Ryan duduk menunduk sambil mengengam hp miliknya. Tak ada kata yang ingin terucap, bibirnya kelu. 'Apa dosa di masa lalu hingga punya nasib seperti ini?'
Ia mencoba menelan salivanya sendiri. Ketika Mamanya begitu heboh dengan pernikahan ini, beda dengan Papanya juga kakak lelaki satu- satunya. Semua tampak sedih.
"Kenapa kalian tampak murung semua? Ayo berangkat sekarang keluarga Tania sudah menunggu !"
Mendengar ocehan Mamanya yang bak meriam itu, ia beranjak. Menyeret kakinya yang terasa berat. Ingin rasanya masuk ke lubang tanah dari pada harus menjalani pernikahan yang tak di inginkan ini. Sesak di hati membayangkan wajah Amelia ketika mengetahui dirinya di madu.
Ryan melangkah gontai menuju mobjl, Hendri mengusap punggung adik satu- satunya. Tanda untuk bersabar menghadapi semua ini.
Mereka akhirnya sampai di rumah Tania. Tak banyak anggota keluarga yang datang. Hanya keluarga inti saja Rencananya kalau Amelia dan Ryan resmi bercerai mereka akan mengadakan pesta besar- besaran.
Penghulu sudah datang, sorot mata Ryan layu mendapati Tania dandan cantik dengan balutan kebaya putihnya. Duduk di depan penghulu menunggu dirinya. Ia menunduk seakan ingin lari dari semua ini. Ini begitu menyesakan dada.
Tania tersenyum melihat Ryan sudah datang. Air mukanya tak menyembunyikan kebahagiaanya. Senyum tak terlepas dari bibir tipisnya. Lia dan Mamanya Tania berpelukan, keinginanya tercapai. Menjadi besan. Persahatanya di satukan dalam pernikahan.
Ryan menelan ludah. 'Segitu senangkah Ibu dengan pernikahan ini?' Batin Ryan gusar. Padahal dirinya tak mampu berkonsentrasi.
"Ryan duduk! Pak penghulu sudah menunggumu!" ujar Chandra ketus. Terpaksa di sini karena perbuatan anaknya.
Ryan duduk di depan Penghulu. Keringat memenuhi dahi, terimagt dua tahun lalu saat ijab sama Amelia. Tapi kini di sebelahnya ada wanita ular berbisa yang menghancurkan masa depanya. Tania sukses melakukan itu dengan cara keji.
"Bagaimana Mas Ryan siap?" Tanya Pak penghulu membuyarkan lamunanya. Ryan tergagap, mengulurkan tanganya pada penghulu. Rasanya tengorokan tercekat. Ada nyeri di sudut hati.
Ryan mengucapkan Ijab kobul, tak ada semangat dengan pengucapanya. Ia sampai melakukan tiga kali.
SAH
Akhirnya Ryan bisa mengucapkan ijab kobul. Tania bahagia. Kini sudah sah menjadi Tania Prayoga walau secara siri. Ryan nama lengkapnya Ryan Prayoga. Tania ingin mencium punggung tangan suaminya, tapi Ryan enggan tanganya di cium. Ia malah menolehkan kepalanya ke arah lain. Malas melihat Tania.
"Ryan ! Berikan tanganmu. Itu istrinya akan mencium tanganmu! Perintah Mama. Ryan menghela nafas kasar, tak suka terjebak dalam sandiwara ini. Begitu memuakan. Terpaksa mengulurkan tangan untuk di cium Tania.
"Akan ku buat kau menyesali pernikahan, Tania ! Bisik Ryan di telingga Tania.
Senyum seringai Tania mendengar itu.
"Akan ku buat kau bertekuk lutut di hadapanku, dan kau tak bisa lepas dari pernikahan ini!" Balas Tania seraya senyum seringai di wajahnya.
'Dasar ular' batin Ryan geram kalau tak ada ada orang banyak, rasanya ingin mencekik lehernya.
Sabar ... sabar Ryan, semoga pernikahan ini cepet berakhir ya Tuhan. Batin Ryan mengusap wajahnya kasar.
Acara pernikahan selesai, Tania duduk di ranjang dengan memakai baju tipis. Semua lelaki normal akan bergejolak hasratnya dengan pemandangan seperti itu tapi tidak bagi Ryan. Ia merasa jijik dengan pakaian tipis yang di kenakan Tania.
"Ganti pakaianmu! Jangan harap aku menyentuhmu! Dasar wanita ular !" Bentak Ryan.
Tania terkesiap mendengar bentakan Suaminya.
"Kenapa kaget?
"Nggak ! Jawab Tania ketus. Terpaksa ia menuruti suaminya menganti bajunya dengan piyama tidurnya.
Ryan mengemasi pakaianya, terlihat Tania berdiri mematung di depan pintu. Menatap nanar di depanya."Sayang, kau tak mengajaku," ucap Tania sedih. Sejak menikah seminggu denganya tak sedikitpun Ryan berbasa basi denganya. Menyentuh pun tidak. Padahal dirinya menginginkan anak dari Ryan."Maaf, aku belum siap bicara sama Amelia,"'Amelia terus yang ada di pikiranmu' batin Tania."Apa aku yang harus bicara dengan Amelia, bahwa kau telah menikah denganku? Tanya Tania mencari belas kasihan dari mata teduh Ryan."Jangan Tania, biar aku sendiri yang bicara dengan Tania,"Untuk saat ini ia tak sanggup melihat air mata di wajah Amelia.'Aah, seandainya kejadian itu tak terjadi, mungkin tak meninggal rasa bersalah ini' batin Ryan. Selesai packing ia keluar kamr. Berniat pamitan dengan kedua orang tuanya.Mereka sedang sarapan pag
Pov. Ryan. Aku semakin hari merasa bersalah pada istriku, walau sebenarnya aku merasa tak melakukanya. Apa aku di jebak Tania? Aaaaggghh ...." 'Ya Tuhan, Aku masih mencintai Amelia jangan pisahkan kami' batin Ryan. Tak sanggup untuk aku kehilangan Amelia, ia sangat berharga bagiku. Menghembuskan nafas pelan, aku meraih Foto pernikahan di depan mejaku. 'Maafkan aku sayang ...' batin Ryan. ****** Tinn ...tin Amelia setengah berlari ke depan, ia memang tadi memesan dua botol susu. Alangkah kagetnya saat sosok dua orang berdiri di depan pintu. Mama mertua dan Tania. Ia menarik bibirnya dan berusaha ramah. "Silakan masuk Ma," ucap Amelia ramah. Tania mengekor di belakang Mama. Firasat Amelia tak enak saat ini. Tapi mencoba tenang. Mungkin ini hanya firasatku saja?&nbs
Amelia meletakan gawainya di atas nakas kamar tidurnya. Merebahkan diri di atas tempat tidur. Tempat memadu kasih bersama suaminya. Selama ini Suaminya masih bersikap biasa tak ada yang mencurigakan. Perhatian dan romantis seperti biasa. Tapi saat ada Tania dan Mama mertua di sini, sikapnya langsung berubah. Ada apa ya? Amelia memijit keningnya sendiri, takut apabila lelaki yang bersamanya saat ini mendua. Seandainya mendua apa aku harus melepaskan Mas Ryan? Batin Amelia. Amelia bangkit, ia berjalan menuju balkon lantai atas ingin menutup jendela dan korden. Ingatan bersama Ryan kembali hadir. Saat dia memeluk pinggangnya dari belakang dan membisikan kata cinta. Bersama menikmati keindahan kota Singapore yang sangat indah ketika malam datang. Ia menutup korden dan jendela, perasaan dari tadi tidak enak. Untuk mengusir kegundahanya ia iseng mengecek akun medsos suaminya. Tapi tak ada
Amelia shock melihat Mereka ada di depan pintu. "Mana Ryan !" Tanya Mama. "Lagi tidur Ma," Sedang di Belakang Mama, Tania sedang menangis. 'Ada drama apa ini?' Batin Amelia. "Panggil Ryan!" "Kasihan Ma, dia masih tidur," Mama danTania langsung masuk ke dalam. Mereka menghenyakan diri di sofa. "Ambilkan minum Amel, Mama haus !" Perintah Mama. Amelia segera membuat teh hangat untuk mereka berdua. "Diamlah Tania! Jangan nangis terus Mama pusing dengernya!" "Bagaimana Tania bisa diem Ma, kalau Mas Ryan menceraikanku," Tania menangis semakin menjadi. Amelia membawa dua cangkir teh. Di berikan pada mereka berdua. Tadi sempet dengar Tania menyebut nama suaminya. Tapi tak denger begitu jelas. 'Aah sudahlah, aku mau masak saja
Ryan memeluk Amelia erat, tak ingin wanita di cintainya saat ini menangis. Apalagi terpuruk. Ryan mengusap air mata Amelia. "Maafkan aku sayang," ucap Ryan mencium puncuk kepala istrinya. Amelia menangis di dada bidang suaminya. Mendengar telah menceraikan Tania. Sedikit terobati sakit hati ini. Ryan merangkul pundak Amelia. Mereka berjalan mendekati Tania dan Mamanya di ruang tamu. "Tania maafkan aku, semoga kau mendapatkan lelaki yang lebih baik dari aku," ucap Ryan tenang sambil kembali merangkul pundak Amelia. Mata Tania membelalak, menatap tajam Ryan. Luruh sudah harapan memiliki Ryan seutuhnya. Tak terima dengan keputusan Ryan secara sepihak. Amarah memuncak. Ia memukul- mukul dada Ryan. "Kamu jahat Ryan, setelah merengut kesucianku kau lempar aku tempat sampah ! Kau akan membayar semua Ryan!" Ancam Tania menuding wajah Ryan.
Amelia menata bajunya di koper, sementara ini ingin pergi sebentar dari Kehidupan suaminya. Mengetahui suaminya pernah tidur dengan tidur dengan Tania membuatnya gamang saat ini. Ia menghela nafas berat. Kembali memikirkan langkah ini. Apakah tindakanku benar? meninggalkan Ryan? Amelia berusaha memejamkan matanya. Pikiranya pusing memikirkan semua ini. "Aaah aku ingin menenangkan diri di rumah Ibu," gumam Amelia. Selesai packing ia memesan tiket lewat online. Merasa belum masak, ia membuka kulkas kemudian memasak kesukaan Ryan. Tapi pikiranya tak fokus untuk memasak. Apakah diriku penghalang bagi suamiku Tania? Tapi aku tak sanggup berbagi suami. Ryan pun lebih memilihku daripada Tania? gamang kembali menguasai hati Amelia. Selesai masak ia menata di meja. Di tutup tudung saji. Gegas mandi sebelum Ryan menghalangi dirinya pulang. **** D
Amelia di sambut Ines, Ayah dan Ibu saat kehadiranya. Mereka senang Amelia bisa mengunjunginya. Apalagi Ines langsung bergelayut manja di lenganya. Saat kakak sulungnya datang. Tak menghiraukan suami kakaknya yang berada di sampingnya. Ryan melirik istrinya yang terlihat bahagia di tengah keluarganya. Ya saat ini dia ingin ketenangan. Mendengar suaminya telah menikah lagi diam- diam membuatnya merasa di hianati walau sekarang sudah di ceraikan tapi ke depanya. Takut Ryan akan melakukan lagi di belakang Amelia. Ryan melirik istrinya sambil mengengam tangan mesra. Tapi Amelia mengangapnya biasa saja. Butuh waktu untuk menghadirkan rasa itu lagi. Suasana hangat di meja makan. Saat makan siang. Amelia sangat senang berada di tengah keluarganya. Setelah selesai makan siang. Mereka masuk kamar. Kamar Amelia saat masih gadis. Kamar itu masih rapi karena Ibunya sering membersihkanya. A
Tania mampir ke kantor Arnold. Terpaksa merendahkan harga dirinya demi membalaskan sakit hatinya. 'Tok ... tok "Masuk ...." ucap Arnold dari dalam ruangan. Tania membuka pintu. Arnold duduk di belakang meja. Menatap tajam ke arah Tania. Setelah lelah mengejar Tania datang sendiri menghadapnya. "Halo ... sayang! Makin cantik aja! Tau aja kalau aku merindukanmu, kini di hadapanku!" Arnold tersenyum mengoda Tania. Sosok yang dicintai selama masa kuliah kini di hadapanya. Padahal dulu Tania susah di jangkau. Pendekatan dengan berbagai cara tak bisa meluluhkan hatinya. Mungkin Arnold terkenal lelaki playboy yang gemar main cewek dan tidur sama perempuan. Tania eneg melihat wajah Arnold begitu dekat denganya. Dari dulu tak berubah perangainya. "Hancurkan anak perusahaaan Chandra company. "Apa imbalanya?" Tanya Arnold tersenyum m