Sebulan kemudian.
Clarisa telah menjalani hukuman skors sebulan dengan baik. Ia kini telah kembali ke kampus. Tapi teman- temanya menyadari Clarisa telah banyak berubah. Ia tak lagi ketus walau masih banyak diamnya. Perubahan itu banyak temanya yang suka. Ia juga tidak menganggu Amelia lagi.
*****
Amelia menjalani hari di kampus dengan tenang, Dosen Ryan masih terus mendekatinya. Amelia juga senang dengan perhatian Ryan.
"Amelia, nanti sepulang kuliah bisa pulang bareng?" Tanya Ryan menatap wajah cantik milik Amelia.
Amelia tampak berpikir sejenak. Tapi akhirnya mengiyakan ajakan dosen Ryan.
Tepat sepulang kuliah mereka ke taman dekat dengan kampus. Ryan memarkirkan mobilnya.
Angin semilir menghembus kulit lembut Amelia. Rasa tenang menjalar di hati mereka berdua. Amelia duduk di bangku panjang, di susul Ryan.
Amelia sesekali mencuri pandang menatap w
Ameliabersiap di hadapan cermin, ia mendandani wajahnya dengan make up sederhana. Merasa sudah oke dia keluar kamar. Sambil menenteng tas yang berisi alat- alat kesehatan. Amelia menyapa ibunya yang sedang menyiapkan sarapan." pagi Bu..." Sapa Amelia."Pagi Nak, sarapan dulu...""Iya... Bu..."Amelia kemudian menarik kursi dan duduk. Ia mengambil Roti di isi dengan omelet di kasih saus juga. Tak lama kemudian makanan di hadapanya berpindah ke dalam perutnya. Selesai sarapan Amelia sikat gigi. Kemudian ia mengeluarkan maticnya. Di jalankan mesin menuju puskesmas.Amelia sampai di puskesmas, orang sudah menunggu kedatanganya. Satu persatu Amelia memanggil datang ke ruanganya. Amelia melayani dengan ramah. Amelia melirik jam menunjukan pukul 12 siang, ini adalah jam isrirahat. Amelia menuju ke kantin. Ia ingin mengisi perutnya yang mulai keroncongan. Di hari pertama bertugas Amelia menikm
Amelia dan Ines bahagia bisa refresing di pantai. Melepas penat aktifitas sehari- hari. Mentari mulai bergeser menuju senja. Ingin Amelia menungu senja dan menatapnya lama. Tapi Ibunya tadi pesan tak boleh pulang terlalu sore masih tergiang di kepalanya.Amelia menunduk bayangan Ryan melintas di kepalanya. Memori bersama Ryan ketika melewati senja saat bersama di puncak. Ia menghembuskan nafas kasar."Ada yang di pikirkan Mbak?" Tanya Ines melihat kakaknya melamun."Hanya masa lalu..." jawab Amelia."Yuk ahh, udah sore kita pulang nanti Ibu negara marah!" Ines tertawa mendengar kakaknya menyebut Ibunya dengan Sebutan Ibu negara.Amelia mengambil maticnya kemudian menjalankanya menuju rumah.Sampai di rumah, ada tamu di teras. Mereka membahas urusan sawah. Sawah Ayahnya sebentar lagi akan panen. Ada juragan yang ingin membeli hasil padi Ayah. Amelia dan Ines mela
Ryan sampai di Bandara setelah penerbangan hampir memakan waktu satu jam. Ia lega sampai di Bandara. Bayangan wajah Amelia kembali menyapa dirinya. Ryan mempercepat langkahnya, menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depanya.Ryan menginjakan kakinya di rumah. Ibunya kaget saat tau Ryan pulang."Kenapa kamu pulang? Apa sudah selesai urusan di Singapore? Tanya Lina tak senang anaknya pulang."Ma, aku kan anak Mama! Masa pulang ke rumah sendiri nggak boleh!?""Bukan gitu sayang, kan kamu bisa di jemput pak slamet dulu...""Udahlah Ma, aku kekamar dulu mau istirahat!" Ryan melenggang masuk kamar. Ryan tau mamanya hanya basa basi padanya. Ryan merasa mamanya lebih sayang kepada Kakaknya.Ryan masuk ke kamarnya dan mengunci pintu dari dalam. Ia mandi dan ganti baju segera keluar lagi. Mengambil kunci dan menjalankan mobilnya tanpa pamit pada Mamanya.Ryan menuju k
Amelia terharu mendengar keseriusan Ryan. Ia mengengam tangan Ryan dan mencari kebenaran dari ucapan Ryan. Ryan menganguk menyakinkan gadis di hadapanya. Ryan menemui orang tua Amelia. Mereka setuju lamaran Ryan. Ia juga meminta ijin pada orang tua Amelia, untuk menemui orang tuanya."Bapak, ibu... saya memohon ijin membawa Amelia menemui orang tuaku . Aku mohon restunya. Pak, Ibu..." Ryan menatap orang tua Amelia bergantian. Mereka pun merestuinya sambil tersenyum.Ryan segera naik mobil di susul Amelia. Mereka duduk di jok tengah, sedang Bobby yang menyetir. Ryan mengengam jemari Amelia erat. Amelia tersenyum dengan sikap lembut calon suaminya. Bunga di hati bermekaran. Rasanya tak ingin layu sebelum berkembang.Mereka melajukan mobilnya menuju rumah Ryan. Alangkah kagetnya Ryan saat sampai di rumah ada Tania dan orang tuanya. Ryan mengengam erat tangan Amelia.'Jadi selama ini Mama ingin men
Ryan menatap kedua orang tua Amelia penuh harap. Ia ingin segera menikahi Amelia. Ayah meninggalkan mereka berdua. Ia Tampak berpikir dengan keputusan Ryan, ingin menikahi Amelia tanpa restu orang tua.'Apa aku harus ke rumah Orang tua Ryan?' Batin Heru.Ayah kembali menghampiri Ryan dan Amelia di ruang tamu. Ayah duduk di hadapan Ryan."Ryan..." panggil Ayah."Ya Ayah..." Jawab Ryan."Apa kalian ingin segera menikah?""Ya Ayah, Ku mohon restui kami !""Kami merestui kalian nak, tapi bagaimana dengan kedua orang tuamu?aku sedih anaku nanti tidak terima di keluargamu." Kata Ayah sedih.Ryan menghela nafas panjang, ia tampak berpikir sejenak. Benar apa yang di katakan calon mertuanya."Aku harus bagaimana pa? Aku sangat mencintai Amelia, aku tak ingin berpisah denganya !." "Bujuk sekali lagi Ibumu, agar merestui kalian!"&n
Lega dan bahagia terpancar dari wajah pengantin baru. Acara selanjutnya mereka sungkem kepada orang tua masing- masing.Acara pernikahan selesai, Amelia di boyong ke rumah Orang tua Ryan. Ini untuk sementara. Ryan ingin Amelia dan Ibunya saling mengenal. Ryan ingin membuktikan bahwa pilihanya tidak salah.Amelia menangis tatkala pamit dengan kedua orang tuanya."Ayah, Ibu... Amel pamit dulu, jaga kesehatan kalian. Ines titip Ayah, Ibu ya." Amelia menatap orang tuanya bergantian. Juga Ines. Adik semata wayangnya."Aku pasti akan merindukan Mbak." Ines kemudian memeluk kakaknya. Amelia juga menangis terharu. Jarak pasti akan menciptakan kerinduan. Amelia mengelus kepala adikny."Nanti kamu bisa main ke rumah Mbak, kita bisa shopping, jalan- jalan bareng." Bujuk Amelia. Ines malah mengeratkan pelukanya."Sering- sering telepon ya kak !" Ines tak ingin berpisah dari kakaknya. Amelia terharu
Ryan menerima tiket dari Ayahnya dengan perasaan berbunga. Ia mempercepat langkah masuk mobil dan menjalankanya menuju rumah Nyonya Anita. Tau Ryan sudah pergi.Lina masuk ke kamar Amelia. Ia menatap Amelia dengan tatapan benci. Amelia berusaha sopan ia berdiri ketika Ibu mertuanya datang."Ada apa Bu?" Lina tidak suka dengan basa basi Amelia."Aku kekamar anaku nggak boleh!! Kata Lina ketus."Bukan begitu Ma, biar aku yang nemuin Mama kalau membutuhkan sesuatu.""Hahaha .... " Lina ketawa sarkas."Eeeh, kamu jangan belagu ya, Dokter kampung! mentang- mentang sudah jadi istri Ryan. Mulai sekarang kamu tak bisa seenaknya. Kamu harus membantu Bibi mengerjakan rumah tangga, dan saya ingatkan jangan mengadu sama Ryan. Mengerti !!!" Amelia shock apa yang baru saja ia dengar."Apa kau Tuli Amelia?? Jawab!!!" Bentak Lina.Amelia kaget dan memegangi dadanya karena suara Lina yang kera
Amelia membuka matanya, ia polos tak mengenakan pakaian sehelaipun. Semalam lelah melayani suaminya. Berulang kali Ryan menghujami cinta berlebih.Amelia memperhatikan wajah suaminya saat tertidur. Memencet alis, hidung serta bibirnya."Sudah puas memandangi wajah tampanku?" Amelia kemudian menutupi wajahnya sendiri karena malu."Hehehhe... udah aah, mau mandi." Amelia ingin bangkit tapi Ryan memeluk pinggangnya.Drrrttt... drrtt..Terpampang nama Ibu di layar depan. Ryan mengambil hp di nakas.'Ada apa sih Ibu telepon?' Gumam Ryan kesal."Siapa yang telepon sayang?" Tanya Amelia melihat perubahan wajah suaminya yang kesal."Ibu." Ujar Ryan, Amelia tak menjawab hanya diam saja.'Ibu kyaknya sengaja deh.' Batin Amelia. Tapi ia tak pedulikan hal itu. Dirinya Segera beranjak ke kamar mandi."Ya Bu, a