Ryan mengamati gadis di depanya, kenapa begitu mirip dengan mendiang adiknya. Adiknya Ryan meninggal karena sakit komplikasi. Ryan menghela nafas pelan. Apakah di depannya kembaran adiknya?
"Pak, ada apa aku di panggil kemari?" Tanya Amelia penasaran.
Ryan tak bergeming, tapi ia masih menatap wajah Amelia. Tapi Akhirnya ia buka suara.
"Asalmu dari mana?"
"Saya dari kota P, jawa tengah pak..." Ucap Amelia sopan.
"Siapa nama orang tuamu?"
"Ayah saya bernama Papa Heri dan ibu saya Mama Ning."
"Huuuh... nama orang tuamu kampungan sekali !"
"Saya emang dari kampung pak..." ucap Amelia spontan.
"Ya... maaf..."
Akhirnya Ryan meminta maaf, sudah menghina Amelia.
" Kamu tak penasaran dipanggil kemari?"
"Iya pak, saya penasaran."
Amelia menganguk. Ia ingin tau dirinya di panggil.
"Wajahmu mirip sekali dengan mendiang adiku. Ucap Ryan sedih.
"Sekarang kamu boleh pergi..." Amelia kemudian beranjak dari duduknya ia mengangukan kepalanya pada Dosen di hadapanya.
'Huuh, udah Gr aku ! Aku kira dosen tampan menyukaiku' batin Amelia.
Karena Amelia berjalan sambil melamun, ia tak sengaja menabrak di depanya sambil memegang es, dan es itu membasahi bajunya.
"Kamu nggak punya mata ya? Liat bajuku kotor?!
"Maaf mbak, aku buru- buru."
Clarisa adalah kakak kelas Amelia di kampus ini tapi beda jurusan. Ia sudah lama naksir dengan Ryan.
Amelia seakan ingin berlari dari hadapan mereka, tapi kaosnya di pegangi oleh Rina. Temen Clarisa.
Clarisa dan Rina tau Amelia dari ruangan Dosen Ryan, ia memepetkan Amelia ke tembok dan mencengkeram kerah lehernya.
"Ada urusan apa kamu dari ruangan dosen Ryan?!" Kata Clarisa keras cemburu menguasai hatinya.
"Nggak ada urusan apa- apa Mbak." Kata Amelia yang terbata- bata karena takut.
"Lepaskan Clarisa!!" Teriak Ryan dari tangga Atas.
Ryan kemudian turun dan menghampiri Amelia.
Clarisa langsung melepaskan cengkeramya. Wajah Clarisa mendadak pucat. Ia tak bisa lagi mencuri perhatian Ryan lagi. Karena perbuatanya Ryan pasti akan membencinya.
"Tak kusangka kamu yang kuanggap baik, tega aniaya adik kelasmu! " kata Ryan.
"Dia udah menabrakku dan es yang ku bawa mengenai tubuhku..."
"Maaf mbak, aku tak sengaja..." Amelia memohon maaf pada Clarisa rasanya Amelia ingin segera pergi dari situ. Tak ingin melihat keributan antara dosen dan mahasiswanya.
"Ya sudah, pergilah..." ucap Ryan. Kemudian Amelia berlalu dari hadapan mereka. Ryan memperhatikan punggung wanita itu. Melihat Ryan memperhatikan wanita itu membuat Clarisa semakin geram. Ia mengepalkan tanganya menahan amarah.
'Awas kau wanita kampung, aku akan membalasmu!' Batin Clarisa geram.
"Sekarang kau pulanglah ! Ganti bajumu! Kata Ryan berlalu pergi dari hadapan Clarisa.
Kata- kata ganti baju terasa indah di teliga Clarisa.
"Rin, apa aku tadi tak salah dengar. Ryan memperhatikanku!"
"Eehhm, dia cuma kasihan !" Rina menyeret lengan sahabatnya yang mulai halu.
Amelia sampai di tempat parkir, dimana Maryam sudah menunggunya.
"Lama banget Mel?" Tanya Maryam penasaran.
"Iya, tadi ada insiden dengan kakak kelas!" Kata Amelia ngos-ngosan mengatur nafasnya.
"Siapa?
"Aku nggak tau namanya..."
"Hati- hati aja lah ama kakak kelas." Kata Maryam menasehati.
"Iya siap. Aku juga tak ingin bermasalah dengan siapapun..."
"Baguslah..."
"Yuk pulang..."
Amelia kemudian mengikuti langkah temennya meninggalkan tempat parkir. Mereka menuju kos masing- masing. Amelia dan Maryam kosan letaknya berdekatan.
****
Malam tak berbintang, mendung mengelayuti langit seakan ingin memuntahkan airnya. Ia menutup jendela kamarnya. Amelia merebahkan di bed sambil memeluk guling. Wajah dosen Ryan bermain di pelupuk matanya. Ia bangkit dan segera mencuci mukanya di wastafel, dirinya takut jatuh cinta dengan dosen Ryan. Merasa tak pantas walau sekedar mencintainya.
Amelia melafalkan doa sebelum tidur, tak lama kemudian terlelap. Baru beberapa menit tertidur ia bermimpi di kecup Bibirnya oleh Ryan. Amelia tergelak kaget. Menepuk pipinya perlahan.
"Astaghfirullah ini cuma mimpi..." gumam Amelia. Mengatur nafasnya yang naik turun. Dadanya bergemuruh membayangkan mimpinya. Ia turun dari Bednya menuju dispenser, meneguk air membasahi tengorokanya yang kering.
Amelia melanjutkan tidur kembali, tapi berharap mimpi tadi tak kembali hadir. Ia takut tak bisa tidur karena terbayang mimpi tadi.
Azan subuh mengumandang memanggil untuk menyembah Sang Ilahi. Amelia mengeliat dan memandang jam di dinding. Pukul setengah lima. Hawa dingin air kran menghilangkan kantuk di mata Amelia. Sholat subuh pun di tunaikan. Tak lupa menyelipkan doa keluarga juga kelancaran studinya.
Selesai sholat Amelia menelpon Maryam mengajak lari pagi. Kebetulan Maryam juga habis sholat subuh. Ia pun tak bisa menolak ajakan Amelia. Amelia menunggu di gang. Tak lama kemudian yang di tunggu tiba. Mereka kemudian lari sambil menghirup udara segar.
Dosen Ryan lewat bersama sepupunya. Tersenyum kearah Amelia dan mengajaknya berlari. Hati Amelia berdenyut 'Dasar cowok tak puas dengan satu wanita.' Batin Amelia. Menurut Amelia Clarisa itu pacarnya Ryan, padahal Ryan hanya mengangap mahasiswanya seperti yang lain.
Bersambung...
Pagi ini Amelia bersiap ke kampus, buku pelajaran di masukan tas cangklong warna coklatnya. Amelia mematut dirinya di cermin mengenakan hijab warna biru. Di padu padan jaket jeans juga warna biru serta celana hitam.Merasa sudah siap, ia keluar kamar. Melangkah menuju kampus yang tak jauh dari kosnya. Amelia jalan sendirian sambil memegang buku diklat di tanganya. Ketika sudah sampai di kampus, masih sepi hanya ada beberapa siswa yang masuk. Amelia duduk di depan ruang perpustakaan ruang sebelum masuk ke ruangan kelasnya. Ia sembari menunggu Maryam sempatkan membaca buku diklat yang di pegang.Baru beberapa lembar yang di baca ada dosen Ryan menghampirinha."Menunggu siapa Amelia?" Kata Amelia sengaja di tekankan. Sepertinya ia tak suka dirinya duduk di bangku panjang. Ia kemudian beranjak."Pak, saya ke kelas dulu..." Amelia berlalu dari hadapan Dosen Ryan dan tak ingin mendapat jawaban. Amelia mul
Maryam menyesap yang telah di sediakan oleh Amelia. Ia merangkai kata dalam pikiranya supaya Amelia tak tersinggung."Amel, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu..." Kata Maryam serius."Ada apa Maryam? Ngomong aja " Amelia menatap lurus temanya.Maryam menunduk sejenak. Lalu ia beranikan menatap Amelia."Eeehhmm, apa kamu menyukai Pak Dosen Ryan?"Amelia diam sebentar."Kenapa kau menanyakan itu? Apa kamu menyukai pak Ryan?" Amelia tanya balik.Maryam menunduk malu."Iya, tapi aku akan berusaha menghilangkan rasa ini dari hatiku seandainya kamu menyukai Pak Ryan." Kata Maryam.Amelia serba salah sendiri. Tak ingin membohongi hati dirinya, senang saat dosen Ryan memperhatikan dirinya Tapi di sisi lain, ia juga belum tau perasaan dosen Ryan kepadanya.Amelia menghela nafas pelan, ia buang secara perlahan. Ia malas membahas cowok
Clarisa rebahan di kamarnya, ia ingin menghubungi sahabatnya. Tapi di tahan, karena ini masih ada jam kuliah. Clarisa down kalau Rani sampai menjauhinya. Walau Clarisa ada temen lain, Tapi sama Rani ia merasa nyaman, karena sama- sama dari keluarga kaya. Tok..tok... "Masuk Bi..." Kata Clarisa. Bibi masuk membawakan susu coklat dan roti bakar selai kacang. "Makasih Bi.." "Sama- sama Non, susunya di minum." "Iya Bi..." Clarisa lalu bangkit dan menyesap susu coklat. Juga makan roti bakarnya. Setelah minum susu, ia merasa lebih baik perasaanya. Pandangan matanya tertuju pada buku di depanya. Ia mulai belajar. 'Mungkin aku dalam waktu sebulan harus belajar' batin Clarisa. Karena mulai besok Amelia harus menjalani hukumanya di skors. Mungkin akan di isi dengan belajar. Mamanya yang baru pulang dari arisan menghampiri kamar Clarisa. Pi
Sebulan kemudian. Clarisa telah menjalani hukuman skors sebulan dengan baik. Ia kini telah kembali ke kampus. Tapi teman- temanya menyadari Clarisa telah banyak berubah. Ia tak lagi ketus walau masih banyak diamnya. Perubahan itu banyak temanya yang suka. Ia juga tidak menganggu Amelia lagi.*****Amelia menjalani hari di kampus dengan tenang, Dosen Ryan masih terus mendekatinya. Amelia juga senang dengan perhatian Ryan."Amelia, nanti sepulang kuliah bisa pulang bareng?" Tanya Ryan menatap wajah cantik milik Amelia.Amelia tampak berpikir sejenak. Tapi akhirnya mengiyakan ajakan dosen Ryan.Tepat sepulang kuliah mereka ke taman dekat dengan kampus. Ryan memarkirkan mobilnya.Angin semilir menghembus kulit lembut Amelia. Rasa tenang menjalar di hati mereka berdua. Amelia duduk di bangku panjang, di susul Ryan.Amelia sesekali mencuri pandang menatap w
Ameliabersiap di hadapan cermin, ia mendandani wajahnya dengan make up sederhana. Merasa sudah oke dia keluar kamar. Sambil menenteng tas yang berisi alat- alat kesehatan. Amelia menyapa ibunya yang sedang menyiapkan sarapan." pagi Bu..." Sapa Amelia."Pagi Nak, sarapan dulu...""Iya... Bu..."Amelia kemudian menarik kursi dan duduk. Ia mengambil Roti di isi dengan omelet di kasih saus juga. Tak lama kemudian makanan di hadapanya berpindah ke dalam perutnya. Selesai sarapan Amelia sikat gigi. Kemudian ia mengeluarkan maticnya. Di jalankan mesin menuju puskesmas.Amelia sampai di puskesmas, orang sudah menunggu kedatanganya. Satu persatu Amelia memanggil datang ke ruanganya. Amelia melayani dengan ramah. Amelia melirik jam menunjukan pukul 12 siang, ini adalah jam isrirahat. Amelia menuju ke kantin. Ia ingin mengisi perutnya yang mulai keroncongan. Di hari pertama bertugas Amelia menikm
Amelia dan Ines bahagia bisa refresing di pantai. Melepas penat aktifitas sehari- hari. Mentari mulai bergeser menuju senja. Ingin Amelia menungu senja dan menatapnya lama. Tapi Ibunya tadi pesan tak boleh pulang terlalu sore masih tergiang di kepalanya.Amelia menunduk bayangan Ryan melintas di kepalanya. Memori bersama Ryan ketika melewati senja saat bersama di puncak. Ia menghembuskan nafas kasar."Ada yang di pikirkan Mbak?" Tanya Ines melihat kakaknya melamun."Hanya masa lalu..." jawab Amelia."Yuk ahh, udah sore kita pulang nanti Ibu negara marah!" Ines tertawa mendengar kakaknya menyebut Ibunya dengan Sebutan Ibu negara.Amelia mengambil maticnya kemudian menjalankanya menuju rumah.Sampai di rumah, ada tamu di teras. Mereka membahas urusan sawah. Sawah Ayahnya sebentar lagi akan panen. Ada juragan yang ingin membeli hasil padi Ayah. Amelia dan Ines mela
Ryan sampai di Bandara setelah penerbangan hampir memakan waktu satu jam. Ia lega sampai di Bandara. Bayangan wajah Amelia kembali menyapa dirinya. Ryan mempercepat langkahnya, menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depanya.Ryan menginjakan kakinya di rumah. Ibunya kaget saat tau Ryan pulang."Kenapa kamu pulang? Apa sudah selesai urusan di Singapore? Tanya Lina tak senang anaknya pulang."Ma, aku kan anak Mama! Masa pulang ke rumah sendiri nggak boleh!?""Bukan gitu sayang, kan kamu bisa di jemput pak slamet dulu...""Udahlah Ma, aku kekamar dulu mau istirahat!" Ryan melenggang masuk kamar. Ryan tau mamanya hanya basa basi padanya. Ryan merasa mamanya lebih sayang kepada Kakaknya.Ryan masuk ke kamarnya dan mengunci pintu dari dalam. Ia mandi dan ganti baju segera keluar lagi. Mengambil kunci dan menjalankan mobilnya tanpa pamit pada Mamanya.Ryan menuju k
Amelia terharu mendengar keseriusan Ryan. Ia mengengam tangan Ryan dan mencari kebenaran dari ucapan Ryan. Ryan menganguk menyakinkan gadis di hadapanya. Ryan menemui orang tua Amelia. Mereka setuju lamaran Ryan. Ia juga meminta ijin pada orang tua Amelia, untuk menemui orang tuanya."Bapak, ibu... saya memohon ijin membawa Amelia menemui orang tuaku . Aku mohon restunya. Pak, Ibu..." Ryan menatap orang tua Amelia bergantian. Mereka pun merestuinya sambil tersenyum.Ryan segera naik mobil di susul Amelia. Mereka duduk di jok tengah, sedang Bobby yang menyetir. Ryan mengengam jemari Amelia erat. Amelia tersenyum dengan sikap lembut calon suaminya. Bunga di hati bermekaran. Rasanya tak ingin layu sebelum berkembang.Mereka melajukan mobilnya menuju rumah Ryan. Alangkah kagetnya Ryan saat sampai di rumah ada Tania dan orang tuanya. Ryan mengengam erat tangan Amelia.'Jadi selama ini Mama ingin men