Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam.
Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja.
"Ceklek"
"Assalamualaikum,"
"Walaikum salam Mas Ryan,"
Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya.
"Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya.
"Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja.
"Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng,"
"Iya sayang,"
Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Wajah tampan Ryan makin membuat Amelia kecanduan untuk memandangnya.
"Kenapa aku tampan ya?" Senyum mengoda istrinya.
"Hemm, istriku juga cantik nih," ucap Ryan mencium pipi istrinya. Suara Adzan mengema dari hp Ryan. Hp Ryan di aplikasi adzan. Apabila tepat waktu sholat akan langsung bunyi adzan.
"Udah magrib nih, ayuk sholat dulu sayang?"
"Iya," Amelia menaruh makanan di atas meja.
Mereka kemudian berwudhu. Ryan menghamparkan sajadah di ikuti Amelia
Mereka berdua melakukan sholat magrib berjamaah di rumah. Ada ketenangan saat melaksanakan. Kewajiban. Amelia mencium tangan Suami takzim. Balasanya Ryan mencium kening istrinya. Seraya mendoakan istrinya menjadi Istri solekhah. " makasih sayang, udah menerima ku kembali, Mas akan berusaha membahagiakan mu sayang," bisik Ryan di telinga Amelia.
Amelia terharu mendengarnya. "Semoga kita juga cepet di karunia momongan, Amin,"
"Amin." ucap Ryan seraya menengadahkan kedua tanganya ke atas. Ia juga sangat merindukan zuriat yang lahir dari rahim istrinya.
"Sayang, ayoo makan,"
"Iya,"
Amelia kemudian melepas mukenanya dan menaruhnya di capstok.
Amelia menyiapkan makan malam untuk suami. Saat makan malam di selingi ngobrol.
"Sayang, tadi siang Mama ke sini,"
"Oh ya, kenapa nggak ke sini ya Mas?"
"Kapan Mama mau menerimaku ya? Apa aku belum bisa berikan cucu ya?"
Ryan mengengam tangan istrinya erat. Menenangkanya. Mata Amelia berembun. Menahan tangis. Mengaduk nasinya hingga suara sendok berbunyi.
"Hmm sayang, jangan di fikirkan? Anak itu rejeki. Kita hanya berusaha. Kalau ingin cepet punya anak. Harus bebas pikiran sayang,"
Wajah Amelia mendadak cerah. Ucapan suaminya ada benarnya juga. Harus rilex demi mendapatkan momongan.
Amelia tersenyum manis pada suaminya. Harapanya kembali muncul untuk menjadi seorang Ibu. Ia begitu mendambakan buah hati dalam dekapanya. Memanggilnya dengan sebutan Mama.
"Eeh ... istriku malah melamun!" Ledek Ryan seraya mencubit lenganya.
"Auuh ... sakit,"
"Nah makanya jangan melamun sayang,"
"Aku sedang membayangkan kalau kita punya anak dia akan memanggilku Mama!"
Mata Amelia mengejap mengerakan kelopak matanya. Ryan geli melihatnya.
"Kalau aku apa ya enaknya panggilnya?"
"Papa, Ayah, atau Daddy?"
"Ayah aja deh!"
"Jadi panggilanya Mama dan Ayah!"
Amelia menganguk mantap. Mereka bercanda kembali merajut harapan indah di masa depan. Amelia sangat bahagia apabila mimpinya menjadi kenyataan menjadi seorang Ibu.
Drrtt ...
Nama Ibu tertera di depan layar. Ryan pun mengangkatnya.
"Haloo Ada apa Ma?"
"Kamu tuh ya, mbok di telepon Mama yang halus suaranya?"
"Ada apa Mama sayang?" Amelia yang mendengarnya hanya tersenyum geli.
"Kamu minggu depan, bisa kesini kan? Ini kakak ipar mu mau mengadakan selamatan empat bulanan, kakak iparmu yang baru nikah dua bulan udah hamil lah kamu dan Amelia hampir dua tahun belum hamil juga! Sebenarnya Amel itu bisa hamil nggak sih!"
"Astagfirullah Mama,"
"Doakan saja Ma, biar kita cepet menyusul kak putri. Punya momongan,"
"Halah kamu tuh biasa, nyari aja alasan! Udah lah susah ngomong sama kamu!"
Amelia yang mendengar percakapan Ryan dan Mamanya sontak nyeri di hati. Menciptakan luka yang selalu Mama torehkan.
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Kepala sekolah mengumumkan kelulusan siswa Sma negeri 10 kota kecil di jawa tengah. Tepatnya di daerah pemalang. Para siswa berderet menunggu pengumuman itu. Anak-anak Deg-deg an menunggu pengumuman. Tatkala kepala sekolah mengumumkan hasil kelulusan, mereka lulus seratus persen. Anak- anak bersorak sorai menyambut pengumuman dari kepala sekolah. Di lanjut Kepala sekolah mengumumkan juara satu sampai sepuluh. Amelia masuk dalam sepuluh besar. Mendengar itu ia mengucap alhamdulilah,Selesai pengumuman murid menbubarkan diri, ada yang masuk kelas masing- masing. Murid terutama yang laki- laki membawa pilox untuk mencorat- coret pakaianya. Tapi Amelia tak ikut corat- coret sebagai euforia kelulusan. Ia lebih suka masuk kelas. Amelia duduk di bangkunya. Shinta yang di sampingnya heran, sahabatnya heran dengan tingkah laku Amelia. "Amel, kenapa malah duduk di sini? Nggak ikut corat- coret?" "Ak
"Assalamulaikum " Ines baru pulang sekolah. "Walaikum salam..." Jawab Mama Ning. Amelia yang mendengar dari dalam kamar menjawabnya di dalam hati. Amelia kembali browsing dan mendapatkan dua Universitas yang mengadakan beasiswa. Satu kampus negeri dan satunya swasta. Ines melangkah menuju kamar kakaknya. "Kak..." Suara Ines dari luar, tanganya mengetok pintu kamar Amelia. "Ya." Balas Amelia dari dalam. Ia membuka pintu masuk ke kamar Amelia dan langsung duduk di pinggir Bednya. "Ada apa Ines? Tanya Amelia menatap lekat adik kesayanganya. "Kakak bajunya tidak di corat- coretkan?!" "Nggak de, tenang saja." "Syukurlah." Ines bernafas lega. Mereka duduk saling berhadapan. "Kakak hari ini pengumuman kelulusan kan? "Iya, emang kenapa?" "Kakak rangking berapa?" "Yah, kakak hanya rangking lima dar
Trisno pulang ke rumah dengan perasaan lega. Ia membawa uang satu juta untuk uang saku anaknya. Sampai di rumah. Ia langsung masuk ke rumah mencari Amelia. Ayahnya menemui dengan tergesa. "Ada apa Yah? Sepertinya Ayah tergesa- gesa?" "Syukurlah, kamu belum berangkat." Trisno mengeluarkan uang satu juta dari sakunya. Amelia tertegun. Padahal dirinya sudah mendapatkan uang saku dari Ibunya. "Ini uang saku buat kamu, moga kamu di terima ya!" Trisno mengusap kepala anaknya. "Tapi, aku dah di kasih sama Ibu." "Udah, buat jaga- jaga" Ucap Ayah. "Udah siapkan?" "Udah" Kemudian Amelia berpamitan pada Ibunya dan Ines. Mereka menuju Terminal. Sampai di terminal Amelia turun dari motor. Ia pun berpamitan dan mencium punggung tangan Ayahnya. Trisno memandangi punggung putri sulungnya berlalu dari
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n