BAYI YANG KUBAWA DARI KOTA

BAYI YANG KUBAWA DARI KOTA

last updateLast Updated : 2023-05-03
By:  D'naya  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
27Chapters
1.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Amira, gadis yatim piatu yang baru pulang merantau dari Jakarta namun justru diusir warga karena dianggap aib karena membawa bayi tanpa ayah. Setelah diusir, Amira pergi ke Jogja bersama bayinya. Suka duka yang harus dia lalui di tempat barunya. Hingga akhirnya dia dipertemukan dengan Bu Alma, wanita baik hati yang ternyata masih memiliki hubungan masa lalu dengannya. Di tempat itu pula, satu persatu rahasia mulai terkuak, hingga mampu merubah masa depannya.

View More

Latest chapter

Free Preview

Part 1

BAYI YANG KUBAWA DARI KOTA" Usir! usir! teriak warga yang berkerumun di depan rumahku. "Hei, keluar kau Amira! Jangan membuat malu di kampung kita! teriak Bu Mirna sembari menabuh ember yang membuat suasana semakin ribut.Ibu-ibu lain yang terprovokasi juga ikut meneriakiku. Mereka berbondong-bondong mendatangi rumahku. Badanku panas dingin, belum pernah merasakan ketakutan sehebat ini. Kudekap erat bayi dalam gendonganku, berjalan mondar-mandir memikirkan langkah apa yang harus kuambil. Kusibak tirai jendela untuk melihat kondisi di luar, ternyata kerumunan warga semakin banyak. Kampung yang dulu terkenal dengan warganya yang ramah, mendadak beringas setelah mendengar berita kepulanganku. Seakan mata hati mereka sudah tertutup untuk melihat diriku dari sisi yang lain. Sementara itu Safira, bayi mungil dalam gendonganku semakin menggeliat tak nyaman. Sepertinya dia tahu dengan apa yang aku rasakan. Apalagi bayi mungil itu sempat demam semalam, sesaat setelah sampai di kampung ini

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
27 Chapters

Part 1

BAYI YANG KUBAWA DARI KOTA" Usir! usir! teriak warga yang berkerumun di depan rumahku. "Hei, keluar kau Amira! Jangan membuat malu di kampung kita! teriak Bu Mirna sembari menabuh ember yang membuat suasana semakin ribut.Ibu-ibu lain yang terprovokasi juga ikut meneriakiku. Mereka berbondong-bondong mendatangi rumahku. Badanku panas dingin, belum pernah merasakan ketakutan sehebat ini. Kudekap erat bayi dalam gendonganku, berjalan mondar-mandir memikirkan langkah apa yang harus kuambil. Kusibak tirai jendela untuk melihat kondisi di luar, ternyata kerumunan warga semakin banyak. Kampung yang dulu terkenal dengan warganya yang ramah, mendadak beringas setelah mendengar berita kepulanganku. Seakan mata hati mereka sudah tertutup untuk melihat diriku dari sisi yang lain. Sementara itu Safira, bayi mungil dalam gendonganku semakin menggeliat tak nyaman. Sepertinya dia tahu dengan apa yang aku rasakan. Apalagi bayi mungil itu sempat demam semalam, sesaat setelah sampai di kampung ini
Read more

Part 2

Bayi yang Kubawa dari KotaPart 2Rupanya aku telah sampai di tempat tujuan, namun aku kaget karena tas yang kugunakan untuk menyimpan uang, telah raib entah kemana. Tersisa tas pakaian yang berada dibawah kakiku. Ya Allah, cobaan apa lagi ini, bagaimana nanti aku mencari kontrakan? Padahal semua uangku berada dalam tas itu. Aku merasa sangat bodoh, bisa-bisanya aku ketiduran dalam situasi seperti ini. Ingin bertanya pada orang lain juga tidak mungkin, karena kebanyakan penumpang sudah turun dan berganti dengan penumpang yang lain. Untunglah tadi sudah membayar ongkos bus terlebih dulu, sehingga tak perlu malu karena tak bisa membayar. Dengan langkah gontai aku keluar dari area terminal Jombor. Tak tahu lagi kemana arah tujuanku, apalagi ponsel satu-satunya ikut raib di dalam tas itu. Safira mulai menangis, pasti bayiku itu lapar dan haus. Segera aku menuju penjual angkringan yang mangkal di daerah situ untuk meminta air panas guna menyeduh susu. Untunglah Ibu penjualnya sangat
Read more

Part 3

Bayi yang Kubawa dari KotaMendengar jawabanku, Bu Ratmi dan Pak Yanto hanya diam saling pandang. Sementara aku, harap-harap cemas menanti jawaban mereka."Jangan di pikirkan, biarkan saja mereka. Nanti juga diam sendiri, kasihan anakmu kalau harus berpindah pindah terus. Kalau kamu jenuh di rumah, nanti aku carikan pekerjaan yang bisa sambil menjaga anakmu." ujar Bu Ratmi meyakinkanku. Setelah selesai sarapan, Bu Ratmi dan Pak Yanto berangkat bersama sembari mendorong gerobaknya. Safira belum bangun juga, jadi aku punya waktu untuk mandi dan mencuci piring bekas sarapan tadi. "Nduk, ada yang ingin Ibu bicarakan kepadamu." kata Bu Ratmi di depan pintu kamarku malam itu. " Iya Bu," jawabku sembari berjalan meninggalkan kamar. Aku merasa penasaran, karena sepertinya serius sekali. Sebenarnya apa yang ingin Bu Ratmi bicarakan?"Begini Nak, tadi Bapak ketemu teman yang jualan online. Katanya dia lagi butuh tenaga buat masarin dagangannya. Kalau bersedia, kamu bisa ambil peluang itu unt
Read more

Part 4

Bayi yang Kubawa dari KotaKupercepat langkah menuju rumah agar bisa segera merebahkan tubuh di kamarku. Rasanya siang ini semakin panas saja, apalagi setelah mendengar ocehan Bu Yuni tadi. Tak terasa, sampai juga di rumah Bu Ratmi. Niat hati ingin beristirahat, namun aku justru terkejut melihat semua barang barangku sudah berada di ruang tamu. Seketika lututku lemas melihat semua itu. Ya Allah, ada apa lagi ini? Kenapa ada saja yang mengusik ketenanganku. Apakah aku tak berhak bahagia bersama anakku?Lututku terasa lemas, seakan tubuhku tak bertulang. Buliran bening kembali menganak sungai di pelupuk mata. Dengan langkah gontai kumasuki kamar yang biasa aku tempati. Namun di dalam kamar itu tampak Farhan tidur lelap, seiring suara dengkurannya yang semakin keras. Rupanya dia marah karena kamarnya aku tempati bersama Safira.Biarlah aku yang mengalah, toh kamar itu memang miliknya jadi dia berhak menempatinya kembali. Perlahan kuletakkan bayiku di atas ayunan dari kain jarik yan
Read more

Part 5

Bayi yang Kubawa dari KotaUsia Safira kini sudah satu tahun lebih. Gadis kecilku itu sudah pandai berjalan sejak usianya sebelas bulan, bahkan kini mulai belajar berbicara. Setiap apa yang dia lakukan selalu mengundang tawa diantara kami karena tingkah laku dan wajahnya sangat menggemaskan. Mata bulat, dengan bulu mata lentik yang selalu memikat siapapun yang melihatnya. Rencananya hari ini aku akan mengajak Safira membeli baju baru. Maklum karena kebanyakan baju Safira kubeli sejak anak itu baru lahir. Apalagi pertumbuhan bayi memang sangat cepat sehingga sebentar saja bajunya sudah kekecilan. Dengan menumpang angkutan umum, aku dan Safira berangkat ke toko baju. Beberapa menit kemudian, sampailah kami di toko yang aku inginkan. Di toko itu di jual beraneka pernak pernik bayi mulai dari baju, tas, sepatu hingga mainan anak-anak. Safira yang sedang semangat berjalan sudah pasti sangat senang di tempat ini. Berlarian ke sana kemari dan tangannya bergerak ingin meraih sesuatu yang
Read more

Part 6

Bayi yang Kubawa dari KotaRupanya Farhan pulang bersama kekasihnya yang dia bawa dari kota. Keduanya tampak serasi meski sang gadis terlihat lebih tua, mungkin karena pengaruh riasannya yang terlalu tebal. "Kak Farhan ... Bapak sama Ibu belum pulang." kataku memberitahukan tentang orang tuanya tanpa diminta. "Ya, aku sudah tahu." jawabnya ketus sembari terus melangkah ke dalam rumah. Rupanya sifat ketusnya tak berubah meski kami sudah lama tak bertemu. Mungkin memang sudah tabiatnya seperti itu atau mungkin takut kekasihnya cemburu kepadaku, entahlah. Padahal dulu sebelum berangkat ke Jakarta sempat bersikap baik kepadaku, tapi ya sudahlah itu urusan dia. Setelah membuatkan minuman untuk mereka berdua, aku bergegas masuk ke dalam kamar.Siang ini, aku berencana untuk mencari kontrakan baru. Tak mungkin aku terus-terusan tinggal di rumah ini, karena aku memang bukan bagian dari keluarga ini.Aku memesan ojek online agar bisa leluasa keluar masuk gang untuk mencari kontrakan. Set
Read more

Part 7

Bayi yang Kubawa dari Kota"Lain kali hati-hati ya Mbak!" ucap sebuah suara yang tak asing di telingaku. Rupanya benar dugaanku, saat aku menoleh tatapanku beradu dengan sebentuk wajah yang ku kenal. "Tuan?" tanyaku kaget, begitupun dengan orang itu. Sesaat mata kami saling menatap seperti adegan dalam sinetron, namun sekejap kemudian kami berhasil menguasai diri dan berusaha membenahi posisi masing-masing. "Jangan panggil tuan, aku bukan bosmu! Lebih enak panggil Mas saja!" kata Pria tersebut sembari tersenyum ramah."B ... baik Tuan, eh Mas." jawabku sedikit kikuk. Rupanya orang yang membantuku berdiri itu adalah Pak Yusuf, pemilik toko baju bayi tempatku belanja kemarin. "Mama ... Mama ...." teriak Safira masih menangis. Aku baru sadar kalau sedari tadi Safira memanggilku. Anak itu berontak ingin lepas dari gendongan, namun sebisa mungkin aku berusaha menenangkannya. Safira tak mau diam bahkan suara tangisannya semakin kencang. Mas Yusuf yang masih di dekatku mencoba mengam
Read more

Part 8

Bayi yang Kubawa dari KotaSetelah berhasil mengendalikan emosi, perlahan aku bangkit dan menghampiri keduanya. "Untuk apa kalian ke sini?" tanyaku datar. "Maafkan aku Amira, aku salah sudah meninggalkanmu." kata Wildan hendak menyentuh bahuku, namun segera kutepis dengan kasar. "Baru sekarang kamu minta maaf, kemana saja selama ini hah?" sengitku yang mulai terpancing emosi lagi. "Iya aku salah, aku sangat menyesal karena telah meninggalkanmu bersama bayi itu. Mulai sekarang kembalilah padaku, kita mulai lagi dari awal." kata Wildan lagi masih berusaha meyakinkanku."Setelah apa yang kamu lakukan, susah rasanya untuk menuruti keinginanmu. Apalagi kamu pernah melarangku merawat Safira, aku tak yakin kamu nanti bisa menerimanya begitu saja." sengitku tak mau kalah. "Dengarkan dulu Amira, berulang kali aku mencarimu namun aku telah kehilangan jejakmu. Kontrakanmu yang dulu aku datangi, namun nihil tak ada yang tahu kemana kepergianmu. Bahkan nomor telponmu tak bisa dihubungi lagi."
Read more

Part 9

Bayi yang Kubawa dari KotaSetelah aku periksa, ternyata pesan tersebut berasal dari nomor yang tadi menghubungiku lewat panggilan. ["Maaf, ini dengan siapa ya"] balasku pada nomor tersebut. ["Oh iya, maaf lupa belum kasih tahu. Ini nomor Bu Alma, cah ayu"] balas pesan tersebut. ["Oh Bu Alma, kira-kira ada apa ya Bu? Apakah saya berbuat kesalahan"?] tanyaku langsung, karena tak biasanya ada orang yang mengajakku janjian di kafe. Apalagi ini seorang bos, sudah pasti membuat hatiku tak karuan. Satu menit, lima menit hingga aku menguap kesekian kalinya tak juga kunjung mendapat balasan. Mungkin Bu Alma sudah tidur, apalagi jam dinding sudah menunjukkan angka sebelas malam. Tanpa sadar akupun tertidur dengan membawa banyak tanya dalam benakku. Hingga akhirnya kokok ayam milik tetangga yang membangunkanku. Mataku masih terasa berat, namun aku harus cepat menunaikan salat Subuh sebelum Safira terbangun. Selesai salat, aku segera menyiapkan sarapan dan mencuci baju. "Mama ... Mama ..
Read more

Part 10

Bayi yang Kubawa dari Kota"Papa ... Papa ...." terdengar suara rintihan Safira mengigau malam itu. Spontan aku terbangun dan meraba kening Safira, yang terasa sangat panas. Anak itu demam, entah apa yang harus aku lakukan, otakku buntu tak bisa memikirkan sesuatu. Kompres, hanya itu yang terpikir. Mau minta bantuan pada tetangga juga tak mungkin karena di luar hujan cukup deras. Kulihat jam dinding, tepat jam tiga pagi. Kalaupun di bawa ke dokter, belum ada yang praktek jam segini. Apalagi aku tak punya kendaraan untuk membawa Safira ke dokter. Mungkinkah Safira sangat merindukan ayahnya, hingga dalam tidurpun dia masih mencarinya? Hatiku perih, merasa bersalah karena sampai kini Safira belum pernah bertemu dengan ayahnya. Setelah kukompres, perlahan panasnya mulai turun, namun dia menjadi rewel. Kugendong, kemudian kuayun dengan pelan agar dia kembali tertidur. Setelah Safira terlelap, akupun ikut berbaring di sampingnya, karena mataku juga masih sangat mengantuk.Belum sempat
Read more
DMCA.com Protection Status