Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya.
Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel.
"Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!"
"Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?"
"Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?"
Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes.
Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos.
"Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!"
Deg
Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya.
'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama'
"Oh ya Si Amel udah hamil belum?"
"Belum, kenapa Ma?
"Kamu tuh ya, Istri kayak Amel aja di pelihara?
"Emang kenapa Ma, dia istriku. Aku mencintainya ...."
"Tolong terima Amelia Ma ...." ucapan Ryan melunak. Tak ingin ia ribut dengan Mamanya sendiri.
"Huufft ... itu yang Mama tidak suka dari kamu? Sekarang suka membantah Mama sejak punya istri !"
"Bukan membantah Ma, tapi memberi pengertian untuk Mama,"
"Halah ... sama aja!"
'Ya Robb'
Ryan mengelus dadanya sendiri. Meredakan emosi yang hampir meledak, tapi di tahan. Ia berdiri menghampiri Mamanya. Duduk di sampingnya. Memberi pengertian pada wanita yang melahirkanya 29 tahun lalu.
Ryan pikir Ibunya cemburu.
"Ma ... udah ya jangan ngomel terus? Apa nggak capek? Nanti hipertensi Mama kambuh lho!"
Lina tak mau menatap Anaknya. Emosi juga sebel.
Ryan tersenyum melihat wajah Mamanya yang serasa di tekuk.
"Mama, ku mohon Ma terimalah Amelia! seperti Mama menerima Kak putri sebagai menantu Mama,"
"Putri Beda dong? Dia sederajat sama kita. Ayahya pengusaha Batubara sedang Amel ...."
"Di mata Allah, derajat kita sama Mama,"
Ryan menghembuskan nafas pelan. Harus extra sabar menghadapi Mamanya. Ryan merangkul pundak Mamanya.
"Halo Akbar tolong ke ruangan saya !"
"Baik pak!"
Ceklek.
Akbar melangkah mendekat.
"Ada yang bisa saya bantu pak?"
"Kalau ada yang cari saya, bilang lagi keluar ya!"
"Baik Tuan."
"Ayoo Ma ... kita makan siang bareng," Ryan menatap lurus wanita paruh baya di depanya. Menunggu reaksi darinya. Dengan mengajak Mamanya makan di luar mungkin akan meredakan emosinya.
"Hemm ...."
Lina beranjak dari sofa. Ia memang kangen dengan putra bungsunya ketika menawarkan makan siang langsung di terimanya.
"Ayoo ... Mama juga laper !"
Mereka berdua keluar. Menuju Restorant Malaysia kesukaan Mamanya. Nasi lemak dan ikan bakar adalah kesukaanya.
Mereka menikmati hidangan di depanya.
"Sehabis makan mau aku antar pulang Ma?"
"Pulang kemana, ke Indonesia apa rumah kamu?"
"Rumah ku lah Ma?"
"Nggak, Mama mau pulang ke Indonesia aja!"
"Apa Mama nggak capek, Bolak balik?
"Nggak lah. Singapore- Jakarta kan deket paling satu jam!
"Ya udah terserah Mama, nanti aku antar ke Bandara,"
"Heem ...."
Lina dan Ryan menikmati makanan di depanya.
Ryan sehabis makan mengantar Mamanya ke Bandara. Ia juga memesankan tiket untuknya. Lina sudah terbiasa bolak balik Jakarta- Singapore. Umurnya juga baru 55 tahun. Ia masih fit untuk melakukan perjalanan itu. Ryan meningakan Mamanya di Bandara. Ia merasa tak khawatir . Mamanya terbiasa melakukan perjalanan sendiri.
Saat duduk di belakang kemudi. Ia masih memikirkan caranya Mama dan Istrinya akur. Ingin istrinya di perlakukan menantu yang baik. Tanpa ada benci. Ryan menghela nafas pelan. 'Mungkin ini ujian dari Tuhan' batin Ryan.
"Kenapa Mama tidak menanyakan Tania ya?" Gumam Ryan lirih. Tapi ia tak pedulikan itu. Gegas injek gasnya menuju kantor. Ada beberapa data yang belum di rekap tadi.
Selesai dari pekerjaanya ia pulang di antar Akbar sekretarisnya. Ingin menemui istri udah kangen dengan masakanya.
*****
Pov. Lina.(Mama Ryan)
Aku menunggu landing. Duduk sendiri sambil minum coffe late yang di belikan Ryan. Anak bungsu memang baik. Bobby juga baik sih. Tapi karena wajahku lebih mirip denganku. Aku sangat posesif.
Ketika seorang Ibu paruh baya duduk di sebelah. Mereka berbincang sangat akrab. Aku kepo ingin tau. Karena wajahnya nggak mirip.
"Bu, mau kemana sama anaknya? Tanya Lina pada Ibu paruh baya duduk di sebelahnya.
"Mau jenguk Mantu di kalimantan,"
"Oh ... lah mbak ini anak Ibu?"
"Bukan, ini juga mantu saya orang malaysia,"
"Ooh ..."
'Ddeer ...'
Lina merasa tertampar. Ia hanya menerima mantu dari Istrinya Bobby. Sedang Amelia? Tak henti menyakitinya. Yang paling parah saat Ryan meminta Menikahi Tania.
'Pasti dia terluka,' batin Lina. Suara memanggil para penumpang untuk segera naik membuyarkan lamunan Lina. Ia beranjak menuju pesawat. Lina duduk di pesawat sambil memejamkan mata. Mengingat kembali perlakuan pada Amelia.
Bersambung..
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan