“Kamu harus tidur denganku atau bayar utang suamimu sekarang. Jika tidak, jangan salahkan aku jika kamu tidak akan pernah bisa pulang!” Cindy Andriana Halim rasanya tidak bisa berpikir jernih saat mengetahui suaminya menjadikannya jaminan di meja judi. Parahnya lagi, suaminya kalah, sehingga Cindy dipaksa melayani birahi Sebastian Arson, mantan bosnya yang ternyata memenangkan pertaruhan tersebut. Pria itu tampaknya kembali ke Indonesia untuk mendapatkan Cindy, sumber obsesi tergelapnya. Lantas, bagaimana caranya Cindy dapat melepaskan dirinya dari Sebastian?
View More“Straight flush!” ucap bandar mengarahkan tangannya pada Sebastian Arson. Sebastian menaikkan ujung bibirnya melengkungkan seringai kemenangan atas permainan poker malam ini. Ia memimpin dan memenangkan permainan tersebut dengan nilai tertinggi. Kartunya dijejerkan oleh bandar agar pemain lain dapat melihat terutama Melvin Hadinata.
Napas Melvin menderu lebih keras. Peluh keluar dari dahinya. Ia menyeka keringat dingin tersebut tanpa bisa menghentikannya keluar. Ia kalah besar malam ini. Matanya memejam beberapa kali.
“Bagaimana sekarang? Apa lagi yang mau kau pertaruhkan, Melvin?” tanya Sebastian dengan sikap angkuhnya. Sebelah jemarinya masih menggesekkan ujung kartu di atas meja poker. Bandar membereskan kartu-kartu untuk dikocok jika pemain hendak melanjutkan.
“Kasih aku kesempatan sekali lagi ....” Melvin mencoba memohon.
“Cih, kau uda kehilangan uang, mobil, saham, rumah─” Sebastian menunjuk dengan tatapan tajamnya.
“Apa lagi yang tersisa? Oh iya, Cindy, dia istrimu, kan?” Sebastian melanjutkan. Melvin tercekat. Ia menggelengkan kepalanya.
“Gue akan bayar semua utang ....”
“Ckckck, No, Melvin! Kamu gak akan bisa bayar empat miliar sekaligus malam ini. Trust me, it’s a bullshit!” Sebastian mengolok lalu melemparkan sebuah chip seharga puluhan juta ke meja bandar.
“Tip dariku!” ucapnya angkuh. Bandar itu mengangguk sekali dan berterima kasih.
“Terima kasih, Tuan!”
Pandangan Sebastian kembali pada Melvin yang mulai putus asa dengan utangnya. Ia meninggikan dagu dan menyeringai sekali lagi.
“Aku punya solusi untuk kamu, Vin. Aku akan kasih satu kali kesempatan lagi tapi aku mau taruhan yang paling besar sekarang. Pilihannya hanya ada dua─nyawa atau istrimu?” ujar Sebastian memberikan penawaran yang mencekik. Melvin seketika menelan ludah pahit nan kering dari tenggorokannya.
Selagi ia berpikir, dua orang pria berjas rapi yang merupakan pengawal Sebastian Arson berdiri di belakang kursi Melvin Hadinata. Melvin makin tercekat. Ia ketakutan dan sekilas menoleh ke belakang.
“Tapi ....”
“Pilih sekarang!” tegas Sebastian sambil mempermainkan chip judi poker di antara jemarinya.
Napas Melvin naik turun makin tidak tenang. Berkali-kali ia menyeka keringat di dahinya. Setan dalam dirinya terus berbisik agar ia melanjutkan permainan. Peluang itu masih ada. Meski kecil bukan berarti ia tidak bisa menang. Matanya tajam naik menatap Sebastian.
“Oke, tapi aku juga mau taruhan yang gak kalah besar. Aku pertaruhkan Cindy tapi aku mau 50 persen saham Mohen Grup yang kamu pegang!” ucap Melvin menunjuk pada Sebastian.
Sebastian tersenyum lalu tertawa terbahak-bahak beberapa saat. Ia mengangguk kagum pada kebodohan berbalut keberanian yang ditunjukkan oleh Melvin.
“Kau benar-benar penjudi sejati, Melvin! Oke, aku berikan 50 persen saham Mohen Grup. Gak hanya itu. Kalau kamu menang, aku akan mengembalikan semua uang yang sudah aku menangkan tadi beserta uang empat miliar yang kamu pinjam ... cash!” Sebastian makin menaikkan jumlah taruhannya. Mata Melvin langsung berbinar saat mendengar besarnya taruhan yang akan ia tukar dengan istrinya, Cindy.
“Tapi kalo aku yang menang, Cindy jadi milikku!” imbuh Sebastian.
Raut Melvin berubah tapi ia sempat berpikir sesaat sebelum akhirnya mengangguk. Sebastian menjentikkan jarinya pada pengacara sekaligus tangan kanannya, Lefrant Emir. Lefrant menyodorkan sebuah dokumen untuk ditandatangani oleh Melvin.
“Apa ini?” tanya Melvin mengernyit heran.
“Tanda tangan aja. Itu cuma perjanjian hitam di atas putih di antara kita. Nanti kamu bisa baca,” jawab Sebastian masih bersandar santai. Melvin tidak punya waktu membaca semuanya. Ia terpaksa menandatangani dokumen itu sebelum permainan dimulai. Tidak ada pemain lain kecuali mereka berdua. Meja poker kembali panas dengan pertaruhan besar yang memperebutkan seorang wanita─Cindy Andriana Halim.
Sementara itu, Cindy mondar-mandir di kamarnya menunggu sang suami─Melvin yang tidak kunjung pulang. Melvin mengatakan jika ia hanya sebentar ke kafe untuk menemui temannya. Tak ayal, lebih dari tiga jam lamanya dan pria itu belum kembali.
“Ke mana sih kamu, Mas? Kenapa sampai sekarang kamu gak pulang juga?” Cindy merengek pelan dan kembali duduk. Ia bahkan sudah melewatkan makan malam romantis yang ia persiapkan untuk Melvin. Sayangnya Melvin tidak kembali sama sekali.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Cindy sudah duduk pasrah di kursi meja makan. Ia meniup lilin yang sudah nyaris habis terbakar. Cindy masih diam memilin jemarinya di atas meja. Bukan rasa lapar yang ia rasakan melainkan kecewa. Ini bukan kali pertama Melvin berbohong dan menyakiti perasaannya. Air mata itu jatuh begitu saja dan punggung jemari Cindy menyekanya lembut.
“Kamu di mana sih, Mas?” Cindy menyebut pelan. Bel pintu kamar berbunyi tak lama kemudian. Cindy segera menoleh ke belakang dan tersenyum. Buru-buru ia mengeringkan air matanya dan bergegas membuka pintu.
“Mas ....” Cindy terdiam dan mundur sedikit demi sedikit. Seorang pria yang tidak ia kenal muncul di depannya diikuti oleh beberapa orang yang segera memenuhi kamar presidential suite tersebut.
“Siapa kalian?” Cindy balik bertanya. Pria berkacamata yang masuk lebih dulu diam memandang Cindy. Dari balik tubuhnya keluar seorang pria lain. Pria itu mengalihkan pandangan dari pemandangan kamar pada sosok Cindy.
Ia menyisiri tubuh Cindy dari atas sampai bawah dengan pandangan matanya yang tajam. Ujung bibirnya terangkat dan ia makin mendekat pada Cindy yang tampak cemas.
“Hai, Cindy. Masih ingat aku?”
Cindy lantas mengernyitkan keningnya menatap pria yang belum pernah dilihatnya, Ia menggeleng dengan polos. Pria itu mengernyit keheranan lalu memerintahkan semua orang untuk keluar dengan jentikan jarinya. Tanpa bicara semua pergi kecuali Sebastian Arson.
“Anda siapa?” tanya Cindy lagi tidak mengerti.
“Jangan pura-pura tidak mengenalku, aku adalah pemilikmu sekarang. Tugasmu adalah melayaniku. Jadi lepaskan pakaianmu!” Sebastian memerintahkan tanpa senyuman. Cindy tercengang tak mengerti. Kenapa seorang pria tiba-tiba datang dan bicara seperti itu?
“Anda ini siapa?” Cindy masih bertanya kali ini dengan nada kesal. Sebastian hanya menyeringai sinis lalu berjalan ke arah kamar. Ia membuka pintu lalu melepaskan kancing jas dan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.
“Apa yang Anda lakukan?” Cindy yang kebingungan mengekori Sebastian masuk ke kamarnya. Pintunya masih terbuka dan ia berdiri di depan pintu.
“Aku gak suka menunggu lama. Lepaskan saja pakaianmu sekarang ....”
“Jangan kurang ajar! Keluar dari sini!” Cindy balik mengusir Sebastian. Sebastian berbalik dengan sikap angkuh dan dingin memandang Cindy dari atas sampai bawah. Ia mendengkus pelan lalu menggelengkan kepalanya.
“Aku gak suka wanita yang suka melawan. Jadi sebaiknya kita selesaikan ini dengan mudah.”
“Keluar!” seru Cindy. Sebastian menarik sebelah tangan Cindy lalu mendorongnya ke ranjang. Ia melepaskan jasnya lalu melempar sembarangan. Kedua tangannya mencekal tangan Cindy dan tubuhnya menindih tubuh wanita itu. Seketika Cindy panik dengan apa yang terjadi. Matanya terbelalak kaget sekaligus ketakutan.
“Kamu harus tidur denganku atau bayar utang Suamimu sekarang. Kalau tidak, jangan salahkan aku jika kamu tidak akan pernah bisa pulang!” desis Sebastian mengancam lalu menggigit bibir Cindy dan menjamah tubuhnya.
“Lepaskan aku, aahhkkk!”
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments