Amelia di sambut Ines, Ayah dan Ibu saat kehadiranya. Mereka senang Amelia bisa mengunjunginya. Apalagi Ines langsung bergelayut manja di lenganya. Saat kakak sulungnya datang. Tak menghiraukan suami kakaknya yang berada di sampingnya.
Ryan melirik istrinya yang terlihat bahagia di tengah keluarganya. Ya saat ini dia ingin ketenangan. Mendengar suaminya telah menikah lagi diam- diam membuatnya merasa di hianati walau sekarang sudah di ceraikan tapi ke depanya. Takut Ryan akan melakukan lagi di belakang Amelia. Ryan melirik istrinya sambil mengengam tangan mesra. Tapi Amelia mengangapnya biasa saja. Butuh waktu untuk menghadirkan rasa itu lagi.
Suasana hangat di meja makan. Saat makan siang. Amelia sangat senang berada di tengah keluarganya.
Setelah selesai makan siang. Mereka masuk kamar. Kamar Amelia saat masih gadis. Kamar itu masih rapi karena Ibunya sering membersihkanya. Amelia duduk di tepi ranjang miliknya. Menatap kosong di depanya.
Ryan menyentuh pundak istrinya.
"Kenapa sayang? Ada yang kau pikirkan?"
Amelia terpaku menatap suaminya lekat. Saat ini ia hanya ingin tenang. Tak ingin melihatnya untuk sementara. Pergumulan antara Tania dan suaminya menari- nari dalam memorinya. Antara benci dan marah bersemi dalam dada.
Amelia memandang lekat suaminya. Ragu ingin mengucapkan ini. Tapi Amelia saat ini ingin tenang. Menghilangkan penghianatan Ryan. Dan memaafkan butuh waktu bukan?
"Mas Ryan, boleh aku minta satu permintaan?"
"Apa sayang? Mas akan berusaha memenuhinya,"
"Mas janji?!"
"Insyaallah sayang, katakan apa itu?"
"Mas tolong tinggalkan Ameli disini, Amelia ingin tenang sekarang,"
Kata lembut Amelia menhujam ulu hati Ryan. Nyeri di sudut hati. Menatap lekat wajah istrinya. Menelisik kejujuran hati di sana. Ryan tau bahwa istrinya terluka atas skandal dirinya. Walau tak sengaja?
Ryan merasa tak melakukanya. Tapi efeknya sangat besar bagi perasaan perempuan. Walau perempuan itu telah di talak. Tapi itu meninggalkan luka di hati istrinya.
Ryan menghela nafas pelan. Ia bisa memahami perasaan istrinya.
"Baiklah, berapa lama kamu ingin tenang Amelia? Amelia merasa kaget. Ada ketegasan di suara suaminya tak biasanya ia memangil namanya. Selalu memanggilnya sayang. Amelia berani menatap mata teduh suaminya.
"Satu tahunkah? Satu bulankah? Atau selamanya??
Amelia tercekat mendengar ucapan Ryan. Ia terdiam membisu. Takut akan tatapan tajam suaminya. Menunduk.
"Maaf ...." ucap Amelia lirih.
"Baiklah, ku beri waktu satu bulan kamu untuk tenang, tapi ingatlah aku akan menjemputmu kesini! Dan kau tak boleh menolak !"
Amelia menganguk. Setuju atas permintaan suaminya. Ingin sekali memaafkanya dan kembali memeluk erat tubuh atletisnya. Tapi hati belum mantap melakukanya.
Ryan mengambil koper yang belum di buka. Segera berpamitan kedua orang tua Amelia. Ryan beralasan pekerjaan sudah menunggunya.
Amelia mengantar sampai di depan pintu. Dalam hatinya bertanya apakah sikap ini benar?
*****
Tania sudah dua hari di beri hukuman Ayahnya. Tak boleh keluar rumah. Setelah tau Tania di talak Ryan.
"Ini akibat menganggu rumah tangga orang lain Tania ! Kau di campakan! Mulai sekarang tak usah mengejar lelaki itu, kau seperti wanita tak laku saja mengejar laki- laki yang sudah beristri, Papa malu punya anak sepertimu !"
Ia mengurung diri di kamarnya. Kata- kata pedas Ayahnya tergiang di telinganya. Ia merasa hancur sekarang. Perasaanya terkoyak setelah di campakan orang terkasih.
Rasanya ingin balas dendam, membalaskan sakit hati yang mendera. Melihat Amelia dan Ryan Bahagia sunggung ia tak rela lahir batin. Sesak di dada saat ini di hati Tania. Berusaha menghubungi mertuanya tapi nomernya tidak aktif.
"Huuuh ... Mama Mertua susah di hubungi!" Gumam Tania.
Tok...tok..
"Kau sudah tidur nak?" Sapa Mama.
"Belum Ma," ucap Tania dari balik pintu. Kemudian membuka pintu untuk Mama.
Mama membawa nampan berisi sup Ayam juga nasi.
"Makan dulu Nak, nanti kamu sakit!"
"Aku nggak lapar Ma," kata Tania malas.
"Makanlah barang sedikit, Mama suapin ya,"
"Nggak Ma, nanti Tania Makan sendiri,"
Mama Tania sedih melihat putrinya seperti ini. Merasa terpuruk karena cinta. Merasa bersalah tak menghalangi putrinya mengejar Ryan. Karena keegoisan dirinya menyebabkan putri bungsunya menderita. Hanya karena ingin berbesanan dengan sahabatnya sendiri.
"Maafkan Mama nak, karena Mama kamu jadi seperti ini," ucap Mama sendu. Sedang Tania berbaring sambil memeluk guling. Air mata kembali menetes mewakili jiwa yang terluka. Merasa tak terima di campakan, ia berencana balas dendam.
Tania masih diam saja, membiarkan air mata mewakili kesedihan ini. Tak ingin mulutnya mengeluarkan sepatah katapun.
"Besok kakakmu pulang dari belanda, ia ingin kamu ikut ke sana. Jalan- jalan lah untuk menghilangkan stress di hatimu,"
Mendengar kakak kesayangan pulang ia berbalik badan memandang Mama lekat.
"Benarkah Ma? ucap Tania berbinar.
"Iya ...." Mama menganguk sambil tersenyum. Ia tau Tania sangat dekat dengan kakaknya. Dengan mengundangnya pulang Mamanya berharap bisa mengubah Tania lebih baik. Tidak merasa terpuruk sendiri di kamar. Kakaknya berharap Bisa mengajaknya ke Belanda.
"Ya udah kamu makanlah, Mama mau menyuruh Bibi membersihkan kamar kakakmu,"
"Iya Ma,"
Tania mengambil sup Ayam di nakas. Ia memasukan sop ke dalam mulut. Terlintas di pikiranya nama Arnold. Dia pengusaha sukses yang punya cabang di Singapura. Yang selalu mengejar- gejar dirinya. Hanya waktu itu. Ia di butakan oleh cinta kepada Ryan. Hingga ia tak bisa melihat cinta itu. Tapi melalui Arnold, Tania ingin menghancurkan bisnis Ryan. Membalaskan sakit hati melalui Arnold, Dicarinya kontak nama Arnold tapi tak ketemu.
'Aaahgg sial, aku tak menyimpanya' batin Tania kesal. Tapi segera beranjak menuju laci. Teringat ia menulis nama Arnold di buku note. Di bukanya buku note itu ternyata ada nama Arnold setiawan.
Dewi fortuna seakan berpihak kepadanya Tapi saat di hubungi hp Arnold berada di luar jangkuan. Amelia mengirim pesan untuk Arnold agar menghubunginya kembali.
"Arnold lagi nggak aktif," gumam Tania. Kembali ia taruh hpnya di nakas. Berharap besok Arnold menghubunginya.
Suara ketokan membangunkan tidur Tania. Ia bangun dan membuka pintu. Bahagianya saat Kakaknya sulungnya sudah di depan kamarnya.
"Kaakak ...." teriak Tania histeris. Kakaknya tersenyum lebar. Meregangkan tanganya. Segera Tania memeluk kakak yang di rindukan selama ini.
"Gimana kabar kakak?
"Baik dek,"
"Kakak tau hubunganmu dengan Ryan, kan sudah ku bilang dari awal. Kamu pasti kecewa ujungnya, dahlah lupakan Ryan yang sok tampan itu! Nanti kakak kenalkan sama Bule yang tak kalah tampan dengan Ryan!"
"Ya kak, tapi aku ingin menemui temenku dulu di Singapore,"
"Ya lah, nanti gampang di atur. Kakak mau ke kamar istirahat dulu,"
"Iya kak,"
Kakaknya Tania baru tiba tadi pagi dari Belanda.
Bersambung..
Tania mampir ke kantor Arnold. Terpaksa merendahkan harga dirinya demi membalaskan sakit hatinya. 'Tok ... tok "Masuk ...." ucap Arnold dari dalam ruangan. Tania membuka pintu. Arnold duduk di belakang meja. Menatap tajam ke arah Tania. Setelah lelah mengejar Tania datang sendiri menghadapnya. "Halo ... sayang! Makin cantik aja! Tau aja kalau aku merindukanmu, kini di hadapanku!" Arnold tersenyum mengoda Tania. Sosok yang dicintai selama masa kuliah kini di hadapanya. Padahal dulu Tania susah di jangkau. Pendekatan dengan berbagai cara tak bisa meluluhkan hatinya. Mungkin Arnold terkenal lelaki playboy yang gemar main cewek dan tidur sama perempuan. Tania eneg melihat wajah Arnold begitu dekat denganya. Dari dulu tak berubah perangainya. "Hancurkan anak perusahaaan Chandra company. "Apa imbalanya?" Tanya Arnold tersenyum m
Arnold kembali ke meja kerjanya. Membuka laptop berselancar mencari informasi tentang cabang perusahaan Chandra Company. Dia mencari para pemegang saham dari Perusahaan Ryan. Setelah dapat, mencoba menghubungi. Tapi rata- rata dari mereka menolak mencabut Investasi dari Perusahaan Ryan dan beralih ke Perusahaan miliknya. Memang Perusahaan Milik Ryan. Loyal terhadap para investornya. Mereka selalu mendapat keuntungan yang besar tatkala Perusahaan mengalami untung besar. Arnold menghela nafas sejenak. Memikirkan langkah apa yang tepat menghancurkan perusahaan Milik Ryan. Dia juga punya dendam pribadi dengan perusahaan milik Ryan. Ia selalu menang tender darinya. Saat ini adalah waktu yang tepat menghancurkan cabang perusahaan tersebut. Arnold mencoba sekali lagi merayu para investor untuk Menarik sahamnya di perusahaan Chandra Companya. Tapi jawaban mereka sama. Menolak memcabut investasi. Hari ini Arnold
Suplier menepuk jidatnya sendiri lupa menanyakan nama orang suruhan Ryan. Ia terlalu percaya saat ada orang nyang membawa surat kuasa dari Ryan. Suplier itu terlalu percaya pada Ryan. Hingga tak menyadari telah di tipu. "Bagaimana ciri- cirinya?" Suplier itu menjelaskan cirinya. Dan Ryan merasa tak punya karyawan seperti itu. "Akbar tolong cari tau siapa yang telah sabosate bahan!" "Iya pak," "Tuan tolong kirim lagi bahan yang premium seperti biasa," "Baik tuan Ryan, maaf karena telah mempercayai orang yang salah," ucap suplier seraya menangkup kedua tanganya. "Ya nggak apa- apa Tuan, nanti lagi konfirmasi aku dulu ketika orangku memesan bahan. "Baik tuan Ryan," Suplier itu menganguk hormat. Lega Tuan Ryan tidak marah kepadanya. "Karena Tuan sudah berbaik hati, saya kasih diskon," "Oke ... makasih," ucap
Tania sudah hampir dua minggu berada di Belanda. Ia jalan- jalan menikmati kota Belanda. Tak lupa kulineran bersama Kakaknya. Sejenak melupakan Arnold yang sudah menuntut tubuhnya. Ia tak mau melakukannya sebelum perusahaan Ryan hancur berkeping. Ia rela mengorbankan tubuhnya. Tania menghela nafas sejenak. Panggilan Arnold terus menyeruak ke dalam telingga. "Itu siapa sih Dek? Telepon terus? Pacar kamu ya?" Tanya Nando, kakaknya Tania. "Bukan kak, Hanya temen." ucap Tania santai kemudian membiarkan telepon itu mati sendiri. "Ya udah kita jalan lagi, di rumah kulkasnya kosong," "Oke ...." Senyum Tania mengembang sempurna. Kini saatnya meluapkan suntuk. Berusaha mengalihkan pikiranya. Walau udah minggu jauh berada dari Ryan. Tapi pikiranya tentang Ryan tak bisa jauh dari pikiranya. ****** Di Kediaman Orang Tua Amelia.&n
Ryan packing, tak banyak yang ia bawa. Baju di rumah Amelia masih banyak. Hanya beberapa baju yang ia bawa. Selesai packing ia pesen Tiket ke Jakarta. Merasa semuanya beres. Ia menghubungi Akbar untuk sementara menghandle semuanya. Akbar cukup bisa di andalkan seperti saat ini. "Haloo Akbar ...." "Iya pak," " Besok ada Klien dari Thailand kamu handle ya, Aku mau jemput istri dulu," ucap Ryan memerintah. "Baik Pak," "Terus kamu kesini antar saya ke Bandara," "Iya pak," Ryan menutup telepon. Gegas ia mandi. Berganti kaos tak lupa pake jaket,Akbar sudah menunggu di ruang tamu. "Kita berangkat sekarang Akbar," "Baik Pak," Akbar membawa koper kecil milik Ryan. Kemudian di taruh di bagasi. Dengan gerak cepat Akbar membukakan pintu untuk Bosnya. Ryan masuk ke mobil di ikuti Akbar. Tubuh Ryan s
Amelia merasa pipinya ada yang menepuk berulang kali, tapi tak di hiraukan. Di alam mimpinya Ryan datang menciumnya. "Mas Ryan, Amelia kangen banget ...." suara Amelia mengigau. Ryan tersenyum mendengar isi hati Amelia. Selama ini ternyata dia juga merindukanya. Tak sabar melihat Amelia membuka mata. Ryan mencium hangat kening Amelia. Cup. Amelia mengejap matanya. Ia merasa di alam mimpi. Suaminya kini di hadapanya. Mata Amelia membulat sempurna ternyata bukan mimpi. Ryan tersenyum ke arahnya. "Mas Ryan !" Amelia mengucek matanya berulang kali. Ini mimpi atau tidak ? Tapi laki- laki tampan ini malah tersenyum. "Ini aku sayang ... kamu tidak mimpi," ucap Ryan tersenyum haru. Bahagia mendengar isi hati Istrinya yang sebenarnya. Amelia gengsi ingin memeluk suaminya. Ia menatap lelaki di depanya tampak kurus. Sebaga
Ryan masih berpikir, kenapa dia melakukan itu. Menurutnya ini harus di luruskan tak ingin hubungan dengan Mr.Choi terganggu. Ryan menemui Arnold di kantornya. Arnold tampak kaget saat Ryan di hadapanya. "Silakan duduk Tuan Ryan," "Maaf apa yang bisa saya bantu?' "Gimana kabar Mr.Choi Tuan Arnold?" "Ohh ... Ayahku baik- baik saja," "Ad gerangan apa Tuan Ryan sampai menyempatkan kemari?" "Suatu kehormatan mendapat kedatangan Tuan Ryan," "Ah ... anda terlalu merendah Tuan Arnold?" "Saya hanya ingin menawarkan kerja sama, kita Ekspor pakaian ke Indonesia, saya melihat konsumen Indonesia sangat bagus. Sangat bagus bila produk kita laris di sana," Arnold terdiam sejenak. Bagaimana aku akan menghancurkan dia ? dia malah baik seperti ini. Tapi bayangan tubuh Tania mengoda iman Arnold. "Heemm ... makasih atas tawaran k
Tania merasa kehilangan ketika Arnold hilang dari pandanganya. Perasaan apa ini? Tania menghempaskan diri di sofa. Sakit hati di campakan Ryan masih bergulat di hati dan pikiranya. Semakin memelihara dendam ini. Semakin sakit rasanya. 'Haruskah aku menghilangkan dendam ini?' Batin Tania. Ia memijit keningnya sendiri. Pusing memikirkan itu semua. Drrrt ... Suara gawai berbunyi. Nomer Arnold terpampang di layar. "Ada apa Arnold? Tolong aku ingin sendiri dulu!" "Baiklah, tapi aku mencintaimu Tania, lebih dari apapun di dunia ini!" Tania tersentuh dengan kata cinta Arnold. Kemudian mematikan gawainya. Menghembuskan nafas pelan. Karena pusing ia tertidur di sofa. Tepukan tangan membangunkan Tania. "Tania, pindah ke kamarmu !" "Iya kak," Tania berjalan lunglai ke kamar Bayangan Arnold berputar di kepalanya. 'Hufft ... aku b