Amelia bersiap di hadapan cermin, ia mendandani wajahnya dengan make up sederhana. Merasa sudah oke dia keluar kamar. Sambil menenteng tas yang berisi alat- alat kesehatan. Amelia menyapa ibunya yang sedang menyiapkan sarapan.
" pagi Bu..." Sapa Amelia.
"Pagi Nak, sarapan dulu..."
"Iya... Bu..."
Amelia kemudian menarik kursi dan duduk. Ia mengambil Roti di isi dengan omelet di kasih saus juga. Tak lama kemudian makanan di hadapanya berpindah ke dalam perutnya. Selesai sarapan Amelia sikat gigi. Kemudian ia mengeluarkan maticnya. Di jalankan mesin menuju puskesmas.
Amelia sampai di puskesmas, orang sudah menunggu kedatanganya. Satu persatu Amelia memanggil datang ke ruanganya. Amelia melayani dengan ramah. Amelia melirik jam menunjukan pukul 12 siang, ini adalah jam isrirahat. Amelia menuju ke kantin. Ia ingin mengisi perutnya yang mulai keroncongan. Di hari pertama bertugas Amelia menikm
Amelia dan Ines bahagia bisa refresing di pantai. Melepas penat aktifitas sehari- hari. Mentari mulai bergeser menuju senja. Ingin Amelia menungu senja dan menatapnya lama. Tapi Ibunya tadi pesan tak boleh pulang terlalu sore masih tergiang di kepalanya.Amelia menunduk bayangan Ryan melintas di kepalanya. Memori bersama Ryan ketika melewati senja saat bersama di puncak. Ia menghembuskan nafas kasar."Ada yang di pikirkan Mbak?" Tanya Ines melihat kakaknya melamun."Hanya masa lalu..." jawab Amelia."Yuk ahh, udah sore kita pulang nanti Ibu negara marah!" Ines tertawa mendengar kakaknya menyebut Ibunya dengan Sebutan Ibu negara.Amelia mengambil maticnya kemudian menjalankanya menuju rumah.Sampai di rumah, ada tamu di teras. Mereka membahas urusan sawah. Sawah Ayahnya sebentar lagi akan panen. Ada juragan yang ingin membeli hasil padi Ayah. Amelia dan Ines mela
Ryan sampai di Bandara setelah penerbangan hampir memakan waktu satu jam. Ia lega sampai di Bandara. Bayangan wajah Amelia kembali menyapa dirinya. Ryan mempercepat langkahnya, menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depanya.Ryan menginjakan kakinya di rumah. Ibunya kaget saat tau Ryan pulang."Kenapa kamu pulang? Apa sudah selesai urusan di Singapore? Tanya Lina tak senang anaknya pulang."Ma, aku kan anak Mama! Masa pulang ke rumah sendiri nggak boleh!?""Bukan gitu sayang, kan kamu bisa di jemput pak slamet dulu...""Udahlah Ma, aku kekamar dulu mau istirahat!" Ryan melenggang masuk kamar. Ryan tau mamanya hanya basa basi padanya. Ryan merasa mamanya lebih sayang kepada Kakaknya.Ryan masuk ke kamarnya dan mengunci pintu dari dalam. Ia mandi dan ganti baju segera keluar lagi. Mengambil kunci dan menjalankan mobilnya tanpa pamit pada Mamanya.Ryan menuju k
Amelia terharu mendengar keseriusan Ryan. Ia mengengam tangan Ryan dan mencari kebenaran dari ucapan Ryan. Ryan menganguk menyakinkan gadis di hadapanya. Ryan menemui orang tua Amelia. Mereka setuju lamaran Ryan. Ia juga meminta ijin pada orang tua Amelia, untuk menemui orang tuanya."Bapak, ibu... saya memohon ijin membawa Amelia menemui orang tuaku . Aku mohon restunya. Pak, Ibu..." Ryan menatap orang tua Amelia bergantian. Mereka pun merestuinya sambil tersenyum.Ryan segera naik mobil di susul Amelia. Mereka duduk di jok tengah, sedang Bobby yang menyetir. Ryan mengengam jemari Amelia erat. Amelia tersenyum dengan sikap lembut calon suaminya. Bunga di hati bermekaran. Rasanya tak ingin layu sebelum berkembang.Mereka melajukan mobilnya menuju rumah Ryan. Alangkah kagetnya Ryan saat sampai di rumah ada Tania dan orang tuanya. Ryan mengengam erat tangan Amelia.'Jadi selama ini Mama ingin men
Ryan menatap kedua orang tua Amelia penuh harap. Ia ingin segera menikahi Amelia. Ayah meninggalkan mereka berdua. Ia Tampak berpikir dengan keputusan Ryan, ingin menikahi Amelia tanpa restu orang tua.'Apa aku harus ke rumah Orang tua Ryan?' Batin Heru.Ayah kembali menghampiri Ryan dan Amelia di ruang tamu. Ayah duduk di hadapan Ryan."Ryan..." panggil Ayah."Ya Ayah..." Jawab Ryan."Apa kalian ingin segera menikah?""Ya Ayah, Ku mohon restui kami !""Kami merestui kalian nak, tapi bagaimana dengan kedua orang tuamu?aku sedih anaku nanti tidak terima di keluargamu." Kata Ayah sedih.Ryan menghela nafas panjang, ia tampak berpikir sejenak. Benar apa yang di katakan calon mertuanya."Aku harus bagaimana pa? Aku sangat mencintai Amelia, aku tak ingin berpisah denganya !." "Bujuk sekali lagi Ibumu, agar merestui kalian!"&n
Lega dan bahagia terpancar dari wajah pengantin baru. Acara selanjutnya mereka sungkem kepada orang tua masing- masing.Acara pernikahan selesai, Amelia di boyong ke rumah Orang tua Ryan. Ini untuk sementara. Ryan ingin Amelia dan Ibunya saling mengenal. Ryan ingin membuktikan bahwa pilihanya tidak salah.Amelia menangis tatkala pamit dengan kedua orang tuanya."Ayah, Ibu... Amel pamit dulu, jaga kesehatan kalian. Ines titip Ayah, Ibu ya." Amelia menatap orang tuanya bergantian. Juga Ines. Adik semata wayangnya."Aku pasti akan merindukan Mbak." Ines kemudian memeluk kakaknya. Amelia juga menangis terharu. Jarak pasti akan menciptakan kerinduan. Amelia mengelus kepala adikny."Nanti kamu bisa main ke rumah Mbak, kita bisa shopping, jalan- jalan bareng." Bujuk Amelia. Ines malah mengeratkan pelukanya."Sering- sering telepon ya kak !" Ines tak ingin berpisah dari kakaknya. Amelia terharu
Ryan menerima tiket dari Ayahnya dengan perasaan berbunga. Ia mempercepat langkah masuk mobil dan menjalankanya menuju rumah Nyonya Anita. Tau Ryan sudah pergi.Lina masuk ke kamar Amelia. Ia menatap Amelia dengan tatapan benci. Amelia berusaha sopan ia berdiri ketika Ibu mertuanya datang."Ada apa Bu?" Lina tidak suka dengan basa basi Amelia."Aku kekamar anaku nggak boleh!! Kata Lina ketus."Bukan begitu Ma, biar aku yang nemuin Mama kalau membutuhkan sesuatu.""Hahaha .... " Lina ketawa sarkas."Eeeh, kamu jangan belagu ya, Dokter kampung! mentang- mentang sudah jadi istri Ryan. Mulai sekarang kamu tak bisa seenaknya. Kamu harus membantu Bibi mengerjakan rumah tangga, dan saya ingatkan jangan mengadu sama Ryan. Mengerti !!!" Amelia shock apa yang baru saja ia dengar."Apa kau Tuli Amelia?? Jawab!!!" Bentak Lina.Amelia kaget dan memegangi dadanya karena suara Lina yang kera
Amelia membuka matanya, ia polos tak mengenakan pakaian sehelaipun. Semalam lelah melayani suaminya. Berulang kali Ryan menghujami cinta berlebih.Amelia memperhatikan wajah suaminya saat tertidur. Memencet alis, hidung serta bibirnya."Sudah puas memandangi wajah tampanku?" Amelia kemudian menutupi wajahnya sendiri karena malu."Hehehhe... udah aah, mau mandi." Amelia ingin bangkit tapi Ryan memeluk pinggangnya.Drrrttt... drrtt..Terpampang nama Ibu di layar depan. Ryan mengambil hp di nakas.'Ada apa sih Ibu telepon?' Gumam Ryan kesal."Siapa yang telepon sayang?" Tanya Amelia melihat perubahan wajah suaminya yang kesal."Ibu." Ujar Ryan, Amelia tak menjawab hanya diam saja.'Ibu kyaknya sengaja deh.' Batin Amelia. Tapi ia tak pedulikan hal itu. Dirinya Segera beranjak ke kamar mandi."Ya Bu, a
Sopir membawa Ryan dan Amelia kembali ke rumah. Amelia membawa kopernya ke kamar. Sedang Ryan langsung ke kamar Ibunya. Sebenarnya Lina pura- pura sakit. Hanya ingin merusak acara bulan madu anaknya. Ia terbaring di Bednya. Menyelimuti badanya sampai ke leher.Ryan duduk di pinggir Bed tempat Ibunya berbaring. Lina tersenyum dalam hati, tatkala putra bungsunya datang. 'Ryan masih mendengarkan dirinya ngomong' batin Lina."Ibu sudah ke dokter?" Tanya Ryan heran wajah Ibunya tidak pucat."Aku tak ingin ke dokter, hanya ingin di temani anaku." Ucap Ibu mengerutu.Hendri, kakak Ryan datang bersama pacarnya ke kamar Lina. Ini kesempatan membandingkan Amelia dan Calon mantunya yang lain. Putri nama pacar kakaknya Ryan."Putri yang baru calon istri aja mau jengukin Ibunya, sedangka punya mantu. Mertuanya sakit tak peduli !!""Ma ... sudahlah yang aku di sini jenguk mama !" Ucap Ryan.&nb
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n