Tania merasa kehilangan ketika Arnold hilang dari pandanganya. Perasaan apa ini?
Tania menghempaskan diri di sofa. Sakit hati di campakan Ryan masih bergulat di hati dan pikiranya. Semakin memelihara dendam ini. Semakin sakit rasanya.
'Haruskah aku menghilangkan dendam ini?' Batin Tania.
Ia memijit keningnya sendiri. Pusing memikirkan itu semua.
Drrrt ...
Suara gawai berbunyi. Nomer Arnold terpampang di layar.
"Ada apa Arnold? Tolong aku ingin sendiri dulu!"
"Baiklah, tapi aku mencintaimu Tania, lebih dari apapun di dunia ini!"
Tania tersentuh dengan kata cinta Arnold. Kemudian mematikan gawainya.
Menghembuskan nafas pelan. Karena pusing ia tertidur di sofa.
Tepukan tangan membangunkan Tania.
"Tania, pindah ke kamarmu !"
"Iya kak,"
Tania berjalan lunglai ke kamar Bayangan Arnold berputar di kepalanya.
'Hufft ... aku benci kamu Arnold! Kamu gagal menghancurkan Ryan!"
Tania merancau nama Ryan. Hanya beberapa menit tak lama kemudian terlelap kembali dalam mimpi.
*****
Pagi menjelang Amelia menyiapkan sarapan untuk suaminya. Roti keju plus susu hangat, ia menikmati sarapanya sambil bercanda.
"Sayang gimana udah ketemu orangnya yang sabosate bahan waktu itu?"
"Udah,"
"Siapa?"
"Hemm ... temen bisnis,"
Ryan mengengam jemari istrinya.
"Doakan suamimu sayang, semoga bisnis kita tak ada halangan yang berarti,"
"Iya sayang ...."
Ryan kemudian menghabiskan sarapanya. Ia harus segera ke kantor. Ada kabar penting dari Akbar.
Ryan menyetir mobil sendiri menuju kantornya. Akbar sudah menunggu di depan kantor.
"Ada Apa Akbar?"
Mereka berjalan beriringan menuju ruangan Ryan. Ia Menaruh tas di atas meja.
"Ada apa Ryan? Sepertinya penting sekali!"
"Iya ini penting!"
Akbar menyerahkan foto- foto Arnold bersama Tania saat di belanda.
"Inikan Tania!"
"Iya, tepatnya mantan istri Bapak,"
"Ya Tuhan !" Ryan meremas foto di tanganya.
"Jadi ini ulah Tania!" Ryan mengepal tanganya geram. Ingin sekali mencekik wanita tak tau malu itu.
"Apa yang harus aku lakukan Pak?"
Akbar khawatir melihat bosnya marah. Belum pernah Akbar melihat atasanya ini marah. Ia selalu baik pada semua orang.
"Tak ada, kembalilah ke ruangan mu!"
"Baik pak,"
Akbar melangkah mundur membalikan badanya kembali ke ruanganya. Mempersiapkan jadwal Ryan selanjutnya.
Ryan membuka lembaran foto yang tadi di remasnya. Ia mendengus kesal.
'Ternyata Tania di balik ini semua!' Batin Ryan.
Ia berusaha ikhlas mungkin ini sakit hati Tania yang ia lampiaskan
Mulai sekarang Ryan tak ingin mempermalasahkan ini lagi.
"Akbar, kamu hentikan penyelidikan mengenai Arnold, aku ikhlas, yang penting nanti ke depanya harus lebih hati- hati," kata Ryan lewat sambungan telepon kantor di meja Ryan.
"Iya pak," balas Akbar.
Ryan menyandarkan kepalanya di kursi miliknya. Hatinya lega sudah melakukan itu. Berharap Tania bisa melupakan dirinya dan menjalin hidup bahagia bersama orang mencintainya.
Ia kembali bergelut dengan laptopnya Menghandle bisnis yang di pegangnya.
Tok... tok..
"Masuk ...."
Wanita paruh baya masuk, menekuk wajahnya. Merasa kesal pada Ryan sudah hampir tiga bulan. Ryan tak menghubunginya. Hpnya tak bisa di hubungi. Karena kangen ia langsung ke kantornya.
"Mama !" Seru Ryan kaget.
"Kenapa? Kayak liat setan aja!"
"Mama ini, ibu kandungmu! Yang melahirkanmu? Kenapa udah 3 bulan kamu tak sekali pun menghubungi Mama?" ucap Lina nyalang menatap tajam putra bungsunya.
Ryan kembali melihat laptopnya. Ada banyak data yang boleh lengah. Rasanya malas menghadapi mamaya yang selalu menuntut.
Lina kesal anaknya Cuek.
"Ryaan !"
"Iya Ma," ucap Ryan santai.
"Mama kan baru tiba di Singapore, istirahat dulu duduk di sofa," ucap Ryan sambil menunjuk sofa warna maroon di samping meja kerja Ryan.
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi