Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti.
'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih.
"Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon.
"Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor,"
Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus.
Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Amelia meraih beker di atas nakas. Jam lima pagi. Ia menyingkirkan tangan Ryan yang melingkari pinggangnya. Gegas berwudhu takut Subuhnya ketinggalan. Sebelum sholat Amelia meneteskan air dari wajah bekas berwudhu.
Ryan terkesiap merasai air di wajahnya kaget akhirnya terbangun. Amelia tersenyum lebar berhasil membuatnya suaminya terbangun.
"Bangun sayang, imam sholat subuh,"
Ryan tak marah, malah gemes liatnya. Candaan kecil yang membuat Ryan sulit berpaling pada istrinya. Ia hanya tersenyum kecil menanggapinya. Amelia menyiapkan pakaian sholat juga menghamparkan sajadah. Mereka sholat subuh berjamaah. Selesai sholat Tak lupa Ryan mengecup kening istrinya sebagai tanda sayang.
Di ruangan Dokter.
Amelia memegang tangan suaminya. Dokter muda berkaca mata, punya kumis tipis. Mata sipit dan kulit putih tersenyum kearah mereka berdua.
"Selamat pagi tuan dan Nyonya?"
"Selamat pagi Dokter ...."
"Dokter Matius."
"Ada yang bisa kami bantu Tuan dan Nyonya?
"Kami sudah tahun dua menikah tapi belum di karuniani keturunan," ucap Ryan seraya mengengam tangan istrinya.
"Mari silakan Nyonya, aku periksa dulu,"
Amelia berbaring telentang. Dokter mengoleskan gel di perutnya. Beberapa menit kemudian tampilan kantong rahim ada dilayar.
"Rahim Ibu bersih, tidak ada penyakit yang serius,"
"Kini giliran Tuan Ryan yang di periksa ya," ucap Dokter seraya tersenyum ramah. Ia menyilahkan Ryan masuk ke ruangan agar bisa di ambil punya Ryan.
Setelah hampir lima belas menit menunggu. Ryan membawa hasilnya di gelas kecil di tanganya.
"Sebentar ya Tuan, aku akan memeriksanya di miskroskop," Dokter Matius beranjak menuju ruang pribadinya.
"Baik Dokter,"
"Sayang, apapun hasilnya jangan pernah menyerah untuk mendapatkan momongan," ucap Amelia sambil menangkup pipi Suaminya.
'Kenapa di saat seperti ini ada gairah mendadak muncul?'
'Astaghfirullah' batin Amelia mengusap dadanya sendiri.
"Kenapa sayang? Lamunin apa sih?" Ryan meledek istrinya.
"Nggak apa, aku sudah tak sabar punya baby kecil yang lucu!"
"Hmmm,"
Tak lama kemudian Dokter Matius datang dengan lembaran kertas di tanganya. Hasilnya langsung keluar saat ini juga.
"Tidak ada masalah dengan kesuburan kalian. Dari pihak suami atau istri semua sehat, perlu bersabar lagi. Jangan stress. Semoga kalian cepet hamil,"
Ryan dan Amelia lega mendengarnya. Penjelasan Dokter membuatnya bersemangat menjadi orang tua.
"Terima kasih Dokter kami permisi dulu,"
"Iya silakan,"
***
Amelia memeluk suaminya erat. Bahagia membuncah dalam dada. Dirinya sehat dan juga siap mengandung. Baru sempet periksa setelah dua tahun pernikahanya, di karenakan Amelia sibuk sebagai Dokter. Kini Ia rela melepas profesinya demi menjadi gelar Ibu.
"Sayang besok kita ke rumah Mama ya?kan ada acara empat bulanan kak Putri?" ucap Ryan sembari merapikan rambut ke belakang kuping istrinya.
"Tak ada yang perlu kita takutkan kita semua sehat. Tinggal menunggu waktu saja kita menjadi orang tua,"
"Iya Mas," ucap Amelia memeluk suaminya hangat. Saat ini kebersamaan dengan suami adalah hal yang paling menenangkan.
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Kepala sekolah mengumumkan kelulusan siswa Sma negeri 10 kota kecil di jawa tengah. Tepatnya di daerah pemalang. Para siswa berderet menunggu pengumuman itu. Anak-anak Deg-deg an menunggu pengumuman. Tatkala kepala sekolah mengumumkan hasil kelulusan, mereka lulus seratus persen. Anak- anak bersorak sorai menyambut pengumuman dari kepala sekolah. Di lanjut Kepala sekolah mengumumkan juara satu sampai sepuluh. Amelia masuk dalam sepuluh besar. Mendengar itu ia mengucap alhamdulilah,Selesai pengumuman murid menbubarkan diri, ada yang masuk kelas masing- masing. Murid terutama yang laki- laki membawa pilox untuk mencorat- coret pakaianya. Tapi Amelia tak ikut corat- coret sebagai euforia kelulusan. Ia lebih suka masuk kelas. Amelia duduk di bangkunya. Shinta yang di sampingnya heran, sahabatnya heran dengan tingkah laku Amelia. "Amel, kenapa malah duduk di sini? Nggak ikut corat- coret?" "Ak
"Assalamulaikum " Ines baru pulang sekolah. "Walaikum salam..." Jawab Mama Ning. Amelia yang mendengar dari dalam kamar menjawabnya di dalam hati. Amelia kembali browsing dan mendapatkan dua Universitas yang mengadakan beasiswa. Satu kampus negeri dan satunya swasta. Ines melangkah menuju kamar kakaknya. "Kak..." Suara Ines dari luar, tanganya mengetok pintu kamar Amelia. "Ya." Balas Amelia dari dalam. Ia membuka pintu masuk ke kamar Amelia dan langsung duduk di pinggir Bednya. "Ada apa Ines? Tanya Amelia menatap lekat adik kesayanganya. "Kakak bajunya tidak di corat- coretkan?!" "Nggak de, tenang saja." "Syukurlah." Ines bernafas lega. Mereka duduk saling berhadapan. "Kakak hari ini pengumuman kelulusan kan? "Iya, emang kenapa?" "Kakak rangking berapa?" "Yah, kakak hanya rangking lima dar
Trisno pulang ke rumah dengan perasaan lega. Ia membawa uang satu juta untuk uang saku anaknya. Sampai di rumah. Ia langsung masuk ke rumah mencari Amelia. Ayahnya menemui dengan tergesa. "Ada apa Yah? Sepertinya Ayah tergesa- gesa?" "Syukurlah, kamu belum berangkat." Trisno mengeluarkan uang satu juta dari sakunya. Amelia tertegun. Padahal dirinya sudah mendapatkan uang saku dari Ibunya. "Ini uang saku buat kamu, moga kamu di terima ya!" Trisno mengusap kepala anaknya. "Tapi, aku dah di kasih sama Ibu." "Udah, buat jaga- jaga" Ucap Ayah. "Udah siapkan?" "Udah" Kemudian Amelia berpamitan pada Ibunya dan Ines. Mereka menuju Terminal. Sampai di terminal Amelia turun dari motor. Ia pun berpamitan dan mencium punggung tangan Ayahnya. Trisno memandangi punggung putri sulungnya berlalu dari
Ujian selesai para peserta menghambur keluar, tak terkecuali Mita dan Amelia. Para peserta menunggu dengan was- was, karena hasil ujian akan di laksanakan hari ini. Amelia dan Mita duduk di depan kelas juga para peserta lainya. Amelia matanya tak lepas dari dzikir digital yang ia lafalkan di dalam hati, Sedang Mita chatan dengan pacarnya."Kau chat an ama siapa Mit? Kayaknya seneng banget?""Ama pacarlah, emang kamu jomblo!""Jangan keras- keras dong, nanti ada yang denger, aku kan malu !" Ucap Amelia menutup mulut sahabatnya yang terlanjur ember."Iya maaf, hehehe...""Kamu nggak dzikir sih, kita udah berusaha harusnya berdoa dong.""Aku sebenarnya hanya cari pengalaman aja, kalau keterima ya Alhamdulilah kalau nggak juga nggak apa- apa." Ucap Mita Enteng.Amelia memukul lengan sahabatnya. "Terserah kau saja lah, kau kan anak orang kaya..."