Ryan menerima tiket dari Ayahnya dengan perasaan berbunga. Ia mempercepat langkah masuk mobil dan menjalankanya menuju rumah Nyonya Anita. Tau Ryan sudah pergi. Lina masuk ke kamar Amelia. Ia menatap Amelia dengan tatapan benci. Amelia berusaha sopan ia berdiri ketika Ibu mertuanya datang.
"Ada apa Bu?" Lina tidak suka dengan basa basi Amelia.
"Aku kekamar anaku nggak boleh!! Kata Lina ketus.
"Bukan begitu Ma, biar aku yang nemuin Mama kalau membutuhkan sesuatu."
"Hahaha .... " Lina ketawa sarkas.
"Eeeh, kamu jangan belagu ya, Dokter kampung! mentang- mentang sudah jadi istri Ryan. Mulai sekarang kamu tak bisa seenaknya. Kamu harus membantu Bibi mengerjakan rumah tangga, dan saya ingatkan jangan mengadu sama Ryan. Mengerti !!!" Amelia shock apa yang baru saja ia dengar.
"Apa kau Tuli Amelia?? Jawab!!!" Bentak Lina.
Amelia kaget dan memegangi dadanya karena suara Lina yang kera
Amelia membuka matanya, ia polos tak mengenakan pakaian sehelaipun. Semalam lelah melayani suaminya. Berulang kali Ryan menghujami cinta berlebih.Amelia memperhatikan wajah suaminya saat tertidur. Memencet alis, hidung serta bibirnya."Sudah puas memandangi wajah tampanku?" Amelia kemudian menutupi wajahnya sendiri karena malu."Hehehhe... udah aah, mau mandi." Amelia ingin bangkit tapi Ryan memeluk pinggangnya.Drrrttt... drrtt..Terpampang nama Ibu di layar depan. Ryan mengambil hp di nakas.'Ada apa sih Ibu telepon?' Gumam Ryan kesal."Siapa yang telepon sayang?" Tanya Amelia melihat perubahan wajah suaminya yang kesal."Ibu." Ujar Ryan, Amelia tak menjawab hanya diam saja.'Ibu kyaknya sengaja deh.' Batin Amelia. Tapi ia tak pedulikan hal itu. Dirinya Segera beranjak ke kamar mandi."Ya Bu, a
Sopir membawa Ryan dan Amelia kembali ke rumah. Amelia membawa kopernya ke kamar. Sedang Ryan langsung ke kamar Ibunya. Sebenarnya Lina pura- pura sakit. Hanya ingin merusak acara bulan madu anaknya. Ia terbaring di Bednya. Menyelimuti badanya sampai ke leher.Ryan duduk di pinggir Bed tempat Ibunya berbaring. Lina tersenyum dalam hati, tatkala putra bungsunya datang. 'Ryan masih mendengarkan dirinya ngomong' batin Lina."Ibu sudah ke dokter?" Tanya Ryan heran wajah Ibunya tidak pucat."Aku tak ingin ke dokter, hanya ingin di temani anaku." Ucap Ibu mengerutu.Hendri, kakak Ryan datang bersama pacarnya ke kamar Lina. Ini kesempatan membandingkan Amelia dan Calon mantunya yang lain. Putri nama pacar kakaknya Ryan."Putri yang baru calon istri aja mau jengukin Ibunya, sedangka punya mantu. Mertuanya sakit tak peduli !!""Ma ... sudahlah yang aku di sini jenguk mama !" Ucap Ryan.&nb
Ryan memeluk Ibunya, menenangkan emosinya. Tapi Lina diam saja. Amarah masih menguasai hati. Lina mencoba melepas pelukan anaknya. Di tahan oleh Ryan."Nggak usah merayu Mama!" Ryan kemudian melepaskan pelukanya. Lina memang keras kepala, ia tetep tak mengijinkan Ryan pindah. Biar dia leluasa menyiksa Amelia.Ryan menarik nafas berat, mau tak mau ia harus pindah karena sudah keputusanya."Mama, Ryan minta maaf tapi Ryan tetep akan pindah." Ryan berbalik meninggalkan Ibunya. Yang terpenting bagi Ryan ia sudah berpamitan dengan Ibunya.Ryan mengandeng lengan Amelia, sedang tangan satunya menenteng koper. Mereka pergi setelah pamit dengan Ayah dan kakak tentunya. Mereka mendukung keputusan Ryan. Mobil melaju ke Apartemen, Tak lama kemudian Ryan membuka pintu Apartemenya. Ruangan tertata rapi. Walau jarang di tinggali tapi tiap minggunya ada yang membersihkan. Amelia membuka korden terlihat keindahan kota S
Tania keluar kamar Ryan dengan langkah gontai. Kusut menghiasi Raut muka Tania. Lina heran melihat wajah Tania bak kertas baru di remas."Kenapa Tania? Mukamu tak enak di lihat?Ia duduk di pinggir Bed kemudian menatap Lina lurus."Aku di usir Ryan Tante! Padahal ku kan ingin dekat dengan Ryan !""Kamu sabar jangan terlalu agresif, Santai pelan- pelan saja !" "Iya Tante." Tania menurut kata Lina. "Dah lah, udah malam tidur dulu. Tante mau bersihin muka dulu.""Iya Tante." Tania merebahkan diri dan menarik bed Covernya sampai ke leher. Tak lama kemudian Tania terlelap.Pagi datang, Lina masuk ke kamar Ryan sebelumnya ia sudah mengetok pintu dulu.Ryan sudah rapi, ia akan ke kantor bersama Bobby."Ryan, Mama mau bicara sebentar!" "Aku tunggu di luar Ryan.
Ryan menyelesaikan pekerjaanya. Ia menghubungi Bobby menyuruh pesan tiket untuk kembali ke Indonesia. Bobby menurutinya tanpa membantah. Tanpa pamit pada Ibu dan Tania, Ryan menuju ke Bandara. Lina kelimpungan mencari keberadaan anaknya."Bobby, Ryan mana?" Tanya Lina emosi sampai matanya melotot menahan geram."Ryan pulang ke Indonesia." Jawab Bobby santai dan berlalu ke kamar. Ia sendiri enggan menghadapi Ibunya Boss."Taniaaa!"Tania mendengar suaranya di panggil langsung datang ke hadapanya."Ada apa Tante....?""Pesen tiket sekarang, Ryan sudah pulang ke Indonesia. Kita juga harus pulang!""Tapi Tante ....""Kalau kamu masih ingin di sini. Tante pulang sendiri juga nggak apa- apa !"Tania menelan ludah mendengar ucapan Lina. Tania terpaksa menuruti kemauan Lina, ia tak mau pulang sendiri, ini juga cara mendapatkan Ryan.
Ryan melajukan mobilnya ke Apartemen. Ketika sampai, bau masakan menyeruak masuk ke hidung. Saat ini ia bisa melupakan kejadian saat di rumahnya Ibu. Amelia baru saja selesai masak."Sayang...." Panggil Ryan mencari Istrinya." Ya, Aku di dapur sayang."Ryan segera ke dapur. Terlihat Amelia sedang menata Makan siang di meja.Ryan memeluk dan mencium puncuk kepalanya. Amelia senang mendapatkan perlakuan suaminya yang romantis." Makan siang dulu sayang." ucap Amelia."Ya sayang, aku juga laper."Amelia mengambil nasi dan lauk ke dalam piring. Melihat senyum Amelia kesal Amarah pada Ibunya sirna. Mood kembali membaik. Ryan makan siang sambil mengengam tangan Amelia.Amelia heran, suami sikapnya akhir- akhir ini romantis.Tapi Amelia tak ingin berpikir macam- macam. Amelia bahagia mendapatkanya. Bersyukur pada Tuhan,
Amelia duduk di hadapan Lina dan Tania dengan perasaan campur aduk. Lina menatap Amelia lurus. Ia kesampingkan Perasaanya sebagai seorang wanita.Tania yang berada di samping Lina tersenyum licik. 'Haah sebentar lagi statusmu akan jadi janda Amelia! Batin Tania."Amel, bukankah Agama yang kita anut memperbolehkan poligami. Bujuk suamimu menikahi Tania. Mama menginginkan Tania sebagai menantuku. Tapi tenang saja, aku tak menyuruh Ryan menceraikanmu."Kata yang keluar dari Mama mertuanya menusuk hati dan jantung Amelia. Sakit tapi tak berdarah. Amelia berusaha menahan air matanya supaya tidak keluar. Tegar di hadapan mertua dan Tania. Amelia diam sejenak, menata perasaanya. Antara sakit, kecewa hancur jadi satu. Merasa gamang saat ini."N... nanti aku bicarakan sama Mas Ryan Ma." Ucap Amelia menahan sesak di dada. Melihat Amelia pucat terbersit rasa tidak tega di hati Lina &
Amelia menjalani hari dengan semangat. Berusaha melupakan ucapan Ibu mertuanya. Ia berangkat ke rumah sakit, karena sudah di tunggu pasien. Sedang Ryan menuju kampus. Ketika mengajar Ryan mendapat notif pesan dari Tania. Isinya membuat Ryan Shock. Sehabis mengajar ia langsung ke Rumah Ibunya. Untung Ibunya sedang di rumah. Ryan berusaha tenang menahan gejolak hatinya.Ibunya sedang di ruang kerjanya. Ryan mengetok pintu.Tok...tok.."Ini Ryan Ma.""Masuk Nak ...."Ryan duduk di hadapan ibunya. Tapi Lina bangkit beralih duduk di sofa, Agar lebih rilex bicara dengan Ryan.Lina diam, ia ingin tau reaksi anaknya. Dari raut wajahnya ia tau anaknya marah."Ma, apa maksud ucapan Tania?""Ucapan Tania yang mana?" Lina pura- pura tak tau."Yang katanya dia siap di madu! Apa maksudnya? Sampai kapanpun Ryan tak ingin men
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n