CINTA DI BALIK BENCI

CINTA DI BALIK BENCI

last updateLast Updated : 2024-12-18
By:   Zayba Almira  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
13Chapters
8views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Synopsis

Captain

Aurelia “Lia” Putri terpaksa pindah sekolah di tengah semester karena masalah keuangan keluarganya. Sekolah barunya adalah SMA Bina Cendekia, sekolah unggulan yang dipenuhi siswa-siswi ambisius. Tapi mimpi Lia untuk hidup tenang buyar sejak hari pertama, ketika ia tanpa sengaja membuat Aldean "Dean" Mahendra, ketua OSIS yang perfeksionis, marah besar. Dean adalah siswa teladan dengan otak cerdas, karisma tinggi, dan sikap dingin yang sering membuat banyak orang segan. Namun, di balik sikapnya yang angkuh, ia menyimpan luka dari masa lalu yang memengaruhi hubungannya dengan orang lain. Hubungannya dengan Lia dimulai dari perseteruan sengit, tapi siapa sangka bahwa perlahan kebencian itu berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih rumit.

View More

Latest chapter

Free Preview

Bab 1

Lia duduk di kursi belakang mobil tua keluarganya, memandangi jalan yang tampak asing melalui jendela berdebu. Tangannya menggenggam erat tas ransel yang sudah usang, sementara suara kedua orang tuanya bergema samar di telinganya. Mereka berbicara tentang keuangan keluarga, tentang “peluang baru” di sekolah unggulan, tetapi Lia tidak mendengar. Yang ada di pikirannya hanya satu hal: Kenapa aku harus pergi dari semua yang aku kenal? Sekolah lamanya mungkin tidak megah, tetapi di sanalah ia merasa aman. Ia punya teman-teman yang tulus, guru yang ramah, dan lingkungan yang mendukung. Sekarang, ia harus menghadapi tempat baru, di mana semua orang tampaknya jauh lebih pintar, lebih kaya, dan lebih baik darinya. Saat mobil berhenti di depan gerbang besar dengan logo SMA Bina Cendekia yang berkilau keemasan, Lia merasa seperti memasuki dunia yang bukan miliknya. Tangannya bergetar saat ia meraih gagang pintu mobil. “Semangat ya, Lia,” kata ibunya, berusaha terdengar optimis. Lia ha...

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
13 Chapters
Bab 1
Lia duduk di kursi belakang mobil tua keluarganya, memandangi jalan yang tampak asing melalui jendela berdebu. Tangannya menggenggam erat tas ransel yang sudah usang, sementara suara kedua orang tuanya bergema samar di telinganya. Mereka berbicara tentang keuangan keluarga, tentang “peluang baru” di sekolah unggulan, tetapi Lia tidak mendengar. Yang ada di pikirannya hanya satu hal: Kenapa aku harus pergi dari semua yang aku kenal? Sekolah lamanya mungkin tidak megah, tetapi di sanalah ia merasa aman. Ia punya teman-teman yang tulus, guru yang ramah, dan lingkungan yang mendukung. Sekarang, ia harus menghadapi tempat baru, di mana semua orang tampaknya jauh lebih pintar, lebih kaya, dan lebih baik darinya. Saat mobil berhenti di depan gerbang besar dengan logo SMA Bina Cendekia yang berkilau keemasan, Lia merasa seperti memasuki dunia yang bukan miliknya. Tangannya bergetar saat ia meraih gagang pintu mobil. “Semangat ya, Lia,” kata ibunya, berusaha terdengar optimis. Lia ha
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more
Bab 2
Dean memandangi papan jadwal kegiatan OSIS di ruangannya. Ruangan itu sepi, hanya ditemani suara jam dinding yang berdetak. Wajahnya tetap tenang, tapi tangannya yang menggenggam pena tampak sedikit gemetar. Ia menghela napas panjang. “Semua harus berjalan sempurna,” gumamnya pelan. Piala yang dijatuhkan Lia kemarin terus terbayang di pikirannya. Itu bukan sekadar benda bagi Dean. Piala itu adalah simbol kerja kerasnya selama bertahun-tahun—sesuatu yang ia perjuangkan mati-matian untuk membuktikan dirinya kepada ayahnya. Ayah Dean selalu menuntut kesempurnaan. Bagi beliau, sebuah kesalahan kecil adalah tanda kelemahan. Jadi, ketika piala itu rusak, Dean merasa seolah-olah ia sendiri yang gagal menjaganya. Tapi, saat wajah Lia terlintas di pikirannya, ia mengerutkan dahi. “Kenapa aku harus peduli? Dia cuma anak baru yang ceroboh,” katanya keras, seolah untuk meyakinkan dirinya sendiri. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa ada sesuatu tentang Lia yang membuatnya sulit untu
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more
Bab 3
Minggu ketiga di sekolah baru, Lia dan Dean kembali dipaksa bekerja sama untuk proyek besar OSIS: merencanakan acara perpisahan tahunan. Semuanya berjalan dengan cepat, namun ketegangan di antara mereka tidak pernah surut. Setiap kali mereka bertemu, baik di kelas, di ruang OSIS, atau di luar, Dean selalu tampak begitu dingin dan perfeksionis, sedangkan Lia berjuang untuk tetap bertahan, menepis rasa frustasi yang kian menumpuk. Di ruang OSIS, Dean menjelaskan dengan serius rincian acara dan pembagian tugas. Lia mencoba mengikuti, namun ia bisa merasakan ketegangan di udara. Dean sepertinya hanya melihatnya sebagai bagian dari tim yang harus dia kendalikan, bukan sebagai rekan sejajar. “Kamu harus lebih fokus pada detail ini. Jangan membuat kesalahan seperti yang terakhir,” kata Dean, suaranya tegas, namun ada sedikit kelelahan yang tersirat. Lia menahan napas, berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu kata-kata itu bukan hanya tentang poster yang salah kemarin, tetapi tentang dirinya
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more
Bab 4
Seminggu setelah insiden di ruang OSIS, suasana antara Lia dan Dean mulai sedikit mereda. Meski masih ada ketegangan, mereka tampak lebih berhati-hati dalam berbicara satu sama lain. Namun, konflik batin di antara keduanya tetap terasa—seperti api kecil yang terus menyala di bawah permukaan. Hari itu, saat istirahat, Lia memutuskan untuk menghindari keramaian. Ia berjalan menuju taman belakang sekolah, tempat yang jarang dikunjungi siswa. Namun, ia tidak menyangka akan menemukan Dean di sana, duduk sendirian di bawah pohon besar dengan buku catatan di tangannya. Lia ragu untuk mendekat, tetapi rasa penasaran mengalahkan keinginannya untuk menjauh. “Dean?” panggilnya pelan. Dean mendongak, sedikit terkejut melihat Lia. Ia segera menutup buku catatannya. “Ada apa?” tanyanya singkat, dengan nada yang lebih datar daripada biasanya. “Tidak, aku hanya... tidak tahu kalau kamu suka tempat ini juga,” jawab Lia canggung. Dean menghela napas dan menggeser posisi duduknya, memberi ruang un
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more
Bab 5
Hari perpisahan tahunan yang direncanakan dengan susah payah akhirnya tiba. Semua orang sibuk mempersiapkan detail terakhir. Lia dan Dean juga berada di tengah kesibukan, mencoba memastikan tidak ada hal yang terlewat. Namun, situasi mendadak berubah ketika salah satu panitia melaporkan bahwa dekorasi utama, yang seharusnya menjadi daya tarik acara, belum tiba. Vendor yang bertanggung jawab mengirimkan barang itu tidak dapat dihubungi sejak semalam. “Ini tidak mungkin terjadi sekarang!” Dean membanting ponselnya ke meja. Wajahnya menunjukkan perpaduan antara marah dan panik. Lia yang ada di sampingnya mencoba tetap tenang. “Kita masih punya waktu. Mungkin kita bisa cari solusi lain.” Dean menatapnya tajam. “Kamu bilang gampang, tapi dekorasi itu adalah pusat dari semua tema acara kita. Tanpanya, ini akan terlihat seperti acara biasa!” Lia merasakan dadanya sesak mendengar nada Dean, tapi ia tahu bukan waktunya untuk bertengkar. “Kalau begitu, kita cari alternatif. Aku bisa minta
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more
Bab 6
Sejak acara perpisahan selesai, Raka semakin sering mendekati Lia. Bukan hanya sekadar mengobrol, tetapi juga memberikan perhatian kecil yang mulai menarik perhatian orang-orang di sekitarnya, termasuk Dean. Pagi itu, di ruang kelas, Raka menunggu Lia di meja depan dengan sebuah kotak kecil di tangannya. Ketika Lia datang, ia tersenyum lebar. “Lia, aku ada sesuatu untukmu,” katanya, menyerahkan kotak itu. Lia membuka kotaknya dan menemukan gelang kecil dari anyaman kain berwarna biru. “Ini lucu sekali. Terima kasih, Raka,” kata Lia tulus, tanpa menyadari tatapan siswa lain yang mulai berbisik-bisik. Dean, yang kebetulan lewat di depan kelas, berhenti sejenak. Ia melihat momen itu dengan ekspresi datar, tetapi ada api kecil yang berkobar di dalam dadanya. Ia tidak suka apa yang ia lihat—dan lebih dari itu, ia tidak tahu mengapa ia merasa terganggu. Saat istirahat, Lia masuk ke ruang OSIS untuk mengambil beberapa dokumen. Ia tidak menyangka menemukan Dean di sana, duduk di kursi s
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more
Bab 7
Setelah beberapa minggu, kedekatan antara Lia dan Raka semakin terlihat. Raka selalu ada di sekitar Lia, menawarkan bantuan kecil seperti membawa buku atau sekadar menemani di kantin. Perhatian ini tidak luput dari perhatian orang-orang di sekolah, termasuk Dean. Namun, tidak semua orang percaya bahwa perhatian Raka sepenuhnya tulus. Beberapa teman dekat Lia mulai berbicara, meskipun hanya di belakangnya. “Raka itu kayaknya nggak cuma sekadar teman deh,” kata Lila, salah satu sahabat Lia. “Kamu sadar nggak, Li? Cara dia ngelihat kamu tuh beda.” Lia tertegun. Ia menatap Lila, lalu tertawa kecil. “Kamu terlalu berlebihan. Raka cuma baik, itu saja.” Tapi jauh di dalam hati, Lia mulai merasa ragu. Perhatian Raka memang kadang terasa lebih dari sekadar teman, tetapi ia tidak ingin menyimpulkan terlalu cepat. Di sisi lain, Dean semakin sulit menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap kedekatan Lia dan Raka. Suatu hari, saat rapat OSIS berlangsung, Dean melontarkan komentar yang membua
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
Bab 8
Setelah pengakuan Raka, Lia semakin sulit berkonsentrasi. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, pandangan Raka selalu terlihat penuh harap. Meski begitu, Lia tidak bisa membohongi dirinya sendiri—perasaannya pada Raka tidak sekuat itu. Suatu sore, Lia duduk di balkon kamarnya, memandang langit yang mulai berubah warna. Ia meraih buku harian di atas meja dan mulai menulis:𝘙𝘢𝘬𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬. 𝘋𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘳𝘨𝘢𝘪. 𝘛𝘢𝘱𝘪, 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘩𝘢𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘥𝘪𝘢? 𝘋𝘪 𝘴𝘪𝘴𝘪 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘢𝘥𝘢 𝘋𝘦𝘢𝘯. 𝘋𝘪𝘢... 𝘳𝘶𝘮𝘪𝘵. 𝘒𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘯𝘺𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘬𝘶?" Selesai menulis, Lia menutup bukunya dengan keras. Ia merasa lelah dengan kebingungan ini. --- Sementara itu, Dean juga tidak tenang. Setelah konfrontasi
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more
Bab 9
Langit mendung menggelayut di atas lapangan sekolah. Angin sore yang dingin menerpa wajah Lia saat ia berdiri di dekat tribun, memandang sekelompok siswa yang sedang latihan voli. Namun, pikirannya tidak berada di sana. Pikirannya penuh oleh suara Dean dan tatapan Raka yang seakan mengikutinya ke mana pun ia pergi. “Lia!” Suara Lila membuyarkan lamunannya. Sahabatnya mendekat dengan napas terengah, membawa dua kaleng minuman. “Thanks,” gumam Lia, mengambil kaleng itu tanpa menatap Lila. “Kamu oke? Sejak kapan sih kamu jadi suka merenung gini?” Lila mencondongkan tubuhnya, memandangi wajah Lia dengan tatapan menyelidik. “Aku nggak apa-apa,” balas Lia singkat. “Tapi kamu jelas kelihatan nggak baik.” Lila meneguk minumannya, lalu melanjutkan dengan suara lebih pelan. “Ini gara-gara Dean, ya? Atau... Raka?” Lia terdiam. Angin yang menerpa rambutnya seakan membawa beban yang tak kasatmata. Akhirnya ia mengangguk perlahan. “Aku nggak tahu, Lil. Semua ini terlalu rumit.” Suar
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more
Bab 10
Hujan deras kembali mengguyur kota sore itu. Lia duduk di dekat jendela kamarnya, memandangi tetesan air yang berlarian di kaca seperti pikirannya yang berkejaran tanpa henti. Tangannya gemetar memegang secarik kertas berisi tulisan yang baru saja ia buat. “Raka, aku nggak pernah bermaksud menyakitimu. Tapi aku harus jujur pada diriku sendiri.” Dia berhenti membaca, membuang napas berat. Kertas itu diremasnya, dilempar ke lantai bersama beberapa lembar lainnya. Tidak ada kata-kata yang terasa cukup untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. “Lia!” suara ibunya dari lantai bawah menyadarkannya. “Sebentar!” jawabnya dengan nada tergesa. Dia menghapus air mata yang mulai membasahi pipinya dan berjalan menuruni tangga. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang berdiri di depan pintu rumahnya—Dean, dengan wajah basah kuyup, membawa payung yang sudah setengah rusak. “Dean?” Lia menatapnya dengan mata membelalak. “Aku harus bicara,” katanya langsung, tanpa basa-basi. Dean me
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more
DMCA.com Protection Status