Ryan memeluk Amelia erat, tak ingin wanita di cintainya saat ini menangis. Apalagi terpuruk. Ryan mengusap air mata Amelia.
"Maafkan aku sayang," ucap Ryan mencium puncuk kepala istrinya. Amelia menangis di dada bidang suaminya. Mendengar telah menceraikan Tania. Sedikit terobati sakit hati ini.
Ryan merangkul pundak Amelia. Mereka berjalan mendekati Tania dan Mamanya di ruang tamu.
"Tania maafkan aku, semoga kau mendapatkan lelaki yang lebih baik dari aku," ucap Ryan tenang sambil kembali merangkul pundak Amelia.
Mata Tania membelalak, menatap tajam Ryan. Luruh sudah harapan memiliki Ryan seutuhnya. Tak terima dengan keputusan Ryan secara sepihak. Amarah memuncak. Ia memukul- mukul dada Ryan.
"Kamu jahat Ryan, setelah merengut kesucianku kau lempar aku tempat sampah ! Kau akan membayar semua Ryan!" Ancam Tania menuding wajah Ryan.
Mama kemudian bangkit, selalu membela Tania.
"Ryan, kasihan Tania. Baru dua minggu menjadi istrimu, kenapa kau ceraikan? Apa salahnya ? Kamu menyakiti perasaan Tania !"
"Mama yang tak tau perasaan aku!, Aku anak Mama tapi kenapa selalu membela Tania? Aku udah pernah bilang tak pernah menyukai Tania. Tapi Mama selalu mendekatkan aku dengan Tania. Walaupun Sekarang Ryan punya istri? Apa Mama tau perasaanku?" Ryan mengeluarkan semua uneg- uneg di dalam hati yang selama ini di pendam.
Mama langsung terdiam mendengar ucapan Anak bungsunya. Tengorokanya terasa tercekat. Amelia mendengar suaminya merengut kesucian Tania langsung terduduk lemas. Air mata kembali menetes. Masih kurangkah aku dalam melayani suamiku? Batin Amelia merasa hati terkoyak. Perih.
Ryan berjongkok di hadapan Amelia, ia menangkup wajah istrinya, dan mengusap air matanya. Ia tahu saat ini Amelia terguncang mendengar berita ini.
"Sayang, ini tak seperti yang kamu pikirkan, aku di jebak !"
"Jebakan yang Nikmat kah?!" Ryan merasa Frustasi, ia mengacak rambutnya sendiri. Mencoba tenang menghadapi seperti ini. Harus bisa menjelaskan agar Amelia mengerti. Ia tak mau Amelia menyuruhnya bertanggung jawab.
"Saat itu ketika aku nonton tivi, dia membawakan teh. Setelah itu aku merasa pusing. Kemudian aku tak tau lagi apa yang terjadi," ucap Ryan sendu berharap Istrinya memaafkanya. Ia sangat takut kehilangan Amelia.
"Tapi aku sudah kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi perempuan Mas ! Kau tak boleh menceraikanku!" teriak Tania.
Ryan tak tahan dengan rengekan Tania. Ia cengkeram rahangnya.
"Itu karena kau murahan! Menyerahkan sesuatu untuk kepentinganmu!" Ryan melepaskan cengkeramanya dengan kasar.
Ryan mendorong Tania hingga jatuh. Mama segera menolong Tania. Ryan menarik tangan Amelia ke kamar. Amarahnya tak bisa di bendung lagi. Kali ini ia tak bisa menuruti keinginan Mamanya.
Mama dan Tania menangis sambil berpelukan. Mereka terduduk lemas.
"Sudahlah Tania, lebih baik kita pulang saja ke Indonesia,"
"Tapi Ma ...."
Mama segera bangkit, tapi Tania masih termenung. Ia tak terima di perlakukan seperti sampah. 'Aku harus balas dendam' batin Tania. Segera mengusap air matanya. Mengikuti Mama mertuanya keluar, mengambil koper di Hotel.
Amelia menangis dikamarnya.
"Sayang, udah jangan menangis terus," ucap Ryan kemudian merengkuh tubuh istrinya ke dalam pelukanya. Di dalam dekapan Ryan. Amelia sedikit tenang. Pikiran yang sempet ingin kabur dari Ryan kini menguap entah kemana. Perasaanya gamang saat ini. Shock mendengar Suaminya menikah lagi, tapi Tania mengunakan cara licik untuk menjebaknya. Ryan tak sepenuhnya salah. Memaafkan adalah tindakan bijak saat ini.
Bersambung..
Amelia menata bajunya di koper, sementara ini ingin pergi sebentar dari Kehidupan suaminya. Mengetahui suaminya pernah tidur dengan tidur dengan Tania membuatnya gamang saat ini. Ia menghela nafas berat. Kembali memikirkan langkah ini. Apakah tindakanku benar? meninggalkan Ryan? Amelia berusaha memejamkan matanya. Pikiranya pusing memikirkan semua ini. "Aaah aku ingin menenangkan diri di rumah Ibu," gumam Amelia. Selesai packing ia memesan tiket lewat online. Merasa belum masak, ia membuka kulkas kemudian memasak kesukaan Ryan. Tapi pikiranya tak fokus untuk memasak. Apakah diriku penghalang bagi suamiku Tania? Tapi aku tak sanggup berbagi suami. Ryan pun lebih memilihku daripada Tania? gamang kembali menguasai hati Amelia. Selesai masak ia menata di meja. Di tutup tudung saji. Gegas mandi sebelum Ryan menghalangi dirinya pulang. **** D
Amelia di sambut Ines, Ayah dan Ibu saat kehadiranya. Mereka senang Amelia bisa mengunjunginya. Apalagi Ines langsung bergelayut manja di lenganya. Saat kakak sulungnya datang. Tak menghiraukan suami kakaknya yang berada di sampingnya. Ryan melirik istrinya yang terlihat bahagia di tengah keluarganya. Ya saat ini dia ingin ketenangan. Mendengar suaminya telah menikah lagi diam- diam membuatnya merasa di hianati walau sekarang sudah di ceraikan tapi ke depanya. Takut Ryan akan melakukan lagi di belakang Amelia. Ryan melirik istrinya sambil mengengam tangan mesra. Tapi Amelia mengangapnya biasa saja. Butuh waktu untuk menghadirkan rasa itu lagi. Suasana hangat di meja makan. Saat makan siang. Amelia sangat senang berada di tengah keluarganya. Setelah selesai makan siang. Mereka masuk kamar. Kamar Amelia saat masih gadis. Kamar itu masih rapi karena Ibunya sering membersihkanya. A
Tania mampir ke kantor Arnold. Terpaksa merendahkan harga dirinya demi membalaskan sakit hatinya. 'Tok ... tok "Masuk ...." ucap Arnold dari dalam ruangan. Tania membuka pintu. Arnold duduk di belakang meja. Menatap tajam ke arah Tania. Setelah lelah mengejar Tania datang sendiri menghadapnya. "Halo ... sayang! Makin cantik aja! Tau aja kalau aku merindukanmu, kini di hadapanku!" Arnold tersenyum mengoda Tania. Sosok yang dicintai selama masa kuliah kini di hadapanya. Padahal dulu Tania susah di jangkau. Pendekatan dengan berbagai cara tak bisa meluluhkan hatinya. Mungkin Arnold terkenal lelaki playboy yang gemar main cewek dan tidur sama perempuan. Tania eneg melihat wajah Arnold begitu dekat denganya. Dari dulu tak berubah perangainya. "Hancurkan anak perusahaaan Chandra company. "Apa imbalanya?" Tanya Arnold tersenyum m
Arnold kembali ke meja kerjanya. Membuka laptop berselancar mencari informasi tentang cabang perusahaan Chandra Company. Dia mencari para pemegang saham dari Perusahaan Ryan. Setelah dapat, mencoba menghubungi. Tapi rata- rata dari mereka menolak mencabut Investasi dari Perusahaan Ryan dan beralih ke Perusahaan miliknya. Memang Perusahaan Milik Ryan. Loyal terhadap para investornya. Mereka selalu mendapat keuntungan yang besar tatkala Perusahaan mengalami untung besar. Arnold menghela nafas sejenak. Memikirkan langkah apa yang tepat menghancurkan perusahaan Milik Ryan. Dia juga punya dendam pribadi dengan perusahaan milik Ryan. Ia selalu menang tender darinya. Saat ini adalah waktu yang tepat menghancurkan cabang perusahaan tersebut. Arnold mencoba sekali lagi merayu para investor untuk Menarik sahamnya di perusahaan Chandra Companya. Tapi jawaban mereka sama. Menolak memcabut investasi. Hari ini Arnold
Suplier menepuk jidatnya sendiri lupa menanyakan nama orang suruhan Ryan. Ia terlalu percaya saat ada orang nyang membawa surat kuasa dari Ryan. Suplier itu terlalu percaya pada Ryan. Hingga tak menyadari telah di tipu. "Bagaimana ciri- cirinya?" Suplier itu menjelaskan cirinya. Dan Ryan merasa tak punya karyawan seperti itu. "Akbar tolong cari tau siapa yang telah sabosate bahan!" "Iya pak," "Tuan tolong kirim lagi bahan yang premium seperti biasa," "Baik tuan Ryan, maaf karena telah mempercayai orang yang salah," ucap suplier seraya menangkup kedua tanganya. "Ya nggak apa- apa Tuan, nanti lagi konfirmasi aku dulu ketika orangku memesan bahan. "Baik tuan Ryan," Suplier itu menganguk hormat. Lega Tuan Ryan tidak marah kepadanya. "Karena Tuan sudah berbaik hati, saya kasih diskon," "Oke ... makasih," ucap
Tania sudah hampir dua minggu berada di Belanda. Ia jalan- jalan menikmati kota Belanda. Tak lupa kulineran bersama Kakaknya. Sejenak melupakan Arnold yang sudah menuntut tubuhnya. Ia tak mau melakukannya sebelum perusahaan Ryan hancur berkeping. Ia rela mengorbankan tubuhnya. Tania menghela nafas sejenak. Panggilan Arnold terus menyeruak ke dalam telingga. "Itu siapa sih Dek? Telepon terus? Pacar kamu ya?" Tanya Nando, kakaknya Tania. "Bukan kak, Hanya temen." ucap Tania santai kemudian membiarkan telepon itu mati sendiri. "Ya udah kita jalan lagi, di rumah kulkasnya kosong," "Oke ...." Senyum Tania mengembang sempurna. Kini saatnya meluapkan suntuk. Berusaha mengalihkan pikiranya. Walau udah minggu jauh berada dari Ryan. Tapi pikiranya tentang Ryan tak bisa jauh dari pikiranya. ****** Di Kediaman Orang Tua Amelia.&n
Ryan packing, tak banyak yang ia bawa. Baju di rumah Amelia masih banyak. Hanya beberapa baju yang ia bawa. Selesai packing ia pesen Tiket ke Jakarta. Merasa semuanya beres. Ia menghubungi Akbar untuk sementara menghandle semuanya. Akbar cukup bisa di andalkan seperti saat ini. "Haloo Akbar ...." "Iya pak," " Besok ada Klien dari Thailand kamu handle ya, Aku mau jemput istri dulu," ucap Ryan memerintah. "Baik Pak," "Terus kamu kesini antar saya ke Bandara," "Iya pak," Ryan menutup telepon. Gegas ia mandi. Berganti kaos tak lupa pake jaket,Akbar sudah menunggu di ruang tamu. "Kita berangkat sekarang Akbar," "Baik Pak," Akbar membawa koper kecil milik Ryan. Kemudian di taruh di bagasi. Dengan gerak cepat Akbar membukakan pintu untuk Bosnya. Ryan masuk ke mobil di ikuti Akbar. Tubuh Ryan s
Amelia merasa pipinya ada yang menepuk berulang kali, tapi tak di hiraukan. Di alam mimpinya Ryan datang menciumnya. "Mas Ryan, Amelia kangen banget ...." suara Amelia mengigau. Ryan tersenyum mendengar isi hati Amelia. Selama ini ternyata dia juga merindukanya. Tak sabar melihat Amelia membuka mata. Ryan mencium hangat kening Amelia. Cup. Amelia mengejap matanya. Ia merasa di alam mimpi. Suaminya kini di hadapanya. Mata Amelia membulat sempurna ternyata bukan mimpi. Ryan tersenyum ke arahnya. "Mas Ryan !" Amelia mengucek matanya berulang kali. Ini mimpi atau tidak ? Tapi laki- laki tampan ini malah tersenyum. "Ini aku sayang ... kamu tidak mimpi," ucap Ryan tersenyum haru. Bahagia mendengar isi hati Istrinya yang sebenarnya. Amelia gengsi ingin memeluk suaminya. Ia menatap lelaki di depanya tampak kurus. Sebaga
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n