Mendapati papanya datang ke rumah wanita lain dan bersikap layaknya seorang laki-laki yang sedang mencintai, membuat Alya berang dan melabrak perempuan yang dianggap akan merusak keutuhan keluarganya. Namun, siapa sangka, Alya justru mendapat sebuah kejutan yang membuat hatinya hancur. Siapa sebenarnya wanita itu?
View MoreDi kantor polisi, suasana makin tegang. Bripda Rudi berdiri di belakang kursi seorang petugas IT, matanya menatap layar komputer penuh dengan data yang tak kunjung memberikan titik terang.“Gimana, Ris?” tanya Bripda Rudi tak sabar pada rekannya. Petugas IT itu menggeleng pelan. “Gak ada data yang cocok, Rud. Tak ada perusahaan di daerah Dago, bernama Adiprana Land. Sementara nama Dimas Adiprana sendiri, tak ada di daftar nama pengusaha di Bandung, maupun Medan.”Bripda Rudi langsung menghubungi Inspektur Damar yang sedang di ruang penyelidikan.“Ndan, laporan terbaru. Sepertinya, security itu membohongi kita. Semua data yang dia kasih palsu.”Inspektur Damar menghentikan langkahnya di depan ruang briefing. Ia menggenggam ponselnya lebih erat, rahangnya mengeras mendengar laporan dari Bripda Rudi. Kesal, karena merasa dibodohi oleh seorang security biasa.“Palsu semua?” tanyanya untuk memastikan. Suaranya pelan, tetapi terdengar menahan marah. “Termasuk perusahaan dan nama orang tuan
Inspektur Damar akhirnya sampai juga di rumah Naura. Kali ini, komandan polisi itu membawa beberapa personil, untuk berjaga-jaga. Sebagai anggota kepolisian, Inspektur Damar cukup paham, kalau orang seperti Naura akan melakukan segala cara untuk terlepas dari jeratan hukum. Melihat ada mobil polisi berhenti di depan gerbang rumah, seorang security segera membuka gerbang. Inspektur Damar keluar dari mobil. “Selamat sore,” kata Inspektur Damar seraya mengulurkan tangan. Security itu segera menjabat tangan Inspektur Damar. “Sore, Pak. Cari siapa ya?” tanya security terdengar agak takut. “Benar ini kediaman saudara Naura Shaquila?” Pertanyaan Inspektur Damar membuat dahi sang security mengernyit. “Benar. Tapi Nona Naura sudah pergi,” kata si security.Inspektur Damar mempersempit tatapannya. “Pergi ke mana?” tanyanya cepat.Security itu terlihat gugup. “Saya kurang tahu, Pak. Tadi pagi beliau buru-buru keluar pakai mobil, bawa koper. Katanya mau ke Bandung, menemui Tuan dan Nyonya.”
“Om!” Baru lagi Bastian akan jalan mendekati Laras, terdengar Audi memanggil. Bastian segera menolah dan berbalik melihat Audi. “Iya, Audi. Ada apa?”“Alya bilang, dia minta dibuka infusnya. Tangannya pegel katanya,” balas Audi. “Oh, ya udah. Biar Om bilang sama perawat,” kata Bastian dan berbalik dari hadapan Audi. Audi yang penasaran dengan yang Bastian lihat, melihat ke arah tempat tadi Bastian lihat. Dahinya mengernyit melihat Laras yang duduk sendirian di bangku taman dengan tatapan jauh ke depan, seperti sedang melamun. Bastian bersama perawat masuk lagi ke kamar Alya. Perawat segera membuka infus Alya. Tak lama Audi juga masuk ke ruangan itu. “Makasih, Sus,” kata Alya pada sang perawat. “Sama-sama,” balas perawat tersebut, lantas permisi keluar. “Pa, jam berapa kita pulang?” tanya Alya. “Sebentar lagi,” jawab Bastian. “Ibu mana ya? Kok sholat lama banget?” tanya Alya. Bastian tidak menjawab. Audi ingin menjawab, tetapi khawatir Bastian curiga kalau dia mengintip. “Hap
Bastian masuk ke kamar Alya berama Inspektur Damar dan Bripda Rudi. Laki-laki paruh baya itu tampak terpaku sejenak melihat Laras yang berada di kamar Alya. Ekpsresi Bastian, tak luput dari perhatian Alya, tentu saja Audi juga. Audi semakin curiga, ada sesuatu yang disembunyikan, apalagi Laras juga pamit keluar, seolah-olah menghindari Bastian.“Ibu ke mushola dulu ya, kayaknya udah Dzuhur,” kata Laras. Kebetulan rumah sakit itu jauh dari Mesjid, hingga tidak terdengar suara adzan. Alya mengangguk. “Nanti balik lagi ya, Bu. Temani Alya sampai pulang,” kata Alya, Laras mengangguk, lalu keluar tanpa melihat Bastian. Bastian berupaya bersikap biasa saja, tetapi matanya tak bisa bohong. Matanya tampak mengikuti Laras, namun segera dialihkan saat Inspektur Damar mulai mengajukan pertanyaan pada Alya. “Bagaimana kondisinya?” tanya Inspektur Damar.“Sudah jauh lebih baikan, Pak,” balas Alya. “Syukurlah. Ada beberapa pertanyaan yang ingin kamu ajukan. Apa Nona Alya sudah bisa menjawab?”“
Ketika Laras tiba di rumah sakit, Ratna memilih pulang. Dia tak mau menyiksa hatinya sendiri dengan berlama-lama bertatap muka dengan Laras. Meski dirinya juga tak bisa berbuat apa-apa, karena kehadiran Laras dalam kehidupan pribadinya, justru atas kemauannya sendiri. Kehadiran Laras akan membuat suasana menjadi canggung di antara mereka. Lagipula, dia percaya, Alya sudah aman sekarang.Laras duduk di tepi ranjang, memandangi wajah Alya yang masih tertidur. Tangannya bergerak pelan, menggenggam jari-jari Alya dengan hati-hati, seolah takut membuat putrinya akan terbangun. Matanya berkaca-kaca, kala melihat bekas rantai di pergelangan tangan Alya yang meninggalkan bekas luka memerah. Tanpa bicara, Laras membungkuk sedikit, mendekatkan wajahnya ke tangan Alya yang digenggamnya. Ia mengecup punggung tangan itu, merasakan dingin kulit putrinya di bibirnya sendiri.“Maafkan Ibu, Nak,” ucapnya lirih. Mata Laras basah, tapi ia buru-buru menghapus air matanya. Beberapa menit berlalu. Suasa
Beberapa menit kemudian, mobil patroli memasuki halaman Rumah Sakit Bhayangkara. Petugas medis yang sudah dihubungi sebelumnya langsung menghampiri, membawa tandu.Dengan hati-hati, Inspektur Damar mengangkat Alya dari jok belakang ke atas tandu. Gadis itu masih tak sadarkan diri, wajahnya pucat, dan tubuhnya tampak penuh luka lecet akibat pelariannya. "Segera bawa ke UGD!" seru salah satu perawat. Inspektur Damar mengikuti mereka beberapa langkah sebelum berhenti di pintu UGD, membiarkan tim medis bekerja. Ia menghela napas berat, baru kali ini rasanya ada kasus penculikan yang begitu membuat emosinya terseret dalam-dalam. Beruntung, tadi malam polisi bergerak cepat dan tidak menyepelekan laporan keluarga. Tak lama, Bastian datang berlari-lari kecil bersama istrinya, Ratna. Wajah mereka tampak panik dan cemas. "Pak Inspektur! Di mana anak saya?!" tanya Bastian sambil berusaha mengatur nafasnya. "Nona Alya sudah di dalam ruang UGD. Kondisinya stabil, tapi dia kelelahan berat dan
Beruntung mobil itu bisa menghentikan laju mobil di waktu yang tepat, hingga Alya tak sampai celaka. Namun begitu, tetap saja Alya yang memang pada awalnya sudah dalam kondisi ketakutan menjadi sangat lemas dan jatuh terduduk di atas aspal, tepat di depan mobil yang berhenti itu. Ternyata itu adalah mobil patroli polisi. Dua orang penculik yang melihat itu, segera melarikan diri sebelum polisi menyadari keberadaan mereka. Inspektur Damar secepatnya turun dan melihat kondisi gadis itu. Laki-laki itu berjongkok di depan Alya. “Dek, kamu nggak papa?” tanyanya. Inspektur Damar belum bisa melihat wajah Alya yang menunduk ketakutan. Tubuh Alya gemetar, tak mampu menjawab. Dia tak tahu, apakah orang yang ada dihadapannya ini, orang baik atau tidak. Inspektur Damar berusaha melihat wajah Alya, dengan menyibak rambutnya yang sebagian menutupi wajah. Alya reflek menghindar. Gadis itu benar-benar trauma. Dahi Inspektur Damara mengernyit, merasa mengenali wajah itu. Bripda Rudi yang juga tur
Setelah melihat lewat beberapa CCTV jalan yang saling terhubung, akhirnya polisi mengetahui dimana lokasi mobil van tersebut. Inspektur Damar mengerahkan beberapa petugas. Sebagian baru datang karena dihubungi oleh Bripda Rudi. Semua petugas bergerak dengan cepat. Bastian dan keluarganya diminta menunggu di rumah saja agar tidak mengganggu konsentrasi petugas. Bastian sangat bersyukur, polisi bergerak cepat, tanpa menunggu satu kali dua puluh empat jam. Akhirnya, mereka memutuskan menunggu di rumah dengan perasaan yang cemas. Sementara itu, Laras sangat gelisah. Sampai menjelang pagi, dia tak bisa memejamkan mata. Pikirannya terus tertuju pada Alya. Namun, dia juga sungkan menghubungi Alya ataupun Ratna di dini hari. “Ya Allah, semoga Alya nggak kenapa-napa. Lindungi anakku ya Allah,” ucapnya lirih. ~~~~~~Alya terus menunggu dengan diam. Dirinya berharap, orang itu akan putus asa dan pergi setelah menghubungi bosnya. Akan tetapi, itu hanya tinggal harapan. Apalagi temannya yang t
“Tolong dipause dan dizoom, Pak. Biar terlihat nomor plat mobilnya,” himbau Inspektur Damar. Pemilik rumah pun melakukannya. Bripda Rudi segera mencatat nomor plat mobil van hitam itu, lalu menunjukkan pada Inspektur Damar, untuk memastikan kalau dia tak salah catat, karena memang gambarnya agak buram. “Itu mobil kayak bukan punya warga sini,” kata pemilik rumah. Damar menatap layar, matanya menyipit. “Pak, boleh kami minta salinan rekaman ini?”“Tentu, Pak. Saya punya USB kosong.”Beberapa menit kemudian, rekaman itu sudah ada di tangan tim penyelidik. Walaupun tidak cukup untuk identifikasi penuh, tapi itu petunjuk pertama yang nyata. “Kita harus bergerak cepat. Cari tahu siapa pemilik mobil itu,” kata Inspektur Damar, setelah mereka keluar dari rumah pemilik CCTV. ~~~~~~~Dengan jantung berdebar, Alya bersembunyi di belakang pintu. Langkah kaki semakin dekat. Alya berusaha keras agar bisa tenang dan menahan nafasnya yang menderu, agar tidak menimbulkan suara. Ketika pintu dib
POV ALYA"Al, itu Papa kamu kan?" tanya Audi ketika kami baru saja akan naik motor setelah nongkrong di cafe langganan sejak masa kuliah.Aku spontan menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Audi. Seorang pria yang sangat familier baru saja keluar dari sebuah toko kue ternama. Dia membawa kotak kue dan berjalan menuju mobilnya. Benar saja, itu cinta pertamaku. "Iya, itu Papa," ujarku senang. Aku langsung berseru memanggilnya, "Pa! Papa!"Namun, Papa sudah masuk ke dalam mobil dan mobilnya mulai bergerak. Papa sepertinya tidak mendengar panggilanku. Aku menghela napas kecewa, padahal aku sudah berteriak memanggilnya, sampai urat leherku terasa tegang."Yaah .…"Audi menatapku sekilas sebelum menyerahkan helm padaku. "Ya udahlah, sama aku aja. Kan kita satu tujuan," katanya.Aku ragu sejenak sebelum akhirnya menerima helm dan naik ke boncengan. "Rumah kamu kan lebih dekat. Kalau aku sama Papa, kamu nggak perlu nganter aku dulu," ujarku. Harusnya tadi aku bawa mobil aja, atau motif sendiri. ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments