Bersandar pada Ketakutan

Bersandar pada Ketakutan

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-04
Oleh:  Nalla ElaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
75Bab
632Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Amethyst Callahan, seorang gadis dengan gangguan kecemasan bertemu dengan Dominic Blackwood yang tampak kuat dan protektif, namun ternyata posesif dan sulit dikendalikan. Alih-alih membuatnya merasa aman, hubungan ini malah memperburuk kecemasan yang selama ini ia coba atasi. Berkali-kali Amethyst berusaha lari, tapi Dominic selalu berhasil menahannya. sampai akhirnya ada orang lain yang ikut campur dan membuat Dominic menggila. Dominic sering meracau dengan berat badan turun drastis mengetahui Amethyst menghilang bak ditelan bumi. Ia menyesali segala yang telah ia lakukan demi memaksa Amethyst untuk tinggal disisinya. Apakah Dominic layak untuk mendapat kesempatan kedua?

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Pelukan di tengah badai

Hujan deras menghantam jendela apartemen Amethyst, irama derasnya terasa seperti ancaman, bukan kenyamanan. Petir menyambar dengan suara menggelegar, mengguncang seluruh ruangan yang gelap gulita. Amethyst duduk meringkuk di sudut sofa, tubuhnya gemetar hebat. Nafasnya pendek dan terputus-putus, hampir seperti dia mencoba mencari udara di ruang hampa.

Amethyst menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan isak yang mulai mendesak keluar. Namun, pikirannya mengkhianatinya, menariknya kembali ke kenangan yang berulang kali berusaha ia lupakan.

"Kau ini bodoh! Tak ada gunanya!" Bentakan ayahnya menggema di benaknya, seperti rekaman yang tak henti diputar. Ia teringat tatapan penuh amarah pria itu, tangannya yang selalu terangkat untuk menegaskan kekuasaan atas keluarganya. "Jangan berani-berani menjawab ku, Amethyst!"

Saat itu ia hanya seorang anak kecil, tubuhnya terlalu kecil untuk melawan, terlalu lemah untuk melindungi dirinya sendiri. Dia akan meringkuk di sudut kamar, sama seperti sekarang, berharap seseorang datang menyelamatkannya. Tapi tidak ada yang pernah datang—tidak ibunya, tidak Michelle, tidak siapa pun.

Kilatan petir lain menyambar, menyinari ruangan sejenak. Dalam cahaya itu, Amethyst melihat bayangannya di kaca jendela. Tubuhnya yang gemetar, matanya yang dipenuhi air mata, tampak begitu rapuh. Dia membenci betapa lemahnya dirinya saat ini, betapa ketakutan masih memiliki cengkeraman kuat dalam hidupnya.

Ponselnya terus bergetar di meja kopi, layar menyala menampilkan nama Dominic berulang kali. Namun, tangannya terlalu lemah untuk meraihnya. Dunia di sekitarnya terasa kabur, pikirannya diselimuti bayangan gelap yang kian menyesakkan.

Petir kembali menyambar, menggetarkan kaca jendela. Amethyst memejamkan matanya erat-erat, tubuhnya kini mulai kehilangan keseimbangan. Ini terlalu banyak... aku tidak bisa...

Lalu terdengar suara keras dari arah pintu. Pintu apartemen terbuka dengan hentakan, dan langkah kaki cepat terdengar mendekat. Dominic muncul, basah kuyup dari ujung kepala hingga kaki, rambutnya meneteskan air ke lantai. Matanya menyapu ruangan yang gelap hingga menemukan Amethyst yang duduk meringkuk di balik sofa dengan penampilan berantakan.

"Amethyst!" serunya, suaranya tegas namun penuh kepanikan.

Dalam beberapa langkah, Dominic sudah berada di sisinya. Tanpa ragu, ia melepas jas dan kemejanya, membiarkannya jatuh ke lantai, hingga hanya tersisa kulit telanjang yang berkilauan oleh air hujan.

Dia berlutut di depan Amethyst, menarik tubuhnya yang gemetar ke dalam pelukannya. Mencoba memberinya rasa aman di tengah kekacauan.

"Dengarkan aku, sayang. Aku di sini. Aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu," ucapnya sambil mengusap punggung Amethyst yang bergetar.

Nafas Amethyst masih tersengal-sengal, tetapi dia bisa merasakan kehangatan tubuh Dominic, juga kekuatan di balik pelukannya. Dominic menyentuh pipinya dengan lembut, memaksa Amethyst untuk menatapnya.

"Ikuti nafasku, Amethyst. Tarik nafas perlahan... masuk... lalu keluarkan. Seperti ini."

Dia memandu Amethyst dengan perlahan, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Meskipun berat, Amethyst mulai mencoba mengikuti irama nafas Dominic. Setelah beberapa saat, gemetar di tubuhnya mulai berkurang, meskipun belum sepenuhnya hilang.

Dominic meraih kantong kecil dari jaketnya, mengeluarkan botol obat penenang yang sudah dia persiapkan. "Minumlah ini, sayang. Ini akan membantumu merasa lebih baik."

Dengan tangan gemetar, Amethyst menerima kapsul itu, menelannya dengan bantuan segelas air yang Dominic sodorkan. Begitu obat itu mulai bekerja, tangis Amethyst akhirnya pecah. Dia menyembunyikan wajahnya di dada Dominic, tubuhnya terguncang oleh isakan.

"Aku... aku tidak bisa... aku merasa akan mati," isaknya pelan.

Dominic mengecup puncak kepalanya, pelukan di sekeliling Amethyst semakin erat. "Kau tidak akan mati, Amethyst. Aku di sini. Aku akan selalu di sini. Bahkan jika dunia runtuh sekalipun, aku tidak akan pergi darimu."

Dia terus membisikkan kata-kata lembut, membiarkan Amethyst meluapkan semua emosinya. Hingga akhirnya, tubuh Amethyst mulai tenang di pelukannya, meskipun matanya masih sembab oleh air mata.

"Kenapa kau datang, Dominic?" bisik Amethyst, suaranya serak.

Dominic tersenyum tipis, menatapnya dengan tatapan dalam yang tak bisa Amethyst selami. "Karena aku tidak bisa membiarkanmu sendiri, terutama di saat seperti ini. Kau adalah milikku, Amethyst. Dan aku akan selalu menjagamu, apapun yang terjadi."

Hujan masih mengguyur di luar, tetapi di dalam apartemen itu, ada kehangatan yang Dominic ciptakan dengan caranya yang dominan. Amethyst merasa terlindungi, meskipun ada sesuatu yang samar. Suatu hal yang sedikit menyentil alarm di sudut hatinya.

Dia memeluk Dominic erat, mencengkeram punggungnya seolah takut pria itu akan menghilang. “Aku benci ini, Dominic. Aku benci semuanya. Aku benci bahwa aku begitu lemah,” isaknya.

Dominic mengecup keningnya lembut, meskipun tubuhnya sendiri menggigil. “Kau tidak lemah, Amethyst. Kau adalah hal terkuat yang pernah aku temui. Kau menghadapi begitu banyak, dan kau masih di sini. Aku tidak akan membiarkan siapa pun atau apa pun menyakitimu lagi.”

Untuk pertama kalinya malam itu, Amethyst merasa dirinya tidak sendirian melawan ketakutannya. Ia membenamkan wajah di dada Dominic, membiarkan aroma khas pria itu menenangkan pikirannya yang porak-poranda. Di tengah gemuruh petir yang masih terdengar, Dominic adalah satu-satunya suara yang membuatnya merasa aman.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
75 Bab
1. Pelukan di tengah badai
Hujan deras menghantam jendela apartemen Amethyst, irama derasnya terasa seperti ancaman, bukan kenyamanan. Petir menyambar dengan suara menggelegar, mengguncang seluruh ruangan yang gelap gulita. Amethyst duduk meringkuk di sudut sofa, tubuhnya gemetar hebat. Nafasnya pendek dan terputus-putus, hampir seperti dia mencoba mencari udara di ruang hampa.Amethyst menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan isak yang mulai mendesak keluar. Namun, pikirannya mengkhianatinya, menariknya kembali ke kenangan yang berulang kali berusaha ia lupakan."Kau ini bodoh! Tak ada gunanya!" Bentakan ayahnya menggema di benaknya, seperti rekaman yang tak henti diputar. Ia teringat tatapan penuh amarah pria itu, tangannya yang selalu terangkat untuk menegaskan kekuasaan atas keluarganya. "Jangan berani-berani menjawab ku, Amethyst!"Saat itu ia hanya seorang anak kecil, tubuhnya terlalu kecil untuk melawan, terlalu lemah untuk melindungi dirinya sendiri. Dia akan meringkuk di sudut kamar, sama seperti seka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-08
Baca selengkapnya
2. Tentang masa lalu
Pagi itu, sinar matahari masuk melalui tirai tipis apartemen Amethyst, menerangi ruangan dengan lembut. Udara masih dingin setelah hujan deras semalam. Dominic terbangun lebih dulu. Dengan hati-hati, dia melepaskan pelukan dari tubuh Amethyst yang masih tertidur lelap di sebelahnya. Wajahnya yang tenang setelah malam penuh kecemasan membuat Dominic merasa lega. Dia menatapnya sejenak, membelai rambut Amethyst dengan penuh kasih sebelum akhirnya bangkit dari tempat tidur.Dominic mengenakan kaus polos dan celana pendek sederhana, tampak berbeda dari sosok pria formal dan berkarisma yang biasa dikenali orang lain. Dia menuju dapur, memutuskan untuk menyiapkan sarapan sederhana: roti panggang dengan telur orak-arik dan kopi untuk dirinya sendiri, sementara secangkir teh hangat untuk Amethyst.Saat aroma teh dan roti panggang memenuhi apartemen, Amethyst mulai terbangun. Matanya terbuka perlahan, dan untuk beberapa detik ia hanya menatap langit-langit, mengingat sisa-sisa malam sebelumnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-09
Baca selengkapnya
3. Dominic's Affection
Dominic memeluk Amethyst erat, tangannya mengelus punggungnya dengan lembut. Setelah beberapa saat dalam keheningan, ia melepaskan pelukan itu perlahan, menatap wajah Amethyst yang masih sembab. “Tangismu membuatku ingin mencium bibir itu, Amethyst,” gumam Dominic dengan suara rendah, nadanya setengah menggoda tapi penuh otoritas.Amethyst terhenyak. Matanya melebar, dan pipinya langsung memerah. “Dominic!” serunya setengah tertawa, mencoba menutupi rasa malunya. “Kau selalu tahu cara membuatku salah tingkah!”Dominic tersenyum, senyum yang sangat khas dirinya—memiliki sentuhan misteri dan dominasi. “Kalau aku tidak tahu caranya, aku sudah kehilanganmu sejak awal,” balasnya, satu alis terangkat penuh percaya diri.Amethyst tertawa kecil, suasana hatinya perlahan mencair. “Kau terlalu percaya diri, Tuan Blackwood. Apa kau pikir aku begitu mudah terpesona padamu?” katanya mencoba terdengar galak, meskipun bibirnya melengkung membentuk senyum.Dominic mengulurkan tangan, menarik Amethys
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-10
Baca selengkapnya
4. Menemui Ibu
Jari jemari Amethyst menari di atas keypad untuk meneruskan draft revisi skripsinya. Dia tak berniat lama-lama di kampus itu dan membuatnya harus bertemu dengan orang-orang yang membencinya semenjak ia dekat dengan Dominic. Matanya berusaha fokus meskipun pikirannya berkelana kemana-mana. Menyerah, Amethyst menghela napas panjang, pandangannya jatuh pada secangkir kopi hitam yang sudah setengah kosong. Kehangatan kopi itu mengingatkannya pada sentuhan lembut Dominic di puncak kepalanya saat dia mencium keningnya sebelum pergi pagi ini. Dominic memang terlalu perhatian, bahkan sedikit cerewet, tapi ia tidak bisa memungkiri betapa nyamannya ia merasa dicintai seperti itu.Apartment beberapa hari ini sunyi tanpa Dominic yang biasa berkunjung. Pria itu berpamitan akan pergi ke luar negeri untuk kunjungan kerja. Entah mengapa, Amethyst mulai ketergantungan dengan kehadiran Dominic disekelilingnya. Hal abu-abu dalam hidupnya kini penuh warna. Hal yang ia idam-idamkan selama ini-dicintai
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-10
Baca selengkapnya
5. Keluarga adalah luka
“Amy,” sebuah suara berat memanggilnya dari pintu. Amethyst melepaskan pelukannya perlahan, lalu menoleh. Michael Callahan berdiri di sana, setelan jasnya rapi seperti biasa, dengan wajah tanpa emosi yang telah menjadi ciri khasnya.“Kau masih di sini?” tanyanya, nada suaranya terdengar biasa saja, tapi tatapannya seperti menelanjangi semua perasaan Amethyst.“Kak Michael,” jawab Amethyst datar. “Aku hanya ingin melihat ibu.”Michael melangkah masuk, tangannya dimasukkan ke dalam saku jas. “Kau tahu dia tidak akan meresponmu, kan?” ucapnya, hampir tanpa perasaan.Amethyst mengepalkan tangannya di bawah meja, mencoba menahan rasa marah yang mulai muncul. “Aku tahu. Tapi aku tetap ingin berada di sini.”Michael mendengus kecil, lalu mendekati meja. “Kau terlalu banyak membuang waktu untuk sesuatu yang tidak ada hasilnya, Amethyst. Jika aku jadi kau, aku akan fokus pada masa depan.”“Masa depan?!” Amethyst mendongak tajam, matanya menyala dengan kemarahan yang terpendam. “Kau selalu meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-10
Baca selengkapnya
6. Pelajaran kecil
Dominic mengetuk permukaan meja dengan ritme yang sama, menghasilkan suara mengerikan bagi kelima bawahannya yang tengah berdiri menunduk dengan keringat dingin menetes di wajahnya.Aura di sekeliling makin mencekam kala suara Amethyst terdengar dari tablet yang dipegangnya.Di rekaman CCTV itu terlihat jelas bagaimana obrolan sepasang saudara yang memanas.Saat melihat Amethyst mulai menangis, Dominic merasa darahnya mendidih. Bayangan semua orang yang pernah melukai Amethyst-ayahnya, kakaknya, bahkan orang-orang di kampus yang memandangnya rendah-berkelebat di pikirannya. Di dalam benaknya, ia membuat keputusan tegas. Dia akan melakukan apa pun untuk memastikan tak ada yang akan merusak hidup gadis itu lagi, bahkan jika harus menghancurkan siapa saja yang berani mendekat atau mengancam kedamaian Amethyst. Termasuk keluarganya sekalipun. "Bajingan itu memang perlu diberi sedikit pelajaran."---Dominic memutar pena di jarinya, ekspresi keras menghiasi wajahnya saat menonton pemandan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-10
Baca selengkapnya
7. Bersandar padamu
Amethyst duduk di sofa apartemennya, menatap secangkir teh di tangannya yang mulai mendingin. Matanya sembap, pipinya memerah akibat menangis terlalu lama. Di hadapannya, Dominic duduk dengan postur santai, tetapi mata gelapnya mengamati setiap gerak-gerik Amethyst seperti elang yang siap melindungi mangsanya.“Apa yang dia katakan padamu?” suara Dominic tenang, tapi ada nada tajam yang tersembunyi di baliknya.Amethyst menggigit bibir, mencoba menahan tangis yang kembali mengancam. “Michael bilang... aku yang memilih tetap tinggal. Bahwa semua ini adalah tanggung jawabku sendiri. Dan dia... dia tidak peduli.”Dominic bersandar ke depan, menyentuh dagu Amethyst dengan lembut, memaksa gadis itu menatapnya. “Dia salah,” ujarnya pelan, tetapi penuh penekanan. “Semua keputusan yang kau buat itu menunjukkan bahwa kau jauh lebih kuat daripada yang dia sadari.”“Tapi Dominic...” Amethyst memalingkan wajah, suaranya bergetar. “Aku merasa gagal. Dia benar, aku tetap tinggal, tapi apa gunanya?
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-11
Baca selengkapnya
8. Petir di tengah terik matahari
"Jangan lupa makan siang." Dominic membelai rambut bergelombang Amethyst setelah melepaskan seatbelt. Amethyst tersenyum lebar, "siap,kapten!" Setelah turun, Amethyst melambai kecil hingga mobil mewah pria itu tak terlihat lagi. Disitulah senyuman Amethyst mulai luntur. Matanya memperhatikan sekitar menemukan semua orang memandang kearahnya terang-terangan. Namun, Amethyst segera berlalu bersikap seolah tak terpengaruh. Pagi itu, udara dingin masih menyelimuti kota ketika Amethyst berjalan di koridor kampus. Langkah kakinya tenang, namun pikirannya penuh dengan tugas yang menumpuk. Di tangannya, ada map biru berisi revisi skripsi yang harus ia serahkan kepada dosen pembimbing. Setelah minggu-minggu penuh tekanan, Amethyst akhirnya merasa sedikit lega. Hasil revisinya selesai tepat waktu, dan ini menjadi salah satu langkah terakhir sebelum ia benar-benar menyelesaikan perjalanan panjang di kampus ini. Namun, di tengah keramaian koridor, tidak ada satu pun teman yang menyapanya. Beb
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-12
Baca selengkapnya
9. Aku bukan pembunuh
Amethyst terbangun di ruang rawat rumah sakit dengan kepala berat dan tubuh lemas. Ada jarum infus yang tertancap di tangan dan selang oksigen di hidungnya. Dominic duduk di sisi tempat tidur, wajahnya tampak tegang tapi tetap lembut ketika menatapnya. "Kau sudah sadar," ucapnya, suaranya rendah tapi penuh kelegaan. Amethyst hanya mengangguk lemah, masih terlalu lelah untuk berbicara. Dominic membantunya duduk, menyodorkan segelas air. Saat tangan Amethyst menyentuh gelas, ia menyadari bahwa tubuhnya sedikit gemetar. Ia mulai mengingat kejadian yang terjadi sebelum ia tak sadarkan diri. Melihat Dominic yang tengah tegang melihat ponselnya, Amethyst sedikit bisa membaca sesuatu. Pria itu pasti sudah tau tentang berita yang beredar di kampus. "Mereka bilang apa lagi?" tanyanya akhirnya, suaranya nyaris berbisik. Sebuah headline berita kampus yang memuat tentang dirinya yang dengan tega membunuh ayah kandungnya dan menumbalkan sang ibu yang tengah depresi untuk di penjara. Banyak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-14
Baca selengkapnya
10. Pulang
Langit di luar rumah sakit berwarna abu-abu pekat, hujan rintik-rintik membasahi kaca jendela kamar rawat Amethyst. Suara detak jarum jam terdengar jelas di ruangan itu, sementara Amethyst duduk di tepi ranjang, menggenggam erat selimut putih yang menutupi kakinya. Tubuhnya masih terasa lemah setelah serangan kecemasan hebat beberapa hari lalu.Pintu terbuka perlahan, dan Dominic masuk dengan langkah mantap. Setelan jasnya sempurna seperti biasa, tapi rambutnya sedikit acak, menunjukkan bahwa pria itu sudah melewati hari yang panjang. Tangannya membawa sekotak makanan dan sebuah jaket tebal.“Bagaimana perasaanmu?” tanyanya lembut, menaruh barang-barangnya di meja kecil dekat ranjang.Amethyst mengangkat bahu, mencoba tersenyum meski canggung. “Lebih baik. Aku akan menemui dokter Clara setelah ini. Kalau dia bilang aku bisa pulang, aku akan segera meninggalkan tempat ini.”Dominic mengangguk, lalu mendekat. Ia meraih tangan Amethyst, membelainya lembut. “Bagus. Rumah sakit ini tidak c
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-28
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status