Karna sebuah peristiwa, Eleanor terpaksa dinikahi oleh Effendy Chislon Abimanyu, putra dan pewaris tunggal dari mendiang konglomerat Astakara Abimanyu. Ele terpaksa masuk dalam dunia pernikahan yang tidak pernah dimimpikannya, hidup sebagai istri dari seorang suami yang tak menganggapnya di sepanjang pernikahan mereka.
View More"Aku tidak pernah menginginkan kamu apalagi pernikahan ini sejak awal. Kamu hanya akan menjadi tanggung jawabku, bukan orang yang aku anggap sebagai pendampingku."
Ele mendengar ucapan itu keluar dari bibir Efendy Chislon Abimanyu. Laki-laki dua puluh lima tahun itu tengah menatapnya datar. Elle menunduk di atas kursi rodanya. Kemarin, mereka sudah mengucapkan janji suci pernikahan atas dasar pemenuhan janji Effendy pada mendiang ibunya. Dan ini adalah kali kedua mereka bertemu kembali setelah pernikahan selesai dilangsungkan. Effendy tidak meminta pendapat Eleanor dalam pernikahan mereka sama sekali. Dia hanya menyeret Ele masuk dalam altar, di mana janji suci seharusnya diucapkan tanpa paksaan. Effendy duduk di atas sofa di tengah ruang tamu kediamannya, terlihat mengamati Eleanor dengan pandangan menilai. Melihat Eleanor tidak jua memberi tanggapan, Effendy menyilangkan kakinya dengan angkuh. Ruang tamu luas keluarga Abimanyu itu berselimut sepi yang kosong, memperjelas kecanggungan dan jarak di antara keduanya. "Kenapa kamu tidak menjawab?" Effendy tersenyum miring. "Jangan bilang kamu juga mengharapkan pernikahan ini." "Aku... Hanya merasa tidak enak," ujar Ele dengan nada tertahan. Ele dapat melihat sorot meremehkan dalam pandangan Effendy. Alih-alih sedih, Ele lebih terlihat merasa bersalah. "Kalau Tuan tidak menginginkan pernikahan ini, seharusnya Tuan tidak menikahiku dan menyiksa diri Tuan sendiri." Effendy mengubah posisinya, dari yang menyilangkan kaki menjadi duduk tegap. Tampak pria itu agak terganggu mendengar cara Eleanor menyebutnya. Laki-laki itu mengeleng ke arahnya. "Eleanor..." Effendy mengingat nama yang diucapkannya kemarin di tengah-tengah altar di depan pendeta saat mereka mengucapkan janji suci. Eleanor mengangguk samar. "Aku melakukan ini atas permintaan ibuku. Aku tidak bisa mengingkari janji pada perempuan yang paling aku cintai di dunia ini. Maka, jika aku sekalipun harus menikahi seorang wanita murahan, aku akan tetap menikahinya jika itu yang diinginkan ibuku," desisnya dingin. "Maka nikmati saja peranmu. Ingat, tidak boleh ada kontak fisik di antara kita, kau tidak boleh mengakui statusmu dan tidak boleh memunculkan dirimu saat aku bersama dengan kolegaku maupun teman-temanku." "Apa ini yang Nyonya Theresa mau?” tanya Ele dengan perasaan yang sesak. "Jangan menanyakan hal yang tidak perlu kau tanyakan," cetus Effendy. Mendengar jawaban dingin itu, perasaan Ele membeku. Ele menyelamatkan ibunda Effendy dari kecelakaan saat Nyonya Theresa nyaris ditabrak mobil. Dia mengutamakan naluri kemanusiaannya meski pada akhirnya dia harus berakhir di kursi roda. Dan Ele tidak tahu bahwa wanita yang ditolongnya adalah Therese Gallia Abimanyu, istri mendiang konglomerat Indonesia, Astakara Abimanyu. Setelah Ele monolongnya, Nyonya Theresa selalu mengunjunginya setiap hari di rumah sakit. Sayangnya, Nyonya Theresa meninggal bulan lalu karena penyakit kanker yang dideritanya. Sebelum meninggal, perempuan itu menitipkan pesan pada putra tunggalnya, Effendy Chislon Abimanyu untuk menikahi Ele. Dan, disinilah Eleanor sekarang, dinikahi seorang pria yang bahkan baru di awal pernikahan mereka tampak sudah ingin menyuguhkan “neraka”. Eleanor menggigit bibirnya pelan. "Di rumah ini ada delapan orang maid, dua diantaranya yang akan mengurusi keperluanmu. Jika kau butuh sesuatu, hubungi mereka, jangan melapor atau menghubungiku jika tidak benar-benar urgent. Kau mengerti?" "Ya," jawab Eleanor pendek. Effendy berdiri dan meninggalkan Elle yang duduk di atas kursi roda itu. Dia menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas. Sekejap kemudian tubuhnya yang tegap dan tinggi menghilang di balik lekukan tangga. "Mari Nona, saya antar ke kamar." Ele tampak sedikit terkejut saat saat suara seorang perempuan menyeruak di belakangnya. Dia menoleh kebingungan. Seorang wanita muda dengan pakaian maid tersenyum ke arahnya. Sang maid mendorong kursi roda Ele memasuki sebuah kamar yang lumayan luas dengan nuansa cream yang memukau. Ranjangnya luas, mengingatkan Ele pada ranjang para putri di film-film disney. "Ini adalah kamar Anda Nona," ungkap sang maid ramah sembari menyibak gorden jendela kamar yang cukup lebar. Pemandangan taman samping kediaman Abimanyu langsung tampak begitu gorden disingkapkan. "Saya Maritha, maid pribadi Anda." Eleanor mengangguk. "Dengan keadaanku yang sekarang, aku rasa kehadiranmu akan sangat membantuku," balas Eleanor sembari tersenyum. Maritha terlihat tulus, dia membawa ekspresi tenang dan dewasa. "Saya akan membantu Anda membersihkan diri." Dengan dipapah oleh Maritha, Eleanor masuk ke dalam bath up berisi air setelah pakaian luarnya sudah ditanggalkan. Ele mengenakan selembar kain yang melilit tubuhnya dari bawah bahu hingga pertengahan paha. Itu permintaan Ele sendiri yang merasa tidak nyaman untuk sepenuhnya terbuka, meski Maritha seorang perempuan. Tak lama kemudian, Eleanor sudah selesai membersihkan diri, berpakaian rapi dan meminta Maritha membiarkannya seorang diri dulu. Eleanor duduk di depan jendela kaca kamarnya di atas kursi roda, menatap taman yang tersiram matahari sore yang lembut. Seumur hidupnya, Ele tidak pernah bermimpi akan berakhir di sini. Dia adalah orang yang tidak suka terlibat masalah dan menjalani kehidupannya dengan monoton, tidak suka tantangan dan tanpa neko-neko. Yang membuatnya harus berakhir disini bermula pada sifatnya sendiri yang begitu mudah tersentuh dengan kesulitan orang. Memang tidak masuk akal. Eleanor tidak pernah menyesal membantu Nyonya Therese, namun dia sungguh tidak mengharapkan konsekuensi bahwa ia akan berakhir dinikahi oleh laki-laki yang tidak mencintainya. Apakah hidupnya akan baik-baik saja? Ele menggelengkan kepalanya dan mendadak berjengit ketika ponsel di saku bajunya berdering. Itu dari Tristan, editornya. "Hallo? Bagaimana keadaanmu, Le?" tanya Tristan, suaranya menunjukkan khawatir. Mendengar pertanyaan itu, suasana hati Ele semakin bertambah muram. “Aku baik, Mas.” "Aku harap kamu bisa selesaikan tulisanmu, El. Harapannya sih bulan depan sudah launching, penggemarmu sudah tidak sabar dengan series terbarumu." "Iya, aku sedang mengerjakannya." "By the way, di mana kamu? Aku menjenguk ke panti, ke apartemenmu, atau rumah sakit tapi kamu tidak ada." Ele terdiam. Ia memang sengaja tidak memberi tahu siapa-siapa. Termasuk Tristan, orang terdekatnya. Ele melakukan itu hanya karena ia tidak ingin orang-orang semakin khawatir padanya. Biarlah, Ele yang akan menyelesaikan ini sendiri. "Aku tidak bisa bilang sekarang, Mas. Kalau tiba waktunya aku akan beri tahu, ya." Terdengar Tristan menghela napas panjang. "Baiklah, aku tunggu naskahnya, Sayang." "Iya." Pembicaraan terputus. El menatap layar ponselnya sedang pikirannya berjalan ke mana-mana. Elle bekerja menjadi penulis. Bukan penulis yang terkenal sekali, tapi setidaknya bukunya sudah berjejer di toko buku. Genre bukunya bertema horror, thriller, dan ada beberapa bertema teen fiction, dan biasanya dia membuat series yang selalu ditunggu-tunggu oleh pembaca setianya. Ele hanya lulus SMA, dia juga tidak di adopsi dan seiring beranjak dewasa, Ele membantu mengurus panti asuhan. Berawal dari kegemarannya membaca dan mencoba menulis, Elle akhirnya bisa menulis dan memiliki usaha penerbitan sendiri, Hadasa Publish, tentunya dibantu dengan dana dari Tristan juga. Untungnya, promosi gencar yang mereka lakukan melalui media sosial dan forum-forum berjalan lancar hingga menghasilkan. ratusan ribu peminat dan penggemar novel karya Eleanor. Ele tersenyum saat membayangkan itu. Ia sangat berterima kasih pada Tristan, pria yang lebih tua tiga tahun darinya, dan sudah menjadi sosok kakak baginya. Dengan pelan, Eleanor menggulir kursi rodanya menuju laptopnya yang sudah tersimpan rapi di atas meja, lalu membuka laptopnya dan memeriksa naskahnya yang sempat tertunda dia lanjutkan karena kecelakaan itu. *** Ele terbangun tengah malam, layar laptopnya masih menampilkan ketikan naskah yang dia buat. Rupanya Eleanor tertidur di depan laptopnya. Dia merasa haus. Perempuan itu mengucek matanya dan memeriksa ponsel, pukul satu dini hari. Ele celingak-celinguk dan ternyata Maritha tidak menyediakan air minum di kamarnya. Ele bergerak bangkit, kursi rodanya berada tepat di sisi ranjang. Dengan piyama birunya, Ele menumpukan berat badannya pada kedua tangan kemudian mengangkat tubuhnya sendiri ke atas kursi roda. Ia lalu memencet tombol di bagian lengan kursi dan kursi roda mulai bergerak maju menuju pintu. Dengan sabar, Ele membawa dirinya menuju dapur. Itu cukup jauh karena ukuran kediaman Abimanyu memang cukup luas, meski tidak dikatakan sebagai mansion. Ele akhirnya sampai di dapur, namun permasalahannya sekarang dia baru menyadari kalau gelas itu berada di rak yang lumayan tinggi. Dengan penuh tekad, Ele berpegangan pada meja pantry dan menurunkan kakinya pelan-pelan. Dia berusaha menarik napas panjang dan kemudian mencoba berdiri. Sayangnya, kakinya terasa lemas dan nyeri. Eleanor mengulurkan tangan berusaha membuka rak, diikuti ringisan pada wajahnya karena kakinya semakin nyeri. Ele berhasil membuka rak tersebut, tapi kakinya tak cukup kuat. Tangannya hanya dapat menyentuh gelas, dan detik berikutnya bunyi pecahan gelas terdengar diikuti dengan tubuhnya yang ambruk karena kehilangan keseimbangan. Eleanor meringis. Telapak tangannya teriris pecahan gelas. Namun, bukan itu yang dia khawatirkan. Bukan lukanya, melainkan gelas milik seseorang yang telah dia pecahkan. “Apa kau memang suka merepotkan orang?”Tiga hari berlalu, Eleanor yang menyibukkan diri merawat Kaisar memilih untuk tidak menaruh harapan besar. Dia hanya ingin melihat, sejauh apakah usaha Effendy mematahkan dugaan perselingkuhan yang dia saksikan.Menepati janjinya, pagi itu Effendy kembali datang ke kediaman Winata.Namun kali itu, dia tidak sendirian, melainkan bersama perempuan Indo-Prancis yang Ele kenali sebagai Irliana. Perempuan yang berciuman dengan suaminya.Gemma membawa Kaisar bermain -main ke taman, Gemmi turut nimbrung bersama kakaknya ke sana.Di ruang tamu, Eleanor duduk bersama Ayahnya. Sedang Anita memilih untuk tidak turut campur. Dia tidak menampakan dirinya di ruang tamu.Sultan mempersilakan Effendy dan Irliana duduk. Memindai sosok Irliana sejenak, lalu laki laki itu bicara. "Saya mendengar, putri saya meminta Anda memberikan bukti kalau Anda memang tidak berselingkuh."Effendy mengangguk, "Ini Irliana, perempuan yang merupakan sahabat masa kecil saya, juga yang disalahpahami sebagai selingkuhan sa
Effendy tahu bahwa Sultan Winata adalah salah satu orang terpandang yang cukup famous di negeri ini. Yang membuat dia terkejut, adalah kenyataan yang dia terima bahwa Eleanor adalah putri Sultan Winata bersama dengan Dewi Bimantara. Kedua orangtua dari istrinya ternyata masih hidup.Sekembalinya ke kediaman, Effendy di kabarkan oleh salah satu maid bahwa ada sebuah paket untuknya. Ketika dia membuka, itu adalah surat perceraian, yang menunggu tanda tangannya.Secepat itu?Effendy meremas kertas itu dan membuangnya ke sembarang arah. Dia tidak akan Sudi menandatangi surat perceraian itu. Chislon merasa hatinya menjadi dingin dan sakit, dia merasa Eleanor tengah membalasnya. Dulu, dia yang melayangkan surat cerai pada istrinya.Effendy tak ingin menunggu waktu yang lama, dengan mengendarai mobilnya, Chislon menuju kediaman Sultan Winata. Dia tidak merasa kesulitan karna alamat itu begitu gampang dia peroleh dari Mahesa.Kediaman Sultan Winata masuk dalam kawasan elit. Ketika ia turun da
Berita tentang Adallard Quentin yang melakukan kekerasan pada istrinya langsung menjadi konsumsi publik, perihal semua perlakuannya yang terekam di siarkan langsung ke sosial media.Kepolisian Indonesia akhirnya menyerahkan kasus itu pada Polisi Prancis. Berbeda dengan sebelumnya, polisi Prancis tidak bisa berbuat banyak atau menutup mata karna tekanan publik.Irliana kembali ke Prancis untuk menghadiri sidang putusan dan juga untuk pengajuan perceraian terhadap suaminya. Dia berjanji pada Effendy akan kembali ke Indonesia setelah urusannya selesai. Dia berharap, Effendy juga bisa segera menemukan keberadaan Eleanor. Wanita itu tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan maaf berulangkali.Effendy melepasnya di bandara, hanya mengangguk atas semua ucapan ucapan Irliana."Kabari aku jika sudah menemukan istrimu, aku akan kembali ke Indonesia untuk membantu menjelaskan semuanya... Aku juga ingin meminta maaf secara langsung padanya..." Itu adalah ucapan terakhir Irliana sebelum beran
Harapan Effendy meredup, sampai keesokan hari, istri dan anaknya tidak pulang ke rumah. Sedang Irliana untuk sementara dia izinkan tinggal di kediaman utama agar bisa langsung memberikan klarifikasi jika Ele kembali sewaktu-waktu.Eleanor bak di telan bumi, ponselnya tidak dapat di hubungi. Effendy sampai menggunakan nomor baru untuk menghubungi, namun tetap tidak bisa. Itu menandakan kalau Ele mungkin sudah berganti nomor saat itu juga.Ketika Chislon memutuskan untuk datang ke panti asuhan ke esokan harinya, dia tidak menemukan Eleanor di sana, bahkan menurut sang bunda, Ele tidak datang ke sana sama sekali.Rasa bersalah, marah, cemas dan khawatir membuat Chislon merasa tidak tenang. Dia berdiri di balkonnya, mengerahkan orang-orangnya untuk mencari keberadaan sang istri."Aku benar-benar minta maaf, Chislon." Irliana menghampiri Chislon yang berdiri di balkon lantai dua. Laki laki itu baru saja mengecek laporan dari orang-orangnya yang masih nihil."Sekalipun kamu meminta maaf rib
Ketika Effendy tiba di rumah yang di tempati Irliana, dia melihat sosok Adallard yang berdiri bersandar di sisi mobil miliknya. Laki laki dengan cambang halus yang menghiasi dagunya itu tersenyum miring ketika berhadapan dengan sosok Effendy.Keduanya berhadapan -hadapan dengan tinggi tubuh yang tampak setara. "Effendy Chislon Abimanyu," eja Adallard menilai laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. Dia membuka mulutnya dan berbicara dalam bahasa Prancis, dengan suara rendah dan manipulatif. "Aku sudah tahu, kamu, memang Chislon yang itu. Sahabat masa kecil istriku...." "Irliana tidak suka dengan kehadiranmu." Tandas Chislon dalam bahasa Prancis."Siapa yang perduli," Adallard mengangkat bahu dan tertawa pendek. "Seberapa kuatpun kamu berusaha melindunginya, apakah kamu pikir hukum akan melindungi seorang laki laki yang menyembunyikan seorang wanita dari suaminya?""Kamu tidak pantas menjadi suaminya." Effendy tersenyum sinis, menghunus lawan bicaranya dengan pandangan tajam l
Effendy terbangun pagi itu, menyadari dia tertidur semalaman sembari memeluk istrinya. Eleanor masih lelap, wanita itu sepertinya tidak sadar membalas pelukan suaminya. Laki-laki itu sudah bermaksud membereskan permasalahan mereka hari ini. Dia tidak bisa membiarkan Ele dalam persepsi salah tentangnya lebih lama.Dia mengusap rambut Eleanor, mencium dahinya. Saat itu, Ele terbangun. Sang istri tampak terkejut menyadari posisi mereka dan langsung melepaskan diri, menjauh lalu perlahan bangun dari tempat tidur.Sebelum Effendy bicara apapun, Ele telah bergerak masuk ke dalam kamar mandi.Effendy hanya bisa menghela napas kasar. Dia pelan bangkit, bermaksud mengecek bayinya lebih dulu. Nyatanya Kaisar belum bangun. Ketika dia kembali ke kamarnya, Eleanor sudah keluar dari kamar mandi.Merasa Ele masih belum bisa di ajak bicara, Effendy akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia berencana tidak akan ke kantor hari ini. Saat Effendy keluar, dia mendapati istrinya tak lagi ada di sana. Selagi ia me
Ketika ia terbangun, Effendy lekas membasuh wajahnya, lalu bermaksud keluar untuk kembali mencari ponselnya. Itu baru menjelang pukul enam pagi.Effendy melihat Irliana berada di dapur, sibuk memasak sesuatu. Mungkin sarapan pagi. Ketika dia melihat Effendy, Irli mendekat dan menyodorkan sebuah benda dari balik celemeknya."Ini ponselmu, aku lihat ketinggalan di pantry," kata Irli pula. Effendy sedikit berpikir, semalam ia mencari sampai kesana, namun dia tidak menemukan gawai tersebut di meja pantry. Atau dia hanya kurang memperhatikan?"Terimakasih," sambut Effendy pula. Irli menjadi lebih diam."Kamu sudah akan kembali?" Tanya wanita itu setelah kesunyian mengendap di antara mereka beberapa ketika."Ya,"Irli terdiam sejenak, "Aku membuatkan sarapan untukmu, apa tidak bisa menunggu?"Tak tega melihat wanita itu semakin kecewa, Effendy mengangguk. Lagipula itu hanya nasi goreng, lima menit kemudian telah matang.Maka keduanya pun sarapan di meja makan dengan duduk berhadapan muka. S
Supermarket terdekat dari rumah yang ditempati Irliana bukan supermarket besar. Wanita itu akhirnya memilih pergi berbelanja untuk mengisi waktu. Selain itu, Irliana adalah seorang yang suka memasak dengan tangannya sendiri.Penjagaan dari para guard Abimanyu masih terus ketat di sekitarnya, namun tidak membuatnya risih. Lagipula, setiap keluar Irli selalu menggunakan topi, kacamata dan masker supaya dia tidak di kenali. Wanita itu menyusup di salah stand dan mulai memilih sayuran.Di sampingnya, mendekat seorang lelaki dengan keranjang troli, mulai turut memilih sayuran. Irli tidak menatap atau memerhatikan sosok di sampingnya. Dia memilih fokus memilah milah sayuran untuk menu yang di masaknya malam ini. Irli merasa antusias, dia ingin mengundang Effendy nanti."Begitu manis, pasti suami Anda bahagia punya istri seperti Anda." Seseorang berbicara dalam bahasa Prancis.Seperti mendengar suara dari neraka, Irli tersentak. Suara serak dan manipulatif itu sangat di kenalnya. Dia menole
Beberapa hari berlalu dengan normal. Akhir-akhir ini Effendy pulang ke rumah tepat waktu, bahkan dia mengambil cuti dua hari untuk membawa Ele dan Kaisar berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Meski kecurigaan Ele mengendur, namun dia tetap tak lantas berhenti lama sekali.Pagi itu, Effendy memutuskan ke kantor karna ada meeting tentang pemetaan program di Maluku, mengenai usaha tambang Ab Gallia yang ada di sana.Ketika dia mandi, Ele tengah merapikan seprei. Saat dia menimbang akan mengganti seprei itu dengan yang baru, wanita itu melihat layar ponsel suaminya menyala. Effendy terbiasa menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Terbawa penasaran, Ele mendekat dan melihat notifikasi.[Kapan mengunjungiku? Aku bosan.]Kata terakhir di bubuhi emoticon sedih. Ele membaca nama yang tertera di sana. Irry L.Siapa Irry L?Eleanor melihat ke arah pintu kamar mandi nun di sana, masih mendengarkan bunyi shower yang menderu tanda suaminya masih dalam aktivitas mandin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments