Lega dan bahagia terpancar dari wajah pengantin baru. Acara selanjutnya mereka sungkem kepada orang tua masing- masing.
Acara pernikahan selesai, Amelia di boyong ke rumah Orang tua Ryan. Ini untuk sementara. Ryan ingin Amelia dan Ibunya saling mengenal. Ryan ingin membuktikan bahwa pilihanya tidak salah.
Amelia menangis tatkala pamit dengan kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu... Amel pamit dulu, jaga kesehatan kalian. Ines titip Ayah, Ibu ya." Amelia menatap orang tuanya bergantian. Juga Ines. Adik semata wayangnya.
"Aku pasti akan merindukan Mbak." Ines kemudian memeluk kakaknya. Amelia juga menangis terharu. Jarak pasti akan menciptakan kerinduan. Amelia mengelus kepala adikny.
"Nanti kamu bisa main ke rumah Mbak, kita bisa shopping, jalan- jalan bareng." Bujuk Amelia. Ines malah mengeratkan pelukanya.
"Sering- sering telepon ya kak !" Ines tak ingin berpisah dari kakaknya. Amelia terharu
Ryan menerima tiket dari Ayahnya dengan perasaan berbunga. Ia mempercepat langkah masuk mobil dan menjalankanya menuju rumah Nyonya Anita. Tau Ryan sudah pergi.Lina masuk ke kamar Amelia. Ia menatap Amelia dengan tatapan benci. Amelia berusaha sopan ia berdiri ketika Ibu mertuanya datang."Ada apa Bu?" Lina tidak suka dengan basa basi Amelia."Aku kekamar anaku nggak boleh!! Kata Lina ketus."Bukan begitu Ma, biar aku yang nemuin Mama kalau membutuhkan sesuatu.""Hahaha .... " Lina ketawa sarkas."Eeeh, kamu jangan belagu ya, Dokter kampung! mentang- mentang sudah jadi istri Ryan. Mulai sekarang kamu tak bisa seenaknya. Kamu harus membantu Bibi mengerjakan rumah tangga, dan saya ingatkan jangan mengadu sama Ryan. Mengerti !!!" Amelia shock apa yang baru saja ia dengar."Apa kau Tuli Amelia?? Jawab!!!" Bentak Lina.Amelia kaget dan memegangi dadanya karena suara Lina yang kera
Amelia membuka matanya, ia polos tak mengenakan pakaian sehelaipun. Semalam lelah melayani suaminya. Berulang kali Ryan menghujami cinta berlebih.Amelia memperhatikan wajah suaminya saat tertidur. Memencet alis, hidung serta bibirnya."Sudah puas memandangi wajah tampanku?" Amelia kemudian menutupi wajahnya sendiri karena malu."Hehehhe... udah aah, mau mandi." Amelia ingin bangkit tapi Ryan memeluk pinggangnya.Drrrttt... drrtt..Terpampang nama Ibu di layar depan. Ryan mengambil hp di nakas.'Ada apa sih Ibu telepon?' Gumam Ryan kesal."Siapa yang telepon sayang?" Tanya Amelia melihat perubahan wajah suaminya yang kesal."Ibu." Ujar Ryan, Amelia tak menjawab hanya diam saja.'Ibu kyaknya sengaja deh.' Batin Amelia. Tapi ia tak pedulikan hal itu. Dirinya Segera beranjak ke kamar mandi."Ya Bu, a
Sopir membawa Ryan dan Amelia kembali ke rumah. Amelia membawa kopernya ke kamar. Sedang Ryan langsung ke kamar Ibunya. Sebenarnya Lina pura- pura sakit. Hanya ingin merusak acara bulan madu anaknya. Ia terbaring di Bednya. Menyelimuti badanya sampai ke leher.Ryan duduk di pinggir Bed tempat Ibunya berbaring. Lina tersenyum dalam hati, tatkala putra bungsunya datang. 'Ryan masih mendengarkan dirinya ngomong' batin Lina."Ibu sudah ke dokter?" Tanya Ryan heran wajah Ibunya tidak pucat."Aku tak ingin ke dokter, hanya ingin di temani anaku." Ucap Ibu mengerutu.Hendri, kakak Ryan datang bersama pacarnya ke kamar Lina. Ini kesempatan membandingkan Amelia dan Calon mantunya yang lain. Putri nama pacar kakaknya Ryan."Putri yang baru calon istri aja mau jengukin Ibunya, sedangka punya mantu. Mertuanya sakit tak peduli !!""Ma ... sudahlah yang aku di sini jenguk mama !" Ucap Ryan.&nb
Ryan memeluk Ibunya, menenangkan emosinya. Tapi Lina diam saja. Amarah masih menguasai hati. Lina mencoba melepas pelukan anaknya. Di tahan oleh Ryan."Nggak usah merayu Mama!" Ryan kemudian melepaskan pelukanya. Lina memang keras kepala, ia tetep tak mengijinkan Ryan pindah. Biar dia leluasa menyiksa Amelia.Ryan menarik nafas berat, mau tak mau ia harus pindah karena sudah keputusanya."Mama, Ryan minta maaf tapi Ryan tetep akan pindah." Ryan berbalik meninggalkan Ibunya. Yang terpenting bagi Ryan ia sudah berpamitan dengan Ibunya.Ryan mengandeng lengan Amelia, sedang tangan satunya menenteng koper. Mereka pergi setelah pamit dengan Ayah dan kakak tentunya. Mereka mendukung keputusan Ryan. Mobil melaju ke Apartemen, Tak lama kemudian Ryan membuka pintu Apartemenya. Ruangan tertata rapi. Walau jarang di tinggali tapi tiap minggunya ada yang membersihkan. Amelia membuka korden terlihat keindahan kota S
Tania keluar kamar Ryan dengan langkah gontai. Kusut menghiasi Raut muka Tania. Lina heran melihat wajah Tania bak kertas baru di remas."Kenapa Tania? Mukamu tak enak di lihat?Ia duduk di pinggir Bed kemudian menatap Lina lurus."Aku di usir Ryan Tante! Padahal ku kan ingin dekat dengan Ryan !""Kamu sabar jangan terlalu agresif, Santai pelan- pelan saja !" "Iya Tante." Tania menurut kata Lina. "Dah lah, udah malam tidur dulu. Tante mau bersihin muka dulu.""Iya Tante." Tania merebahkan diri dan menarik bed Covernya sampai ke leher. Tak lama kemudian Tania terlelap.Pagi datang, Lina masuk ke kamar Ryan sebelumnya ia sudah mengetok pintu dulu.Ryan sudah rapi, ia akan ke kantor bersama Bobby."Ryan, Mama mau bicara sebentar!" "Aku tunggu di luar Ryan.
Ryan menyelesaikan pekerjaanya. Ia menghubungi Bobby menyuruh pesan tiket untuk kembali ke Indonesia. Bobby menurutinya tanpa membantah. Tanpa pamit pada Ibu dan Tania, Ryan menuju ke Bandara. Lina kelimpungan mencari keberadaan anaknya."Bobby, Ryan mana?" Tanya Lina emosi sampai matanya melotot menahan geram."Ryan pulang ke Indonesia." Jawab Bobby santai dan berlalu ke kamar. Ia sendiri enggan menghadapi Ibunya Boss."Taniaaa!"Tania mendengar suaranya di panggil langsung datang ke hadapanya."Ada apa Tante....?""Pesen tiket sekarang, Ryan sudah pulang ke Indonesia. Kita juga harus pulang!""Tapi Tante ....""Kalau kamu masih ingin di sini. Tante pulang sendiri juga nggak apa- apa !"Tania menelan ludah mendengar ucapan Lina. Tania terpaksa menuruti kemauan Lina, ia tak mau pulang sendiri, ini juga cara mendapatkan Ryan.
Ryan melajukan mobilnya ke Apartemen. Ketika sampai, bau masakan menyeruak masuk ke hidung. Saat ini ia bisa melupakan kejadian saat di rumahnya Ibu. Amelia baru saja selesai masak."Sayang...." Panggil Ryan mencari Istrinya." Ya, Aku di dapur sayang."Ryan segera ke dapur. Terlihat Amelia sedang menata Makan siang di meja.Ryan memeluk dan mencium puncuk kepalanya. Amelia senang mendapatkan perlakuan suaminya yang romantis." Makan siang dulu sayang." ucap Amelia."Ya sayang, aku juga laper."Amelia mengambil nasi dan lauk ke dalam piring. Melihat senyum Amelia kesal Amarah pada Ibunya sirna. Mood kembali membaik. Ryan makan siang sambil mengengam tangan Amelia.Amelia heran, suami sikapnya akhir- akhir ini romantis.Tapi Amelia tak ingin berpikir macam- macam. Amelia bahagia mendapatkanya. Bersyukur pada Tuhan,
Amelia duduk di hadapan Lina dan Tania dengan perasaan campur aduk. Lina menatap Amelia lurus. Ia kesampingkan Perasaanya sebagai seorang wanita.Tania yang berada di samping Lina tersenyum licik. 'Haah sebentar lagi statusmu akan jadi janda Amelia! Batin Tania."Amel, bukankah Agama yang kita anut memperbolehkan poligami. Bujuk suamimu menikahi Tania. Mama menginginkan Tania sebagai menantuku. Tapi tenang saja, aku tak menyuruh Ryan menceraikanmu."Kata yang keluar dari Mama mertuanya menusuk hati dan jantung Amelia. Sakit tapi tak berdarah. Amelia berusaha menahan air matanya supaya tidak keluar. Tegar di hadapan mertua dan Tania. Amelia diam sejenak, menata perasaanya. Antara sakit, kecewa hancur jadi satu. Merasa gamang saat ini."N... nanti aku bicarakan sama Mas Ryan Ma." Ucap Amelia menahan sesak di dada. Melihat Amelia pucat terbersit rasa tidak tega di hati Lina &