Suplier menepuk jidatnya sendiri lupa menanyakan nama orang suruhan Ryan. Ia terlalu percaya saat ada orang nyang membawa surat kuasa dari Ryan. Suplier itu terlalu percaya pada Ryan. Hingga tak menyadari telah di tipu.
"Bagaimana ciri- cirinya?"
Suplier itu menjelaskan cirinya. Dan Ryan merasa tak punya karyawan seperti itu.
"Akbar tolong cari tau siapa yang telah sabosate bahan!"
"Iya pak,"
"Tuan tolong kirim lagi bahan yang premium seperti biasa,"
"Baik tuan Ryan, maaf karena telah mempercayai orang yang salah," ucap suplier seraya menangkup kedua tanganya.
"Ya nggak apa- apa Tuan, nanti lagi konfirmasi aku dulu ketika orangku memesan bahan.
"Baik tuan Ryan,"
Suplier itu menganguk hormat. Lega Tuan Ryan tidak marah kepadanya.
"Karena Tuan sudah berbaik hati, saya kasih diskon,"
"Oke ... makasih," ucap Ryan menganguk ramah dan mengengam tanganya. Berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
Lega Tuan Ryan tak marah. Sebagai ucapan terima kasih Suplier memberi diskon pada Ryan.
"Oke ... terima kasih Tuan,"
"Sama-sama" Tuan Ryan.
Ryan menyalami Suplier itu. Ia merasa sangat beruntung berbisnis dengan Ryan.
Setelah urusanya selesai, Ryan dan Akbar meninggalkan ruangan tersebut.
"Akbar, tolong selidiki siapa yang telah menukar bahan untuk Dress!"
"Baik pak,"
Akbar kemudian melajukan mobilnya ke kembali ke pabrik. Ada beberpa berkas yang harus di tanda tangani.
Sampai di Pabrik, Ryan langsung menuju meja kerjanya menandatangani berkas. Selesai tanda tangan Kangen akan istrinya. Udah dua hari tanpa kabar istrinya. Dia pun mengecek hpnya. Ternyata ada beberapa chat dari Amelia. Dua hari ini ia mematikan data hp. Urusan pekerjaan menyita konsentrasinya.
'Aah ... pasti dia marah,' batin Ryan. Segera Ryan menelpon istrinya. Merasa bersalah tak menghubunginya. Urusan pekerjaan sangat banyak sangat menyita waktu.
Suara ponsel menyambung. Tapi tidak di angkat.
'Angkat sayang, aku merindukanmu,' gumam Ryan lirih.
Setelah dua panggilan kepada Amelia. Tapi tak ada jawaban. Ia mengirim chat pada Istrinya.
'Sayang, aku merindukanmu,' send ke Nomer Amelia.
Kemudian meletakan gawai di atas meja. Pikiranya melayang saat di rumah Ibunya ketika Tania menjebaknya. Sekarang sadar keputusanya menceraikan Tania benar. Nyatanya dia juga tidak hamil. Selama menikahi Tania tak pernah sekalipun Ryan menyentuhnya.
'Semoga istriku kembali menerimaku sepenuh hati' batin Ryan.
Sementara itu Akbar gerak cepat bersama seseorang menyelidiki yang melakukan tindakan itu.
****
Arnold masih di depan laptop. Mengotak atik data dari perusahaan Ryan. Salah satu usaha Arnold ada yang bergerak di bidang pakaian. Mencoba sekali lagi para investor mengalihkan sahamnya di perusahaanya.
Tapi tetep saja sulit di lakukan. Para Investor terlanjur loyal dengan perusahaan Ryan. Walaupun Arnold telah menaikan keuntungan tapi tetep saja para Investor enggan melakukanya. Menurut mereka hanya di awal saja menaikan keuntungan. Karena tak ada perusahaan yang mau rugi besar.
Arnold masih berpikir hingga kepalanya pening. Tapi wajah Tania sekelebat menari - nari di kepalanya membuat ia ingin melakukan segala cara untuk menjatuhkan perusahaan Ryan.
Ia menyandarkan kepalanya. Jatuh cinta membuat seseorang bertindak di luar nalar. Kembali memikirkan strategi. Akhirnya ia menemukan ide, ia ingin menghasut Distributor menghentikan pasokan dari Ryan. Dan mengantinya dengan Dress dari perusahaanya. Ia segera mencari para Distributor Dress dari pabrik Ryan. Arnold menemukan data itu. Ia seperti menemukan sebongkah emas berlian. Menghubungi para Distributor untuk pasokan Dress dari Ryan. Mengantinya dengan Dress dari perusahaan miliknya dengan harga yang lebih murah. Ada yang setuju ada yang menolak. Beberapa butik menolak pasokan dress dari Arnold. Karena rancangan baju perusahaan Ryan bagus. Modelnya simple, modis juga elegan.
Tania sudah hampir dua minggu berada di Belanda. Ia jalan- jalan menikmati kota Belanda. Tak lupa kulineran bersama Kakaknya. Sejenak melupakan Arnold yang sudah menuntut tubuhnya. Ia tak mau melakukannya sebelum perusahaan Ryan hancur berkeping. Ia rela mengorbankan tubuhnya. Tania menghela nafas sejenak. Panggilan Arnold terus menyeruak ke dalam telingga. "Itu siapa sih Dek? Telepon terus? Pacar kamu ya?" Tanya Nando, kakaknya Tania. "Bukan kak, Hanya temen." ucap Tania santai kemudian membiarkan telepon itu mati sendiri. "Ya udah kita jalan lagi, di rumah kulkasnya kosong," "Oke ...." Senyum Tania mengembang sempurna. Kini saatnya meluapkan suntuk. Berusaha mengalihkan pikiranya. Walau udah minggu jauh berada dari Ryan. Tapi pikiranya tentang Ryan tak bisa jauh dari pikiranya. ****** Di Kediaman Orang Tua Amelia.&n
Ryan packing, tak banyak yang ia bawa. Baju di rumah Amelia masih banyak. Hanya beberapa baju yang ia bawa. Selesai packing ia pesen Tiket ke Jakarta. Merasa semuanya beres. Ia menghubungi Akbar untuk sementara menghandle semuanya. Akbar cukup bisa di andalkan seperti saat ini. "Haloo Akbar ...." "Iya pak," " Besok ada Klien dari Thailand kamu handle ya, Aku mau jemput istri dulu," ucap Ryan memerintah. "Baik Pak," "Terus kamu kesini antar saya ke Bandara," "Iya pak," Ryan menutup telepon. Gegas ia mandi. Berganti kaos tak lupa pake jaket,Akbar sudah menunggu di ruang tamu. "Kita berangkat sekarang Akbar," "Baik Pak," Akbar membawa koper kecil milik Ryan. Kemudian di taruh di bagasi. Dengan gerak cepat Akbar membukakan pintu untuk Bosnya. Ryan masuk ke mobil di ikuti Akbar. Tubuh Ryan s
Amelia merasa pipinya ada yang menepuk berulang kali, tapi tak di hiraukan. Di alam mimpinya Ryan datang menciumnya. "Mas Ryan, Amelia kangen banget ...." suara Amelia mengigau. Ryan tersenyum mendengar isi hati Amelia. Selama ini ternyata dia juga merindukanya. Tak sabar melihat Amelia membuka mata. Ryan mencium hangat kening Amelia. Cup. Amelia mengejap matanya. Ia merasa di alam mimpi. Suaminya kini di hadapanya. Mata Amelia membulat sempurna ternyata bukan mimpi. Ryan tersenyum ke arahnya. "Mas Ryan !" Amelia mengucek matanya berulang kali. Ini mimpi atau tidak ? Tapi laki- laki tampan ini malah tersenyum. "Ini aku sayang ... kamu tidak mimpi," ucap Ryan tersenyum haru. Bahagia mendengar isi hati Istrinya yang sebenarnya. Amelia gengsi ingin memeluk suaminya. Ia menatap lelaki di depanya tampak kurus. Sebaga
Ryan masih berpikir, kenapa dia melakukan itu. Menurutnya ini harus di luruskan tak ingin hubungan dengan Mr.Choi terganggu. Ryan menemui Arnold di kantornya. Arnold tampak kaget saat Ryan di hadapanya. "Silakan duduk Tuan Ryan," "Maaf apa yang bisa saya bantu?' "Gimana kabar Mr.Choi Tuan Arnold?" "Ohh ... Ayahku baik- baik saja," "Ad gerangan apa Tuan Ryan sampai menyempatkan kemari?" "Suatu kehormatan mendapat kedatangan Tuan Ryan," "Ah ... anda terlalu merendah Tuan Arnold?" "Saya hanya ingin menawarkan kerja sama, kita Ekspor pakaian ke Indonesia, saya melihat konsumen Indonesia sangat bagus. Sangat bagus bila produk kita laris di sana," Arnold terdiam sejenak. Bagaimana aku akan menghancurkan dia ? dia malah baik seperti ini. Tapi bayangan tubuh Tania mengoda iman Arnold. "Heemm ... makasih atas tawaran k
Tania merasa kehilangan ketika Arnold hilang dari pandanganya. Perasaan apa ini? Tania menghempaskan diri di sofa. Sakit hati di campakan Ryan masih bergulat di hati dan pikiranya. Semakin memelihara dendam ini. Semakin sakit rasanya. 'Haruskah aku menghilangkan dendam ini?' Batin Tania. Ia memijit keningnya sendiri. Pusing memikirkan itu semua. Drrrt ... Suara gawai berbunyi. Nomer Arnold terpampang di layar. "Ada apa Arnold? Tolong aku ingin sendiri dulu!" "Baiklah, tapi aku mencintaimu Tania, lebih dari apapun di dunia ini!" Tania tersentuh dengan kata cinta Arnold. Kemudian mematikan gawainya. Menghembuskan nafas pelan. Karena pusing ia tertidur di sofa. Tepukan tangan membangunkan Tania. "Tania, pindah ke kamarmu !" "Iya kak," Tania berjalan lunglai ke kamar Bayangan Arnold berputar di kepalanya. 'Hufft ... aku b
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj
"Kenapa diam Tania?" "Kamu masih memikirkan Ryan? Laki- laki pengecut seperti itu masih kau pikirin! Kurang kerjaan aja !" Arga selalu marah apabila Tania memikirkan Ryan. "Aku nggak mikirin Ryan kak, tapi memikirkan bagaimana membalas sakit hatiku!" ucap Tania sambil mengepalkan tangan menahan marah di dada. "Hemm ... sampai kapan kau memelihara dendam di hati? Bikin sakit aja!" "Udahlah ... tak ingin dengar alasanmu, kak Arga pingin kamu melupakan Ryan dan menerima Arnold. Itu demi kebaikanmu!" Arga berlalu dari hadapan Tania. Memberi ultimatum telak. Menbuat Tania tak berkutik. Apakah aku harus menerima Arnold? Tania melangkah gontai ke kamar. Ia menjatuhkan dirinya di Bed. Menarik selimut sampai ke leher. Memejamkan mata berharap pelangi datang lewat mimpinya. Tania mengejap matanya tatkala sinar mentari menerobos lewat celah kecil dari jendelanya. Dan m
Arnold masih berada di Hotel mewah. terpekur sendiri. Memikirkan Tania. Mencoba menghubungi gawainya tapi tak aktif. Kangen di dada serasa akan meledak. Akhirnya ia menemui kembali Tania. Bukankah cinta harus di perjuangkan? Pikir Arnold. Di depan Apartemen kakaknya. Ia memencet bel. Ting tong. Arnold berniat ingin melamar Tania secara baik- baik. Tania bangkit dan membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat tau Arnold ada di depanya. "Arnold ...." gumam Tania lirih. "Iya ini aku, sambil memegangi daun pintu. Tania menatap manik mata milik Arnold. Ada cinta yang dalam di matanya. "Ada apa, kenapa menatapku seperti itu?" Arnold tersenyum semanis mungkin di hadapan belahan jiwanya. "Tania ... aku ingin melamarmu," Jantung Tania serasa ingin melompat keluar juga deg- deg an. Senang mendapat perhatian dari lak
Ryan menyuruh Mamanya duduk di sofa, ia kembali berkutat dengan pekerjaanya. Agar tak mengganggu konsentrasinya. Akhirnya Mama Lina mau menuruti anaknya duduk di sofa. Tapi mulutnya tak bisa berhenti ngomel. "Kamu tuh keterlaluan banget ya, udah lupa sama Mamamu ini hah?! Beberapa Bulan tak ada kabar!" "Tapi Ryan selalu komunikasi sama kakak Ma?" "Kalau kakakmu aja di hubungi masa sama Mama nggak?" Lina semakin emosi. Anak bungsunya ini bikin gemes. Ryan kembali menekuri pekerjaanya. Tanpa melirik Mamanya. Tapi Mamanya masih aja nyerocos. "Kamu tuh belum tau rasanya jadi orang Tua sih!" Deg Hati Ryan tercubit. Ada Nyeri menyapa. Mencoba sabar omelan Mamanya. 'Ya Tuhan, sabarkanlah hamba menghadapi Mama' "Oh ya Si Amel udah hamil belum?" "Belum, kenapa Ma?&n