Kepala sekolah mengumumkan kelulusan siswa Sma negeri 10 kota kecil di jawa tengah. Tepatnya di daerah pemalang. Para siswa berderet menunggu pengumuman itu. Anak-anak Deg-deg an menunggu pengumuman. Tatkala kepala sekolah mengumumkan hasil kelulusan, mereka lulus seratus persen. Anak- anak bersorak sorai menyambut pengumuman dari kepala sekolah. Di lanjut Kepala sekolah mengumumkan juara satu sampai sepuluh. Amelia masuk dalam sepuluh besar. Mendengar itu ia mengucap alhamdulilah,Selesai pengumuman murid menbubarkan diri, ada yang masuk kelas masing- masing. Murid terutama yang laki- laki membawa pilox untuk mencorat- coret pakaianya.
Tapi Amelia tak ikut corat- coret sebagai euforia kelulusan. Ia lebih suka masuk kelas. Amelia duduk di bangkunya. Shinta yang di sampingnya heran, sahabatnya heran dengan tingkah laku Amelia.
"Amel, kenapa malah duduk di sini? Nggak ikut corat- coret?"
"Aku bukan orang kaya, Shin. Nanti seragam ini aku lengserkan ke adiku. Adiku baru lulus smp. Sebentar lagi mau masuk sma." ucap Amelia sendu.
"Kamu juga kenapa duduk di sini, nggak ikut corat-coret?
" Aku di wanti-wanti sama Mama, nggak boleh ikutan baju di corat-coret,"
"Oh ya shin, aku pingin kuliah. Semoga ada beasiswa masuk ke Universitas."
"Amiin..." Ucap Shinta tanganya menegadahkan keatas. Shinta temen sebangku juga sahabat karibnya.
"Ya dah, jangan sedih terus. Ikut ke kantin yuk..." Shinta meraih tangan Amelia dan mengandengnya. Mereka menuju ke kantin. Tapi ketika baru berjalan beberapa langkah Mereka di hadang Roni.
"Mau kemana kalian?" Tanya Roni berkacak pinggang. Sebenarnya Roni berwajah tampan, dia juga anak orang kaya di kota ini. Sayangnya ia termasuk bandel. Suka membolos, tak jarang di kantin tempat ia merokok. Roni sudah lama menyukai Amelia, tapi Amelia tak mengangapnya temen biasa. Ia hanya ingin fokus belajar.
"Pergilah Ron, kami tak ingin di ganggu..." Ucap Shinta sewot, Sedang Amelia hanya diam menatap Roni.
Shinta kemudian menarik tangan Amelia untuk menjauh dari Roni.
Roni pun mengejar mereka berdua.
"Hei, tunggu aku !" Ucap Roni mengejar mereka berdua.
Mereka berhenti dan menoleh.
"Amel, nanti kita pulang bareng ya," ajak Roni. Mendengar ucapan Roni, Amelia sewot. Tapi di tahan emosinya. Tak ingin bertengkar dengan Roni.
"Maaf Ron, Aku akan pulang bersama Shinta." ucap Amelia.
Roni hanya menghela nafas berat, kecewa. Ia selalu menghindari dirinya, pujaan hatinya berlalu dari hadapanya.
****
Guru wali kelas membagikan pengumuman surat kelulusan, Itu sebagai bukti bahwa siswa itu telah lulus dari sekolah juga surat sementara untuk mendaftar kuliah. Mereka semua mendapatkan surat itu tak terkecuali Amelia, ia bersyukur mendapatkan sepuluh besar di sekolahnya. Angan-angan melanjutkan kuliah melintas di kepalanya. Ia bercita-cita menjadi dokter. "Semoga ada beasiswa masuk ke jurusan itu.Amin,"batin Amelia.
Mereka pulang bersama Karena memang rumah mereka juga searah. Shinta lebih dulu sampai di rumahnya. Ia melambaikan tangan pada Amelia. Saat sampai di depan gerbang rumahnya, Amelia pun membalasnya.
Angkutan umum berhenti di depan gang rumah Amelia. Setelah membayar angkutan ia turun. Amelia berjalan menyusuri gang. Akhirnya ia sampai di rumahnya.
Ibunya Amelia sibuk melayani konsumen.
"Assalualaikum..."
Ibunya walaupun sibuk menjawab salam Amelia.
"Walaikum salam..."
Amelia berjalan ke kamarnya. Ia berganti pakaian. Segera membantu ibunya melayani pembeli.
Tak lama kemudian. Para pembeli itu pulang. Mama Ning ibunya Amelia menoleh ke arah Amelia.
"Makan dulu Amel. Ibu udah masak..."
"Ibu udah makan belum?"
" Udah nak." Ucap Ningsih.
Amelia beranjak dari duduknya. Ia segera ke ruang makan. Lauk sederhana terhidang di meja. Sayur asem, Ikan goreng, tempe serta sambel kesukaan Amelia. Orang tua Amelia orang biasa. Ibunya membuka toko sembako di depan rumahnya. Namanya Ningsih,sedang Ayahnya bernama pak Trisno seorang petani. Walaupun mengarap lahan sendiri tapi hasilnya tak bisa tiap bulan menghasilkan. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga Pak Trisna bekerja sambilan sebagai ojek.
"Bu.. Ayah mana, ke sawah atau pergi ngojek?" Tanya Amelia di sela- sela makanya.
"Ayahmu ngojek." Amelia kembali melanjutkan makanya. Setelah makan Amelia mencuci piring, kemudian duduk di sebelah ibunya membantu merapikan dagangan.
"Bu..." panggil Amelia.
"Hemm..." Balas ibunya Tak menoleh, tanganya sibuk merapikan dagangan.
"Bu, aku udah lulus ujian, tapi aku ingin cari beasiswa untuk melanjutkan kuliah."
Ning langsung menoleh kearah Amelia. Ia senang anak sulungnya lulus sekolah. Tapi ini, Amelia ingin melanjutkan kuliah. Dari mana biayanya? Sedangkan adiknya mau lulus sekolah. Dari hati yang terdalam, ia ingin Anaknya sekolah yang tinggi. Tidak seperti dirinya hanya lulusan smp. Mama Ning mengusap kepala anaknya.
"Maaf Nak, orang tuamu tak bisa menyekolahkan kamu. Ku harap kau mengerti dengan keadaan kita" Ucap Ning sendu.
Air mata seakan ingin terjun bebas dari matanya. Ingin Ningsih seperti orang tua lainya, menyekolahkan anak sampai tinggi.
Amelia menghela nafas panjang. Ia semakin bertekad ingin merubah nasibnya. Cita-cita sebagai dokter harus ia wujudkan..
"Bu, aku ingin restu Ibu. Aku ingin mencari beasiswa." Air muka Ningsih tambah sendu. Ia semakin merasa bersalah. Ningsih kemudian memeluk anak sulungnya.
"Ibu, merestuimu nak." Air mata Amelia lolos begitu saja membasahi pipinya. Amelia kemudian mengusap air matanya.
"Bu, aku kekamar dulu..." Mama Ning menganguk.
Amelia beranjak menuju ke kamarnya. Ia mulai browsing dari laptopnya mencari beasiswa di Universitas. Ada beberapa Universitas mengadakan beasiswa, salah satunya Universitas Guna Dharma. Universitas swasta bonafid di Semarang. yang Membuka beasiswa untuk semua jurusan. Amelia tertarik. Ia mengisi form mengajukan diri sebagai calon mahasiswa secara online.
"Semoga di Terima, Amin." ucap Amelia dalam hati. Ia melirik jam di dinding menunjukan pukul satu siang. Merasa dirinya belum sholat ia keluar kamar, menuju kamar mandi. Melepas jilbabnya dan wudhu.
"Kamu mau sholat nak," tanya Trisno sambil meletakan cangkul di pojokan ruang dapur.
"Iya Ayah," Melihat baju Ayahnya penuh dengan lumpur. Ia membuat teh hangat untuk Ayahnya. Amelia menyajikan di meja.
"Ayah, tehnya udah di meja. Amel sholat dulu."
"Iya nak. Terima kasih."
Amelia mengganguk. Ia kemudian melangkah ke kamar menunaikan sholat dhuhur. Amelia menghamparkan sajadah. Menghadap kiblat, kemudian melafalkan surat pendek. Empat rokaat ia tunaikan dengan khusuk. Selesai sholat ia berdoa untuk orang tuanya. Juga untuk dirinya sendiri. Semoga ada beasiswa penuh untuk dirinya. Ada ketenangan setelah melakukan kewajiban. Ia melepas mukenanya dan menaruh di captok. Kembali duduk di depan laptopnya. Mencari informasi tentang Universitas membuka beasiswa penuh untuk calon siswa yang kurang mampu. Ada beberapa Universitas yang membuka beasiswa. Di antaranya Universitas Jakarta, Yogyakarta juga Surabaya. Amelia mengisi form dari semua Universitas itu.
Bersambung.
"Assalamulaikum " Ines baru pulang sekolah. "Walaikum salam..." Jawab Mama Ning. Amelia yang mendengar dari dalam kamar menjawabnya di dalam hati. Amelia kembali browsing dan mendapatkan dua Universitas yang mengadakan beasiswa. Satu kampus negeri dan satunya swasta. Ines melangkah menuju kamar kakaknya. "Kak..." Suara Ines dari luar, tanganya mengetok pintu kamar Amelia. "Ya." Balas Amelia dari dalam. Ia membuka pintu masuk ke kamar Amelia dan langsung duduk di pinggir Bednya. "Ada apa Ines? Tanya Amelia menatap lekat adik kesayanganya. "Kakak bajunya tidak di corat- coretkan?!" "Nggak de, tenang saja." "Syukurlah." Ines bernafas lega. Mereka duduk saling berhadapan. "Kakak hari ini pengumuman kelulusan kan? "Iya, emang kenapa?" "Kakak rangking berapa?" "Yah, kakak hanya rangking lima dar
Trisno pulang ke rumah dengan perasaan lega. Ia membawa uang satu juta untuk uang saku anaknya. Sampai di rumah. Ia langsung masuk ke rumah mencari Amelia. Ayahnya menemui dengan tergesa. "Ada apa Yah? Sepertinya Ayah tergesa- gesa?" "Syukurlah, kamu belum berangkat." Trisno mengeluarkan uang satu juta dari sakunya. Amelia tertegun. Padahal dirinya sudah mendapatkan uang saku dari Ibunya. "Ini uang saku buat kamu, moga kamu di terima ya!" Trisno mengusap kepala anaknya. "Tapi, aku dah di kasih sama Ibu." "Udah, buat jaga- jaga" Ucap Ayah. "Udah siapkan?" "Udah" Kemudian Amelia berpamitan pada Ibunya dan Ines. Mereka menuju Terminal. Sampai di terminal Amelia turun dari motor. Ia pun berpamitan dan mencium punggung tangan Ayahnya. Trisno memandangi punggung putri sulungnya berlalu dari
Ujian selesai para peserta menghambur keluar, tak terkecuali Mita dan Amelia. Para peserta menunggu dengan was- was, karena hasil ujian akan di laksanakan hari ini. Amelia dan Mita duduk di depan kelas juga para peserta lainya. Amelia matanya tak lepas dari dzikir digital yang ia lafalkan di dalam hati, Sedang Mita chatan dengan pacarnya."Kau chat an ama siapa Mit? Kayaknya seneng banget?""Ama pacarlah, emang kamu jomblo!""Jangan keras- keras dong, nanti ada yang denger, aku kan malu !" Ucap Amelia menutup mulut sahabatnya yang terlanjur ember."Iya maaf, hehehe...""Kamu nggak dzikir sih, kita udah berusaha harusnya berdoa dong.""Aku sebenarnya hanya cari pengalaman aja, kalau keterima ya Alhamdulilah kalau nggak juga nggak apa- apa." Ucap Mita Enteng.Amelia memukul lengan sahabatnya. "Terserah kau saja lah, kau kan anak orang kaya..."
Ningsih sangat senang anaknya bisa lolos, itu artinya anaknya akan mendapatkan masa depan cerah. Amelia juga sangat bersyukur ini adalah Anugerah yang indah. Saking senangnya orang tua Amelia mengadakan syukuran kecil- kecilan. Sebenarnya Amelia tak ingin mengadakan itu, tapi mereka bersihkeras untuk melakukanya. Tak lama kemudian Amelia packing baju, setelah siap Amelia berpamitan pada orang tuanya. Amelia harus kembali ke kosan, Setelah perjalanan hampir memakan waktu empat jam, akhirnya Amelia sampai di Kosan. Ia menaruh baju di lemari juga perlengkapan dirinya yang lain. Amelia kemudian merebahkan di bed. Tapi mengingat dirinya belum sholat isya, ia pun beranjak dan wudhu dan menunaikan Sholat Isya. Kantuk menghinggapi mata Amelia, ia kemudian memeluk guling dan tak lama kemudian menjemput mimpi. Adzan subuh mengudara, Amelia terbangun. Ia membuka matanya, walau kantuk ma
Ryan mengamati gadis di depanya, kenapa begitu mirip dengan mendiang adiknya. Adiknya Ryan meninggal karena sakit komplikasi. Ryan menghela nafas pelan. Apakah di depannya kembaran adiknya?"Pak, ada apa aku di panggil kemari?" Tanya Amelia penasaran.Ryan tak bergeming, tapi ia masih menatap wajah Amelia. Tapi Akhirnya ia buka suara."Asalmu dari mana?""Saya dari kota P, jawa tengah pak..." Ucap Amelia sopan."Siapa nama orang tuamu?""Ayah saya bernama Papa Heri dan ibu saya Mama Ning.""Huuuh... nama orang tuamu kampungan sekali !""Saya emang dari kampung pak..." ucap Amelia spontan."Ya... maaf..."Akhirnya Ryan meminta maaf, sudah menghina Amelia." Kamu tak penasaran dipanggil kemari?""Iya pak, saya penasaran."Amelia menganguk. Ia ingin tau dirinya di panggil."Wajahmu
Pagi ini Amelia bersiap ke kampus, buku pelajaran di masukan tas cangklong warna coklatnya. Amelia mematut dirinya di cermin mengenakan hijab warna biru. Di padu padan jaket jeans juga warna biru serta celana hitam.Merasa sudah siap, ia keluar kamar. Melangkah menuju kampus yang tak jauh dari kosnya. Amelia jalan sendirian sambil memegang buku diklat di tanganya. Ketika sudah sampai di kampus, masih sepi hanya ada beberapa siswa yang masuk. Amelia duduk di depan ruang perpustakaan ruang sebelum masuk ke ruangan kelasnya. Ia sembari menunggu Maryam sempatkan membaca buku diklat yang di pegang.Baru beberapa lembar yang di baca ada dosen Ryan menghampirinha."Menunggu siapa Amelia?" Kata Amelia sengaja di tekankan. Sepertinya ia tak suka dirinya duduk di bangku panjang. Ia kemudian beranjak."Pak, saya ke kelas dulu..." Amelia berlalu dari hadapan Dosen Ryan dan tak ingin mendapat jawaban. Amelia mul
Maryam menyesap yang telah di sediakan oleh Amelia. Ia merangkai kata dalam pikiranya supaya Amelia tak tersinggung."Amel, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu..." Kata Maryam serius."Ada apa Maryam? Ngomong aja " Amelia menatap lurus temanya.Maryam menunduk sejenak. Lalu ia beranikan menatap Amelia."Eeehhmm, apa kamu menyukai Pak Dosen Ryan?"Amelia diam sebentar."Kenapa kau menanyakan itu? Apa kamu menyukai pak Ryan?" Amelia tanya balik.Maryam menunduk malu."Iya, tapi aku akan berusaha menghilangkan rasa ini dari hatiku seandainya kamu menyukai Pak Ryan." Kata Maryam.Amelia serba salah sendiri. Tak ingin membohongi hati dirinya, senang saat dosen Ryan memperhatikan dirinya Tapi di sisi lain, ia juga belum tau perasaan dosen Ryan kepadanya.Amelia menghela nafas pelan, ia buang secara perlahan. Ia malas membahas cowok
Clarisa rebahan di kamarnya, ia ingin menghubungi sahabatnya. Tapi di tahan, karena ini masih ada jam kuliah. Clarisa down kalau Rani sampai menjauhinya. Walau Clarisa ada temen lain, Tapi sama Rani ia merasa nyaman, karena sama- sama dari keluarga kaya. Tok..tok... "Masuk Bi..." Kata Clarisa. Bibi masuk membawakan susu coklat dan roti bakar selai kacang. "Makasih Bi.." "Sama- sama Non, susunya di minum." "Iya Bi..." Clarisa lalu bangkit dan menyesap susu coklat. Juga makan roti bakarnya. Setelah minum susu, ia merasa lebih baik perasaanya. Pandangan matanya tertuju pada buku di depanya. Ia mulai belajar. 'Mungkin aku dalam waktu sebulan harus belajar' batin Clarisa. Karena mulai besok Amelia harus menjalani hukumanya di skors. Mungkin akan di isi dengan belajar. Mamanya yang baru pulang dari arisan menghampiri kamar Clarisa. Pi