.
Gadis berwajah lonjong dan bibir tipis ini terkejut dan takut melihat Danurwenda. Dia hendak berteriak, tetapi Danurwenda segera melintangkan telunjuk di bibirnya sambil merunduk.
"Tenang, aku akan menyelamatkan kamu!" ujar Danurwenda pelan dengan nada meyakinkan.
Tanpa ragu lagi Danurwenda membopong gadis bermata lentik dan leher jenjang ini. Si pemuda sempat menahan napas saat melihat bagian dada dan merasakan kulit mulus si gadis yang belum dikenalnya ini. Jantungnya mendadak berdebar kencang.
Kemudian pendekar muda ini segera membawa si gadis cantik dengan meloncat langsung dari kereta ke dalam hutan di sisi kanan jalan. Dia sempat melihat prajurit pengawal sudah berjatuhan tidak mampu melawan para perampok.
Si pemimpin rampok melihat sasarannya dibawa lari Danurwenda tampak menggeram marah. Segera dia berikan perintah.
"Kejar dia!"
Beberapa senjata tampak berseliweran ke atas mengejar sosok Danurwenda yang berkelebat sambil membopong gadis yang menjadi incaran perampok.Tetapi semuanya tidak ada yang menemui sasaran. Lalu kawanan perampok ini segara mengejar. Sayangnya Danurwenda sangat cepat berkat Ilmu Hampang Awak. Sosoknya langsung lenyap dan para pengejar kehilangan jejak.Si gadis merasakan jantungnya melayang ketika mendapati dirinya seolah terbang. Dia juga terpesona menatap wajah si pemuda yang cukup memikat hati.Entah kenapa hatinya langsung percaya kalau di pemuda hendak menolongnya. Padahal belum mengenalnya. Mungkin karena Danurwenda tidak menutup wajahnya, jadi bukan bagian dari kelompok perampok itu.Setelah jauh dari kejaran perampok, Danurwenda mendarat dengan indah lalu menurunkan gadis yang digendongnya."Aku kira mereka tidak akan menemukan kita, di sini sudah aman!"Danurwenda mengajak si gadis duduk di bawah pohon rindang. Angin berhembus pelan t
Tujuh orang bertopeng seperti memukul dinding batu. Tenaga yang sudah terlanjur dilepaskan tidak bisa dihentikan.Akibatnya bagaikan burung terbang menabrakkan diri ke tebing, hancur tubuh sampai ke tulang-tulangnya.Begitu juga yang dirasakan ketujuh orang bertopeng. Tangan mereka yang terkena hantaman jurus Benteng Seribu retak sampai ke tulang. Ketujuhnya terlempar lalu jatuh bergulingan."Hahaha … sekarang kalian jadi manusia cacat!" ejek Danurwenda.Kalau sudah begini apa lagi yang diandalkan. Ibarat burung kalau sayapnya patah sebelah, maka tidak bisa terbang.Akhirnya mereka memilih mundur. Danurwenda sudah berdiri gagah di samping Prabarini. Sedikit peluh terlihat menetes di dahi.Prabarini menarik nafas lega setelah situasi menjadi aman. Gadis ini tidak berhenti mengagumi kepandaian Danurwenda."Mari kita lanjutkan!" ajak Danurwenda.Tanpa bertanya lagi Prabarini mengikuti langkah Danurwenda di sebelahnya.
Serentak puluhan prajurit langsung mengepung ke sekeliling bangunan, tetapi sayang sosok Danurwenda sudah lenyap di kegelapan malam. "Kurang ajar, dia lagi!" bentak Sutasena menyesali tidak bisa menangkap Danurwenda. "Segera edarkan kabar bahwa Danurwenda telah menculik putri senapati, sebagian yang lain tetap cari dia, mungkin saja masih sembunyi di sekitar sini!" "Baik!" Karena Sutasena anaknya Senapati Mandura, maka untuk sementara dia menggantikan posisi ayahnya sampai turun senapati baru. Sementara itu, Danurwenda langsung membawa jauh Prabarini ke tempat yang tersembunyi. Walaupun gelap, tetapi Danurwenda mampu melihat dengan mengerahkan tenaga dalam ke bagian mata. Untuk kedua kalinya Prabarini merasakan digendong yang menurutnya ada sensasi seperti terbang saat Danurwenda melesat menggunakan Ilmu Hampang Awak. Setelah dirasa cukup aman, akhirnya Danurwenda mendarat dengan mantap. Prabarini masih keenakan dalam gendongan si pemu
Orang-orang bertopeng bagai terlempar ke bawah. Prabarini menyaksikan dengan menahan napas. Ilmu Danurwenda yang satu ini cukup dahsyat.Diam-diam gadis putri senapati ini semakin mengagumi Danurwenda.Akan tetapi ada satu orang bertopeng yang masih bertahan. Kuda-kudanya begitu kuat bagaikan tertanam ke tanah. Sementara kedua tangannya memukul setiap gumpalan awan kecil.Desss! Desss!Danurwenda terperangah melihatnya, lalu dia hentikan Pukulan Awan Seribu. Para lelaki setengah baya yang berjumlah lima orang juga sudah berdiri di belakang si pemuda."Kau yang terhebat di antara mereka rupanya!" ujar Danurwenda.Satu orang bertopeng yang tersisa ini membuat gerakan menguatkan diri, lalu sosoknya menerjang ke arah Danurwenda. Senjata goloknya berkelebat cepat.Wutt!"Jepitan Jari Dewa!" seru Danurwenda dengan sedikit menyeringai.Tapp!Dua jari tangan kanan Danurwenda berhasil menjepit bilah golok tepat waktu, sehi
Orang tinggi besar ini menunjukkan muka dingin. Kedua matanya menyorot seperti elang. Hawa sakti memancar kuat dari tubuhnya."Aku Bardasora, senapati pengawal Rahyang Sempakwaja. Akan menangkapmu, pembunuh Senapati Mandura!"Danurwenda pikir tidak bisa tawar menawar dengan si tinggi besar ini. Senapati pengawal bernama Bardasora ini pasti tidak akan menerima penjelasan tentang pembunuhan Senapati Mandura."Dan juga, kembalikan Putri Prabarini!"Si pemuda hampir lupa bahwa dia juga dituduh sebagai penculik putri Senapati. Dia melirik sejenak ke arah gadis itu."Tidak perlu basa-basi, kau tahu sendiri, bukan?" Ucapan Danurwenda ini jelas merupakan tantangan.Derrr!Bardasora menghantamkan gagang tombak ke tanah sampai menimbulkan getaran. Hawa sakti semakin menyeruak seolah hendak mengikat tubuh Danurwenda.Namun, bukan Danurwenda kalau tidak bisa melawan serangan tak kasat mata ini. Bardasora pun sudah menduganya, si pemuda ini memang bukan pendekar rendahan.
Sepasang petani itu tampak ketakutan sampai terlihat gemetar. Walau tidak terlihat wajahnya, tapi tiga orang bertopeng ini bertindak menekan mereka."Ampun, Ki Sanak. Kami tidak membawa apa-apa karena ladang kami belum panen!" Si petani lelaki memelas. Wajahnya sudah penuh peluh."Iya, Den. Kami hanya merapikan kebun kami. Lihat saja, tidak ada yang kami bawa!" timpal istrinya."Bohong, kalian pasti sudah menjualnya. Berikan kepeng hasil penjualannya!" Bentak salah satu orang bertopeng.Sring!Tiga golok sudah mengancam jiwa sepasang petani ini. Wajah keduanya semakin seputih kapas. Mereka saling pandang seolah sedang berdiskusi."Ayo cepat keluarkan, atau nyawa kalian sebagai gantinya!"Akan tetapi sepasang petani ini menjadi kelu. Bingung dan takut. Apa yang harus mereka lakukan? Sedangkan mustahil kalau melawan."Ah, habisi saja mereka lalu ambil kepengnya!" teriak si topeng yang lain.Kemudian dua di antaranya segera m
Tidak lama kemudian lewatlah dua orang lelaki menunggang kuda yang berjalan pelan. Pakaian mereka tampak sederhana seperti rakyat biasa, tapi kuda yang ditunggangi terlalu mewah untuk orang kasta rendah.Tubuh keduanya terlihat tegap dan gagah, wajah bersih memancarkan kewibawaan. Jelas mereka bukan rakyat jelata, tapi orang berpangkat di istana."Kau kenal mereka?" tanya Danurwenda setelah melihat sinar mata Prabarini ketika menatap dua orang tadi."Mereka keluarga istana,""Oh..."Danurwenda memang mempunyai teman yang mempunyai jabatan di kerajaan Galuh, tapi bukan berarti tahu tentang keluarga istana."Yang sebelah kanan adalah Sang Jalantara alias Raden Amara, putra bungsu Prabu Wretikandayun. Yang satu lagi kakaknya Rahyang Jantaka!""Rupanya putra raja, apa mereka juga turun tangan demi membalas kematian ayahmu?""Entahlah, tapi sepertinya mereka ada urusan lain. Mana mungkin kematian ayahku sampai melibatkan mereka. Oh,
Dua orang ini perawakannya sama tegap dan kekar. Pendekar Tongkat Merah memiliki wajah bulat dengan sedikit berewok.Tongkat dari bahan rotan berwarna merah panjangnya setinggi badannya. Dengan senjatanya ini dia bisa menjangkau lawan lebih jauh.Yang sebelahnya berwajah agak lonjong dan kelimis, hanya rambutnya gimbal dibiarkan tanpa ikat kepala. Dia dijuluki Si Pecut Guludug.Danurwenda tahu dua pendekar ini mengincar dirinya demi bayaran tinggi."Menyerah baik-baik saja. Agar kami tidak banyak keluar tenaga!" kata Pendekar Tongkat Merah."Enak saja, harus bekerja dulu biar setimpal dengan upahnya!" hardik Danurwenda."Huh, jumawa!" maki Si Pecut Guludug."Kalian berdua yang mengambil resiko besar, apa itu juga bukan sombong?" balas Danurwenda dengan menyeringai yang membuat kedua orang di depannya naik pitam."Hari ini adalah waktu naasmu, Danurwenda!" teriak Pendekar Tongkat Merah yang sifatnya lebih temperamen dari kawanny